Reklamasi Swasta Digoyang, Reklamasi Pelabuhan di Jakarta & Makassar Melenggang

Bareksa • 22 Jun 2016

an image
Foto udara kawasan pantai teluk Jakarta yang direklamasi Senin (18/4). Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyatakan ada indikasi awal proyek reklamasi Teluk Jakarta merusak lingkungan. ANTARAFOTO/Anis Efizudin/pras/16

PT Pelindo IV Makassar sedang membangun pelabuhan kargo tengah laut senilai Rp1,8 triliun.

Bareksa.com - Kontroversi reklamasi Teluk Jakarta terus bergulir. Kini, di tengah saat-saat penentuan calon gubernur dari PDI-P, anggota Fraksi PDI-P di DPR Junimart Girsang menuding Teman Ahok menerima aliran dana Rp30 miliar dari pengembang reklamasi. Tudingan itu keras ditolak oleh Teman Ahok, maupun berbagai elemen masyarakat lainnya.

Terlepas dari apakah tudingan itu sekadar manuver politik atau liputan "terburu nafsu" dari sebagian media, kasus korupsi yang melilit reklamasi telah membuat mega-proyek ini dihentikan di tengah jalan.

Padahal, sebagaimana diungkapkan Pramono, Vice President Assistant of Public Relations PT Muara Wisesa Samudera dalam konferensi pers 21 April 2016, proyek reklamasi daratan telah dikerjakan 18 persen, adapun pengerukan bawah laut telah selesai 65 persen. APLN telah menyiapkan dana investasi untuk pengurukan Pulau G sebesar Rp4,9 triliun. Sehingga jika dihitung secara kasar, Pulau G yang telah dibangun 18 persen telah menelan dana sekitar Rp882 miliar. 


Foto: Perkembangan fisik pembangunan pulau G yang dikerjakan APLN per Maret 2016 (pluitcity.com)

Fenomena serupa terjadi tak hanya di Jakarta. Hampir semua proyek reklamasi di Indonesia yang melibatkan pengembang swasta selalu mendapat penolakan keras dan membuat tidak ada kepastian apakah proyek akan berlanjut atau tidak. Padahal, sebagian pengembang telah terlanjur keluar modal besar untuk mengerjakannya.

Makassar

Proyek reklamasi Pantai Losari di Makasar bernama Center Point of Indonesia (CPI) kini menemui masalah. Terakhir, sejumlah aktivis lingkungan menggugat izin reklamasi CPI yang sedang dikerjakan PT Ciputra Surya Tbk (CTRS). Gugatan dilayangkan setelah terbit surat dari Kementerian Kelautan dan Perikanan bahwa CPI tidak memiliki izin reklamasi.

Tak hanya itu, puluhan aktivis di Makassar juga menggugat Gubernur Sulawesi Selatan Syahrul Yasin Limpo. Tuduhannya, menyalahgunakan wewenang dan memberikan izin reklamasi tanpa persetujuan pemerintah pusat. Syahrul juga mereka tuding telah merusak lingkungan hidup dan biota laut.

Padahal, selaku pengembang PT Ciputra Surya Tbk telah menunjuk dua konsultan reklamasi bertaraf internasional yaitu Witteveen+Bos dan Royal Haskoning DHV dari negeri Belanda. Tender pun diikuti oleh nama-nama besar perusahaan reklamasi berkelas dunia seperti Van Oord, Boskalis International, Jan De Nul, Dredging International, dan China Harbour. Selain, ada juga kontraktor lokal yakni PT Pembangunan Perumahan Tbk (PTPP).

Yang menarik, pada saat yang sama dan di lokasi yang tidak terpaut jauh, PT Pelindo IV Makassar sedang membangun pelabuhan kargo tengah laut senilai Rp1,8 triliun. Berbeda dengan yang digarap pengembang swasta tadi, proyek yang dikerjakan BUMN ini terbilang lancar dan minim penolakan dari masyarakat. Padahal, metode yang digunakan juga sama: mereklamasi pesisir Pantai Losari.


Foto: Dua pekerja berjalan di lokasi pembangunan Makassar New Port di Makassar Sulawesi Selatan, Selasa, 31 Mei 2016. (Antara Foto/Darwin Fathir/aww/16)

Hingga bulan Mei 2016, Makassar New Port tahap I telah rampung dikerjakan 27 persen. "Progress-nya sudah melampaui target yang ditetapkan dari target awal sebesar 25 persen," kata Direktur Fasilitas dan Peralatan Pelindo IV, Susantono, kepada media.

Pengerjaan proyek Paket A Makassar New Port meliputi pembangunan dermaga sepanjang 320 meter, reklamasi seluas 3 hektare dan akses jalan sepanjang 100 meter. Hingga Mei 2016, pengerjaan proyek telah mencapai 27,01 persen penyerapan anggaran yakni Rp326 miliar dari total Rp1,8 triliun yang ditargetkan rampung hingga 2018.

Reklamasi di Jakarta oleh BUMN

Sama seperti di Makassar, di Jakarta proyek reklamasi yang ditujukan untuk pembangunan pelabuhan dan dikerjakan BUMN masih berjalan lancar. PT Pelindo II, melalui anak usahanya PT Pengembangan Pelabuhan Indonesia (PPI), telah berhasil menyelesaikan pembangunan New Priok Container Terminal 1 (NPCT1) di Teluk Jakarta.

Dalam proses pembangunan awal memang tidak dilakukan relamasi, melainkan dengan skema konstruksi deck on piles. Namun, dalam pengembangannya nanti, PPI akan membangun 4 terminal tambahan dengan teknik reklamasi. Untuk ini, setidaknya diperlukan 25 juta meter kubik pasir. Proses ini bahkan sudah berlangsung sejak 2 tahun lalu. Reklamasi untuk keperluan ini terus dilakukan selama 3 tahun, hingga area siap dibangun untuk membangun lagi 2 terminal peti kemas dan 2 terminal produk migas.

Proyek ini tidak mendapat penolakan berarti, padahal menjadi satu bagian dengan proyek reklamasi Teluk Jakarta. PPI mengaku telah mengantongi berbagai izin untuk proses reklamasi, sebelum proses konstruksi dimulai. Khusus izin lingkungan seperti Analisis Dampak Lingkungan (Amdal) telah terbit sejak akhir 2012. (np)