IHSG Anjlok 4%, Dua Sektor Ini Masih Positif

Bareksa • 11 Nov 2016

an image
Dua pekerja mengumpulkan tandan buah sawit di Pelalawan, Riau, Selasa (22/9). Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) kelapa sawit akan melakukan penanaman kembali atau replanting untuk 15 ribu hektare lahan pada 2015 dan menargetkan 100 ribu hektare pada tahun 2016. ANTARA FOTO/Regina Safri

Sektor pertambangan masih terpantau naik 1,09 persen dan sektor perkebunan naik 0,85 persen

Bareksa.com - Pada penutupan perdagangan hari ini Jumat 11 November 2016, pasar saham Indonesia tertekan seiring dengan depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Meskipun demikian, sejumlah saham yang bergerak di sektor komoditas dan berorientasi ekspor bisa bergerak positif melawan pasar.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok hinga 4,01 persen ditutup di 5.231,9 – penurunan terdalam sejak 12 Desember 2008. Penurunan IHSG ini seiring dengan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sebesar 1,44 persen menjadi Rp13.327 per dolar AS. Pada hari ini, investor asing terpantau melakukan aksi jual (net sell) saham dari Bursa Efek Indonesia hingga Rp2,27 triliun.

Di tengah tekanan pasar, dua indeks sektoral di Indonesia mampu bertahan. Sektor pertambangan masih terpantau naik 1,09 persen dan sektor perkebunan naik 0,85 persen. Padahal, sektor lainnya anjlok 2,3-5,86 persen hari ini.

Saham pendorong naiknya sektor pertambangan adalah PT Vale Indonesia Tbk (INCO) naik 5,7 persen, PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) naik 4,56 persen, PT Batubara Bukit Asam Tbk (PTBA) naik 1,31 persen, PT Adaro Energy Tbk (ADRO) naik 0,9 persen dan  PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) naik 0,56 persen.

Sementara saham pendorong naiknya sektor perkebunan adalah PT PP London Sumatera Indonesia Tbk (LSIP) yang naik 6,14 persen, PT Golden Plantation Tbk (GOLL) naik 5 persen, PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) naik 1,94 persen dan PT Salim Ivomas Pratama Tbk (SIMP) naik 1,4 persen.

Emiten-emiten sektor tambang dan perkebunan dinilai mendapat untung dari penguatan dolar AS karena komoditas yang mereka jual berorientasi ekspor. Harga acuan global untuk batu bara, dan crude palm oil (CPO) menggunakan dolar AS, sehingga menguatnya dolar mendorong pendapatan perusahaan.

Di sisi lain sentimen positif muncul dari peningkatan harga batu bara akhir-akhir ini. Sebagai informasi, harga batu bara acuan yang dikeluarkan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencapai US$84,89 per metrik ton pada November 2016. Angka ini sudah melonjak 22,9 persen dibandingkan bulan sebelumnya dan 59,6 persen sejak awal tahun. (Baca juga: Cermati Saham Tambang Dalam Jangka Panjang)

Garfik : Pergerakan Harga Batu Bara

Sumber: Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral