SMGR Belum Terima Berkas Peninjauan Kembali MA, Bagaimana Nasib Pabrik Rembang?

Bareksa • 14 Oct 2016

an image
Seorang petani berjalan di pematang sawah di sekitar pabrik semen di Palimanan, Cirebon, Jawa Barat, Kamis (9/7/2015). Asosiasi Semen Indonesia (ASI) memproyeksikan kapasitas produksi semen nasional akan mencapai 80 juta ton pada 2016. (ANTARA FOTO/Dedhez Anggara)

Rencananya pabrik Rp5 triliun tersebut akan diuji pada November 2016.

Bareksa.com - PT Semen Indonesia Tbk (SMGR) mengaku hingga saat ini belum menerima berkas Peninjauan Kembali (PK) dari Mahkamah Agung (MA) yang mengabulkan gugatan warga terhadap pembangunan pabrik semen SMGR di Rembang.

Corporate Secretary Semen Indonesia, Agung Wiharto, mengatakan kepada Bareksa.com bahwa hingga hari ini belum ada pernyataan resmi dari MA ke produsen semen milik negara tersebut.

“Sebenarnya memang keputusan resminya, bagaimana amar putusan yang lengkap itu belum kami terima,” katanya saat dihubungi Bareksa.com pada Jumat, 14 Oktober 2016.

Agung mengatakan untuk menanggapi hal ini perseroan harus melihat apa saja sebenarnya yang diputuskan oleh MA. Ia menilai pasti ada catatan-catatan yang ada dalam keputusan tersebut. Hingga detail keputusan tersebut diberikan maka perusahaan tidak bisa menentukan sikap.

Menurutnya, ada ribuan orang yang menggantungkan hidupnya kepada pabrik Semen Indonesia di Rembang. Jika sampai pabrik yang hampir selesai dibangun ini tidak bisa beroperasi maka akan ada PHK ribuan tenaga kerja.

Walaupun demikian, Agung menyatakan pembangunan pabrik senilai Rp5 triliun ini hingga hari ini sudah mencapai 98 persen. Menurutnya, pada bulan November ini rencananya akan diadakan percobaan pengoperasian pabrik.

Agung mengatakan seluruh peralatan inti untuk memproduksi semen sudah selesai dibangun. Bahkan semuanya sudah diuji pada tanggal 21 September.

Yang belum diselesaikan menurut Agung hanya instalasi sambungan listrik dan juga conveyor belt untuk mengangkut bahan baku ke pabrik. Conveyor belt ini digunakan untuk menggantikan truk yang biasanya menjadi media angkut bahan baku semen.

Seperti diberitakan sebelumnya, Direktur Utama SMGR Suparni menerangkan bahwa yang bakal dibangun di Rembang itu sejatinya adalah pabrik yang khusus didesain oleh para ahli supaya ramah lingkungan. Salah satunya, pabrik didesain sebagai pabrik proses kering. Artinya, proses produksi semen tidak menggunakan air. Penggunaan air dirancang minimal agar tidak menggangu cadangan air di sana.

"Selain itu, jika Anda melewati pabrik semen di Rembang itu, Anda tidak akan tahu di mana lokasi cerobong asapnya. Itu karena cerobongnya nyaris tidak mengeluarkan asap," Suparni menjelaskan.

Harga Saham

Sementara itu harga saham SMGR masih tertekan walaupun sempat naik setelah pengumuman MA. Saham SMGR pada penutupan 13 Oktober 2016 naik 0,25 persen ke level Rp10.075 dibandingkan level penutupan sebelumnya. Padahal, saham produsen semen dengan pangsa pasar terbesar nasional ini sempat anjlok 5 persen menjadi Rp10.000 setelah pengumuman MA pada 11 Oktober 2016.

Grafik Pergerakan Saham SMGR 10-13 Oktober 2016

Sumber: Bareksa.com

Gugatan warga kepada Semen Indonesia ini sebenarnya sudah berlangsung lama. Pertama kali, gugatan ini dimentahkan oleh PTUN Semarang. Yang digugat adalah Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 660.1/17/2012 tanggal 7 Juni 2012 tentang izin lingkungan kegiatan penambangan dari pembangunan pabrik semen PT Semen Indonesia Tbk. Setelah itu, warga mengajukan banding di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Surabaya tetapi kembali tidak dikabulkan oleh Pengadilan.

Yang menarik, sebenarnya tambang di lingkungan pabrik Semen Indonesia bukanlah tambang kapur pertama di Rembang. Bareksa menemukan di lokasi yang sama sudah terlebih dahulu terdapat tambang-tambang lain yang dibangun perusahaan swasta. Bahkan, menurut warga setempat, keberadaan tambang-tambang itu sudah hampir 10 tahun lamanya. (hm)