Bareksa.com- Harga saham PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat Tbk (BJBR) kembali melanjutkan penurunan, setelah analis asing menurunkan rekomendasi saham bank ini. Investor asing pun banyak mencatat penjualan saham BJBR.
Hingga pukul 14.30 WIB hari ini 9 Desember 2016, harga saham BJBR turun 7 persen menjadi Rp2.260 dari sebelumnya Rp2,430. Pada hari sebelumnya harga saham BJBR juga telah ditutup melemah 10 persen.
Berarti dalam dua hari, harga saham BJBR anjlok 19 persen dari level tertinggi di level Rp2.700 pada tanggal 7 Desember 2016. Saham BJBR anjlok setelah naik 74 persen dari Rp1.550 pada tanggal 1 Desember.
Dalam riset yang disampaikan kepada nasabah kemarin, Analis Deutsche Bank juga telah memberi rekomendasi jual terhadap saham tersebut karena harga saham saat ini dianggap telah cukup mahal.
“Harga saham BJBR menyentuh Rp2.700, atau naik 78 persen selama satu bulan. Nilai tersebut membuat BJBR memiliki valuasi paling mahal jika dibandingkan saham perbankan lainnya di Indonesia," ujar Analis Deutsche Bank Raymond Kosasih dalam riset tersebut.
Tidak hanya itu, analis Deutsche Bank juga tetap tidak merubah target harga saham BJBR yang hanya berada di level Rp1.550, atau ada potensi penurunan 40 persen dari harga saham terakhirnya di Rp2.700.
Jika dilihat dari harga saham terhadap nilai buku (Price to Book Value/PBV) saham BJBR berada di atas valuasi Industri. Semakin tinggi nilai PBV, maka harga saham emiten tersebut semakin mahal, begitupun sebaliknya.
Jika dilihat pada harga sekarang, PBV saham BJBR sebesar 2,72 kali, angka tersebut lebih premium jika dibandingkan dengan PBV industri perbankan memiliki rata-rata PBV 2,19 kali.
Bahkan, menurut data Reuters per 9 Desember 2016, PBV saham BJBR jauh melampaui PBV saham-saham kapitalisasi besar (big cap) seperti PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) sebesar 1,99 kali, PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) sebesar 1,66 kali dan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) sebesar 1,23 kali.
Tidak hanya itu, PBV BJBR sekarang juga telah mendekati PBV dari PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) yang saat ini sebesar 3,3 kali.
Grafik: Perbandingan Nilai Price to Book Value (PBV) Saham Perbankan
Sumber: Reuters.com
Sementara dari sisi transaksi saham, setelah menyentuh level puncak, BJBR turun signifikan 10 persen terdorong aksi jual investor asing yang cukup besar di pasar reguler.
Terpantau, kemarin asing paling banyak melakukan pelepasan saham melalui Macquarie Capital (RX). RX menjual 203.000 lot saham, pada harga rata-rata Rp2.506,8 per saham dengan nilai transaksi sebanyak Rp51 miliar.
Tidak hanya RX, DB juga melakukan hal serupa. Investor asing melalui broker DB menjual 192.000 lot saham pada harga rata-rata Rp2.512,4 per saham senilai Rp48,3 miliar. JP Morgan (BK) juga ikut melakukan aksi jual sebanyak 60.000 lot senilai Rp15 miliar.
Saat turunnya saham BJBR, investor lokal melalui BNI Securities (NI) justru memborong saham BJBR sebanyak 1,2 juta lot pada harga rata-rata Rp2,700 senilai Rp326,4 miliar di pasar negosiasi.
Menariknya, investor lokal NI juga terpantau melakukan pembelian besar-besaran atas saham PT Bank Pembanguan Daerah Banten Tbk (BEKS) pada saat harga saham anjlok. Seperti diketahui, BJBR terafiliasi dengan BEKS karena Pemprov Banten memiliki saham di kedua bank daerah tersebut.
Sebelum harga saham BJBR naik, harga saham BEKS pada tanggal 28 November-1 Desember 2016 turun signifikan 32 persen menjadi Rp62 dari sebelumnya Rp92. Hal tersebut terdorong aksi jual investor asing melalui broker Nomura Indonesia (FG) yang melepas saham BEKS sebanyak 3,4 juta lot senilai Rp28,2 miliar.
Namun, pada saat yang bersamaan investor lokal melalui NI menampung 23 juta lot saham BEKS pada harga rata-rata Rp40 senilai Rp92 miliar di pasar negosiasi. (hm)