RAPBNP 2016 Belanja Negara Dipangkas Rp48 T; Apa Impaknya Kepada Emiten?

Bareksa • 13 Jun 2016

an image
Presiden Joko Widodo (kanan) menyampaikan pengantar saat memimpin SIdang Kabinet Paripurna di Istana Negara, Jakarta, Selasa (7/6). Sidang Kabinet Paripurna tersebut membahas perkembangan APBNP tahun 2016 dan laporan persiapan Idul Fitri 1437 Hijriah. ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari/ama/16

Impak pemangkasan anggaran terhadap sektor infrastruktur tidak terlalu signifikan

Bareksa.com – Dari draft revisi anggaran (RAPBNP) 2016 yang diajukan pemerintah ke DPR terlihat adanya pemangkasan anggaran karena pemerintah menurunkan proyeksi penerimaan negara. Pos-pos anggaran yang dipangkas ternyata berpotensi mempengaruhi kinerja emiten di sektor industri tertentu. Berikut penelusurannya.

Dalam RAPBNP 2016, anggaran belanja negara dipangkas Rp47,88 triliun menjadi Rp2.048 triliun atau turun 2 persen dari APBN 2016. Jika dirinci, anggaran pemerintah pusat sendiri dipotong Rp 36,01 triliun sedangkan transfer ke daerah dikurangi Rp11,87 triliun.

Perubahan asumsi makro ekonomi, pemotongan belanja kementerian dan lembaga negara (K/L) dan tambahan anggaran misalnya untuk audit BPK dan penyelesaian piutang pemerintah menjadi alasan perubahan anggaran di pertengahan tahun ini.

Meski anggaran belanja turun dibandingkan dengan APBN 2016, bila dibandingkan dengan realisasi tahun 2015 pada Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP), belanja negara secara keseluruhan naik 13,9 persen. Pos belanja pemerintah pusat sendiri naik 9,8 persen sementara transfer ke daerah dan dana desa naik 21,7 persen.   

Tabel: Pos Belanja Negara Dalam RAPBNP 2016

Sumber: Kementerian Keuangan

Jika rancangan ini diloloskan DPR, apa efeknya terhadap emiten?

Ekonom Mandiri Sekuritas Aldian Taloputra menyebut impak pemangkasan anggaran ke sektor konstruksi tidak terlalu berpengaruh karena pemerintah masih fokus pada sektor infrastruktur. "Pemerintah minimalkan pemangkasan anggaran untuk sektor infrastruktur. Tapi meskipun dipangkas ada porsi Penyertaan Modal Negara (PMN) yang kembali dianggarkan," katanya kepada Bareksa.

Senada dengan Aldian, laporan riset Kim Eng Securities juga memprediksi tidak ada perubahan signifikan di sektor konstruksi. Tahun lalu pun, anggaran pemerintah untuk sektor konstruksi meleset 15 persen tetapi order book perusahaan BUMN bidang konstruksi seperti PT Adhi Karya Tbk (ADHI), PT PP Tbk (PTPP), PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) dan PT Waskita Karya Tbk (WSKT) tetap melesat lebih dari 35 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Kim Eng masih memilih saham PTPP dan WSKT sebagai rekomendasi investor.

Sementara itu Dony Gunawan dari RHB OSK Securities juga menyebut sektor konstruksi masih memiliki prospek yang positif di tengah rendahnya penerimaan pajak. Tambahan PMN untuk PLN diperkirakan akan menguntungkan PTPP dan WIKA karena keduanya berkomitmen terlibat dalam beberapa proyek pembangkit listrik.

Selain infrastruktur, emiten sektor kesehatan juga diperkirakan masih relatif stabil. Pemerintah menganggarkan BPJS Kesehatan mendapat tambahan Rp6,8 triliun untuk program dana Jaminan Sosial Kesehatan. Hal ini diperuntukkan demi menjaga kecukupan Dana Jaminan Sosial Kesehatan. Dengan terjaganya kecukupan DJS, reimburse tagihan dari rumah sakit diharapkan lebih mudah.

Yang negatif justru sektor yang terpengaruh subsidi kredit dari pemerintah karena porsi subsidi bunga kredit berkurang Rp702 miliar. Pos ini terkait dengan bank yang memberikan program KUR dan KPR bersubsidi.