Bareksa.com - Niat pemerintah untuk membentuk sinergi badan usaha milik negara dengan lini bisnis yang sejenis semakin kuat. Salah satu sinergi yang akan dibentuk berupa holding company BUMN migas, yang akan menggabungkan PT Pertamina (Persero) dengan PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk (PGAS). Dalam rencana yang diajukan oleh Kementerian BUMN, Pertamina akan mengakuisisi seluruh saham PGAS yang saat ini dimiliki oleh pemerintah.
Deputi Bidang Restrukturisasi dan Pengembangan Usaha Kementerian Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Aloysius Kiik Ro mengatakan proses akuisisi itu akan dilakukan dengan cara tukar guling saham, atau disebut dengan equity swap. Dalam hal ini, Pemerintah akan memberikan saham PGAS yang dimilikinya kepada Pertamina dan akan dibayar dengan penerbitan saham baru produsen minyak dan gas nasional tersebut.
Para pemegang saham publik harus bersiap-siap mementukan posisi mereka di PGAS yang saat ini masih tercatat di Bursa Efek Indonesia. Pasalnya, tidak akan ada tender offer dalam proses akuisisi distributor gas itu oleh Pertamina, meskipun publikasi tentang aksi korporasi tersebut harus tetap sampai kepada pemegang saham minoritas. Sebagai catatan, saat ini Pemerintah memegang 57 persen kepemilikan PGAS dan sisa 43 persen beredar di publik. Jadi, bila aksi ini selesai, nantinya Pertamina akan memiliki 57 persen saham PGAS.
"Tidak perlu ada tender offer, makanya kita pilih yang paling atas itu adalah Pertamina, perusahaan yang 100 persen milik negara," ujar Aloysius kepada Bareksa.com, Rabu 24 Agustus 2016 .
Sebagai catatan, tender offer adalah penawaran untuk memperoleh efek bersifat ekuitas (saham) dengan cara pembelian atau pertukaran dengan efek lainnya. Biasanya, hal ini dilakukan bila ada perubahan kepemilikan pengendali di suatu perusahaan publik. Pihak yang melakukan menjadi pemilik baru, harus membuat pengumuman kepada publik tentang rencana aksi korporasi tersebut, seperti tertera dalam POJK No. 54 /POJK.04/2015 tentang Penawaran Tender Sukarela.
Aloysius mengatakan ada dua kunci yang harus diperhatikan jika pemerintah tidak ingin ada proses tender offer. Pertama, tidak boleh ada perubahan fisik di perusahaan tersebut. Kedua, tidak boleh juga ada perubahan pemegang saham pengendali. Menurutnya, hal ini sudah ia konfirmasi kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bursa Efek Indonesia (BEI).
Walaupun demikian Aloysius blm bisa memastikan kapan proses akuisisi PGAS ini bisa selesai. Pasalnya, pemerintah masih harus meminta izin dan meyakinkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terlebih dahulu. Sedangkan dari sisi perusahaan, ia menyatakan perusahaan BUMN tersebut sepenuhnya sudah siap.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam rapat dengan Komisi VI DPR menyatakan bahwa pemerintah akan memikirkan semua pihak dalam proses pembentukan holding ini termasuk pemegang saham minoritas atau publik. "Minority shareholder itu harus ikut dipertimbangkan dan mereka juga punya hak-hak yang harus kita lindungi," katanya.
Analis Samuel Securities Adrianus Bias Prasuryo mengatakan tidak adanya tender offer ini akan menjadi persoalan tersendiri bagi para pemegang saham minoritas. Menurutnya, pemegang saham minoritas tidak akan punya kekuatan untuk melakukan vote apakah setuju atau tidak dengan proses ini. "Setuju atau tidak ini akan merugikan minority shareholder dan mereka tidak bisa berbuat apa-apa," katanya.
Jika ada tender offer menurutnya para pemegang saham bisa memutuskan apakah mereka akan tetap berada di PGAS atau akan keluar. Namun, jika tidak ada tender offer para pemegang saham hanya bisa menjual sahamnya di pasar reguler jika tidak setuju dengan keputusan ini.
Head of Research Syailendra Capital Lanang Trihardian, kepada Bareksa.com mengungkapkan hal serupa. Menurutnya kemungkinan besar tender offer tidak akan terjadi. Alasannya sama, pemegang saham pengendali tidak mengalami perubahan. "Tidak ada tender offer itu menurut saya tidak ada benefit-nya, dari sisi risikonya cukup tinggi tetapi dari sisi valuasi tidak murah-murah juga. Para investor tidak ada pilihan selain menjualnya di pasar reguler," katanya.
Namun, salah satu investment banker menjelaskan bahwa meskipun tender offer tidak dilakukan dengan cara lelang kepada publik, pihak pembeli atau pemegang saham pengendali baru PGAS harus membuat pengumuman yang dipublikasi di media massa. Selain itu, investor publik juga harus mendapat kejelasan tentang prospek bisnis PGAS setelah bergabung dengan Pertamina.
"Valuasi PGAS harus dihitung ulang untuk menentukan berapa equity yang akan diterbitkan oleh Pertamina untuk membayar akuisisi tersebut kepada Pemerintah. Ada kemungkinan saham PGAS akan naik," ujarnya ketika dihubungi Bareksa.
Seperti diketahui, dalam proses akuisisi ini dibutuhkan juga persetujuan dari DPR karena menyangkut pelepasan atau pembelian aset negara. Bila Pertamina akan membeli kepemilikan negara di PGAS maka hal itu dianggap sebagai pembelian aset negara sehingga parlemen harus membahasnya setelah ada pengajuan dari Kementerian Keuangan. (hm)