OJK Restui Relaksasi Aturan Marjin Saham, Ini Pokok Perubahannya

Bareksa • 16 Jan 2017

an image
Konferensi Pers OJK dan BEI terkait rencana relaksasi aturan marjin di Jakarta, Senin (16/1).

Selain menambah jumlah efek marjin, diharapkan modal perusahaan efek semakin kuat

Bareksa.com – Rencana Bursa Efek Indonesia (BEI) merelaksasi peraturan pembiayaan transaksi marjin mendapat restu Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Relaksasi peraturan ini diharapkan dapat meningkatkan transaksi di bursa sekaligus mendorong permodalan perusahaan sekuritas. Kini, OJK dan BEI tengah memfinalisasi beberapa aturan yang akan disesuaikan.

Atas rencana itu, di OJK akan ada perubahan peraturan Bapepam Nomor V.D.6 tentang Pembiayaan Transaksi Efek Oleh Perusahaan Efek Bagi Nasabah dan Transaksi Short Selling Oleh Perusahaan Efek. Sementara, ada dua peraturan BEI yang akan direvisi, yakni Peraturan BEI Nomor II-H tentang Persyaratan dan Perdagangan Efek dalam Transaksi Marjin dan Transaksi Short Selling, serta Nomor III-I tentang Keanggotaan Marjin dan/atau Short Selling.

Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK Nurhaida menerangkan, rencana BEI tersebut akan mencapai dua hal utama. Pertama, transaksi akan meningkat. Kedua, secara tidak langsung memacu perusahaan efek meningkatkan modal melalui persyaratan Modal Kerja Bersih Disesuaikan (MKBD) tertentu.

“Semua sudah kami bahas secara detil antara OJK dan SRO. Beberapa kriteria juga sudah ditetapkan, jadi nanti tinggal disampaikan peraturan final,” terang Nurhaida, Senin, 16 Januari 2017.

Rencana BEI merelaksasi peraturan transaksi marjin bukan tanpa sebab. Ternyata, selama ini banyak terjadi penalangan atau pembiayaan oleh perusahaan efek Anggota Bursa (AB) terhadap nasabahnya yang tidak masuk dalam kriteria marjin. Berdasarkan data BEI, nilai outstanding pembiayaan marjin mencapai Rp1,8 triliun per 28 Desember 2016. Angka ini jauh dari outstanding pembiayaan di luar saham-saham marjin yang bernilai Rp4,3 triliun.

Direktur Utama BEI Tito Sulistio menegaskan, modal perusahaan efek di Indonesia belum besar, bahkan cenderung salah satu paling kecil di Asia Tenggara. Oleh karena itu, Tito berharap, relaksasi aturan marjin ini bisa memicu perusahaan efek untuk meningkatkan permodalannya.

“Saat ini, sudah ada 28 perusahaan efek yang modalnya di atas Rp250 miliar. Dengan relaksasi aturan ini, kami harap jumlahnya bisa capai 40 perusahaan efek,” imbuh Tito.

Informasi saja, dari 28 perusahaan efek yang memiliki MKBD di atas Rp250 miliar, hanya sebanyak 18 AB saja yang memiliki izin marjin. Sedangkan, dari 77 AB dengan MKBD kurang dari Rp250 miliar, 50 AB di antaranya memiliki izin marjin.

Pokok Revisi

Lebih lanjut, ada tiga pokok perubahan aturan marjin yang ada di dalam revisi Peraturan BEI Nomor III-I tentang keanggotaan marjin. Pertama, adalah pengelompokan AB menjadi 2 kategori berdasarkan nilai MKBD, yakni AB dengan MKBD di atas Rp250 miliar bisa memberi fasilitas marjin atas efek marjin yang telah direlaksasi, dan AB dengan nilai MKBD kurang dari Rp250 miliar hanya bisa melakukan transaksi marjin untuk saham yang masuk indeks LQ-45.

Pokok lainnya adalah penambahan peraturan baru yang selama ini tidak ada ketentuan baku sehingga menyulitkan pelaku dalam bertransaksi marjin. Sebagai contoh, pengaturan tentang pengambilalihan (take over) kewajiban nasabah atas transaksi marjin oleh AB marjin lainnya, larangan memberikan pinjaman dana kepada nasabah bukan untuk penyelesaian transaksi marjin (overdraft), dan larangan melakukan perpindahan piutang nasabah dari rekening efek reguler ke rekening efek marjin pada AB yang sama.

Dan pokok perubahan yan ketiga adalah adanya sanksi pencabutan surat persetujuan melakukan transaksi marjin dan/atau short selling apabila tidak memenuhi kewajiban sebagai AB efek marjin dan/atau short selling.

Lalu, BEI juga akan mengubah dua pokok yang termuat dalam revisi aturan II-H tentang efek yang menjadi target transaksi marjin. Pertama, perubahan kriteria efek marjin, sehingga memungkinkan bertambahnya jumlah saham yang dapat ditransaksikan dalam transaksi marjin. Adapun perubahan kriteria efek marjin adalah dari sisi fundamental, teknikal, dan likuiditas sehingga saham yang dapat ditransaksikan dapat lebih bervariasi.

Adapun perubahan kedua dalam revisi aturan II-H adalah penambahan daftar efek marjin setelah relaksasi marjin. Nurhaida mengungkapkan, nantinya akan ada sekitar 179 saham yang dapat dikategorikan efek marjin, dari posisi saat ini sebanyak 57 saham.

Sementara itu, Tito menambahkan, relaksasi aturan ini diharapkan bisa berlaku mulai Februari mendatang. (hm)