Subsidi Listrik Dicabut 2017, Apa Dampaknya ke Inflasi?

Bareksa • 16 Dec 2016

an image
Seorang ibu rumah tangga mengisi vocher isi ulang di KWH milik PT PLN Persero di rumah susun sewa (Rusunawa) Kendari, Sulawesi Tenggara. ANTARA FOTO/Jojon

Pemerintah Memastikan Mencabut Subsidi Listrik Berdaya 900 Volt Ampere (VA) terhitung mulai 1 Januari 2017

Bareksa.com – Pemerintah memastikan akan mencabut subsidi listrik yang selama ini dinikmati oleh 18,94 juta pelanggan berdaya 900 Volt Ampere (VA) terhitung mulai 1 Januari 2017. Subsidi listrik yang akan dicabut itu berkisar 82,2 persen dari total jumlah pengguna listrik 900 VA yang sebanyak 23,04 juta pelanggan dikarenakan pelanggan tersebut dinilai sudah mampu dan tidak berhak lagi untuk disubsidi.

Direktur Pembinaan Pengusahaan Ketenagalistrikan, Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Satya Zulfanitra menerangkan, pemerintah tidak akan sekaligus mencabut subsidi tersebut. Namun, subsidi akan dicabut dalam tiga tahap, di mana tarif listrik per kilowatt-hour (KWh) setiap periodenya akan naik 32 persen. Dengan kenaikan yang bertahap, ia berharap dampak kenaikan lisriknya tak berdampak signifikan ke masyarakat.

Di tengah situasi pemerintahan yang masih membutuhkan dana untuk pembangunan infrastruktur, selain melalui program Tax Amnesty pemerintah masih terus mencari celah untuk mendapatkan dana, khususnya kepada subsidi-subsidi yang selama ini dinilai tidak tepat sasaran.

Di Indonesia, setidaknya ada tiga klasifikasi penggolongan kelas bagi pengguna listrik yakni: 450 VA, 900 VA, dan >1.300 VA. Sejauh ini, selain pengguna daya 450 VA dan 900 VA, sudah tidak ada lagi golongan masyarakat rumah tangga yang menikmati subsidi. Per awal 2016, bahkan pengguna listrik rumah tangga berdaya 1.300 VA juga sudah tidak mendapat subsidi lagi.

Grafik: Perubahan Harga Tarif Tenaga Listrik (Tariff Adjustment) Non Subsidi 2016 (Rp per kWh)

Sumber : PLN

Benny Marbun, selaku Kepala Divisi Niaga PLN mengatakan sepanjang 2016, subsidi yang ditanggung PLN sebesar Rp 60 triliun, di mana 36,4 persen dinikmati oleh pengguna listrik 900 VA. Untuk diketahui, hingga saat ini tarif tenaga listrik untuk kelas 450 VA dan 900 VA ialah Rp 585/kWh.

Bareksa mencoba menganalisis, apabila mengacu pada harga saat ini Rp1.473/ kWh, maka PLN di bulan Desember mensubsidi 60 persen terhadap pengguna 450 VA dan 900 VA atau justru lebih besar ketimbang pengguna listrik yang hanya membayar 40 persen dari tarif seharusnya.

Tabel : Perkiraan Peningkatan Tarif Listrik 900 VA Tahun 2017 Secara Bertahap

Sumber : Bareksa.com

Apabila tarif tersebut direalisasikan sesuai rencana, maka pemerintah berpeluang menghemat dana hingga Rp17,9 triliun dengan asumsi 82,2 persen pelanggan 900 VA atau 36,4 persen dari total subsidi dipangkas. Meskipun demikian, pemotongan subsidi untuk batas daya 450 VA masih menunggu data survei pemerintah, mengingat listrik berkapasitas 450 VA cenderung dimanfaatkan masyarakat kecil sehingga jika tarifnya dinaikkan akan semakin membebani mereka.

Bank Indonesia (BI) mengingatkan, rencana kenaikan reguler tarif listrik golongan terendah (450 VA dan 900 VA) akan mengerek inflasi tahun depan. Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara mengatakan, tarif listrik memiliki bobot yang cukup signifikan terhadap kontribusi inflasi. Berdasarkan hitungan bank sentral, kenaikan tarif listrik bisa menyumbang 0,8-1 persen terhadap Indeks Harga Konsumen (IHK). Tahun depan, BI menargetkan inflasi berada di kisaran 3-5 persen. Rentang target inflasi tersebut telah memperhitungkan potensi dampak dari kenaikan tarif listrik.

Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017, pemerintah kembali memangkas alokasi anggaran untuk subsidi tahun depan menyusul rencana penyaluran tertutup bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dan LPG 3 kilogram, serta pengurangan jumlah pelanggan listrik berdaya rendah. Pemangkasan alokasi tersebut, meski berdampak baik terhadap postur APBN,  akan berdampak negatif terhadap masyarakat, mengingat adanya kenaikan beban listrik akan berdampak pada penurunan pendapatan yang siap dibelanjakan (disposable income) seseorang. (hm)