Rugi BUMI Membengkak 5 Kali Lipat Pada 2015

Bareksa • 04 Oct 2016

an image
Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie memakai pakaian khas India yang diberikan Gema Sadhana di Kantor DPP Golkar, Jakarta Pusat, Rabu 15 Oktober 2014. (ANTARA FOTO/Vitalis Yogi Trisna)

Emiten terafiliasi Grup Bakrie ini pun mencatatkan defisiensi modal US$3,39 miliar

Bareksa.com - Emiten tambang PT Bumi Resources Tbk (BUMI) baru menyampaikan laporan keuangan untuk tahun 2015. Emiten terafiliasi Grup Bakrie ini mencatatkan kinerja yang semakin buruk dengan rugi membengkak dan adanya kekurangan modal.

Berdasarkan laporan keuangan yang dipublikasi 4 Oktober 2016 -- terlambat enam bulan dari batas yang diperbolehkan regulator untuk audit -- BUMI mencatat aset sebesar US$3,39 miliar per 31 Desember 2015, menciut 26 persen dibandingkan nilai pada setahun sebelumnya. Laporan keuangan BUMI mendapat opini wajar dengan pengecualian dari auditor publik Y. Santosa dan rekan.

Pada saat yang sama, liabilitas perseroan membengkak 17,76 persen menjadi US$6,30 miliar per Desember 2015. Besarnya liabilitas dibandingkan aset menjadikan perusahaan tambang batu bara ini kekurangan modal (defisiensi) sebesar US$3,39 miliar pada 31 Desember 2015, dibandingkan US$4,60 miliar setahun sebelumnya.

Dari sisi pendapatan, BUMI melaporkan penurunan pendapatan pada 2015 sebesar US$40,51 juta, menurun 34,59 persen dibandingkan perolehan tahun sebelumnya. Meski tidak ada beban pokok pendapatan pada 2015, perseroan mencatatkan rugi usaha sebesar US$9,37 juta pada 2015 dibandingkan rugi usaha US$74,18 juta pada 2014.

Selain itu, BUMI mencatat beban lain-lain yang semakin besar sehingga menekan kinerja bottom line perseroan. Sepanjang 2015, beban lain-lain neto sebesar US$2,03 miliar, dibandingkan dengan US$289 juta pada 2014.

Akibatnya, rugi neto BUMI pun membengkak hampir lima kali lipat menjadi US$2,18 miliar pada 2015 dibandingkan dengan US$448 juta pada 2014. Pada 2015, rugi per 1000 saham dasar pun membesar menjadi US$53,26 dibandingkan dengan US$14,55 pada tahun sebelumnya.

Emiten tambang ini mengalami masalah dalam pembayaran utang sehingga salah satu kreditur mengajukan tuntutan atas penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) pada 6 April 2016 ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat terkait utang jatuh tempo US$54,38 juta. Proses penyelesaian utang ini telah diperpanjang beberapa kali.

Baca juga: Utang Capai Rp96 Triliun, Ini Cara Penyelesaian Ala BUMI

Salah satu kreditur besar perseroan, yakni China Development Bank Corporation telah meminta kepada tim pengurus dan hakim pengawas untuk menunda rapat pemungutan suara atas rencana perdamaian pada 21 Oktober 2016 bahwa kreditur secara aklamasi telah menyetujui. Akibatnya, Majelis Hakim mengeluarkan putusan yang mengabulkan perpanjangan untuk PKPU Tetap untuk jangka waktu 31 hari sejak 27 September 2016 hingga 27 Oktober 2016.

Pada penutupan perdagangan saham 4 Oktober 2016, harga saham BUMI di pasar reguler tidak bergerak di level Rp68. Akan tetapi, di pasar negosiasi terjadi transaksi terakhir saham BUMI di harga Rp66. Telah terjadi perpindahan saham BUMI sebanyak 17.200 lot senilai Rp109,3 juta. Harga rata-rata saham BUMI yang diperjualbelikan di pasar negosiasi sebesar Rp64.