Kenapa Korporasi Besar Mulai Refinancing Utang

Bareksa • 02 Jun 2016

an image
Kumpulan uang rupiah nominal Rp100.000,- (Flickr/Nicola)

Ada 4 indikator ekonomi yang menunjukkan pertanda bahwa tingkat suku bunga akan rendah pada tahun ini.

Bareksa.com - PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA) dan PT Intiland Development Tbk (DILD) berencana akan melakukan refinancing utang agar beban bunga perusahaan menjadi lebih efisien. Aksi korporasi dua perusahaan besar ini apakah merupakan indikator bahwa tingkat suku bunga akan kembali turun? Berikut penelusuran analis Bareksa;

Yield obligasi pemerintah berjangka waktu 10 tahun terus menyusut sejak awal tahun hingga pertengahan April 2016. Tren penurunan terjadi akibat tingginya permintaan domestik setelah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merilis aturan No. 1/POJK.05/2016 terkait kewajiban lembaga jasa keuangan non-bank menginvestasikan sekitar 20-30 persen dananya di obligasi pemerintah.

Yield obligasi pemerintah menjadi acuan (benchmark) tingkat bunga bagi perusahaan swasta yang akan menerbitkan obligasi. PT Maybank Indonesia Finance pertengahan April lalu menerbitkan obligasi berjangka waktu 3 tahun dengan kupon hanya 9,1 persen per tahun. Padahal tahun lalu, PT Indosat Tbk menerbitkan obligasi dengan jangka waktu yang sama tapi harus membayar kupon 10 persen per tahun.

Grafik: Pergerakan yield obligasi pemerintah jangka waktu 10 tahun


Sumber: Bareksa

Selain itu, inflasi pada tahun ini juga diperkirakan bertahan di level rendah. Pada akhir Mei ini konsensus ekonom memperkirakan inflasi tahunan turun menjadi 3,3 persen dibandingkan bulan sebelumnya, 3,6 persen. Rendahnya inflasi ini ditopang oleh stabilnya harga pangan seperti gula dan daging ayam. 

Hal ini mendorong permintaan obligasi, karena semakin rendah inflasi akan meningkatkan tingkat suku bunga riil yang membuat harga obligasi menjadi dinilai lebih murah.

Selain itu, ada potensi likuiditas dari kebijakan Tax Amnesty yang diperkirakan akan disahkan pada bulan ini. Credit Suisse dalam laporannya yang telah disampaikan kepada nasabah memproyeksikan akan ada tambahan pertumbuhan ekonomi sebesar 0,1-0,3 persen sebagai dampak dari implementasi Tax Amnesty. Pertumbuhan ekonomi akhir tahun diproyeksi menjadi 5,3-5,6 persen. 

Faktor terakhir, implementasi kebijakan Bank Indonesia menggunakan 7-Day Repo Rate sebagai acuan tingkat suku bunga pada Agustus ini. Pemberlakukan acuan baru ini diprediksi akan menarik masuknya dana asing sehingga akan mendorong penguatan mata uang rupiah. 

Naiknya pertumbuhan ekonomi yang diiringi dengan penguatan mata uang rupiah akan membuat yield obligasi kembali turun. Tentunya, hal ini akan membuat perusahan swasta bisa menerbitkan obligasi dengan bunga rendah. (kd)