Bareksa.com - Nama Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Pandjaitan tertera di bocoran dokumen Panama Papers. Namun demikian, jenderal purnawirawan yang lalu menjadi pengusaha ini menyatakan selalu tertib membayar pajak. Dari perusahaan batubara miliknya PT Toba Bara Sejahtera Tbk (TOBA), Luhut mengaku sudah membayar US$300 juta berupa pajak dan royalti ke kas negara sepanjang tahun 2010-2015.
Benarkah demikian? Analis Bareksa menyusuri datanya.
Toba Bara memiliki tiga anak usaha tambang batu bara, yaitu PT Adimitra Baratama Nusantara, PT Trisensa Mineral Utama dan PT Indomining.
Adimitra memiliki wilayah tambang batu bara seluas 2.990 hektare di Kecamatan Sanga-sanga, Kalimantan Timur. Di kecamatan yang sama, Indomining juga memiliki lahan seluas 683 hektare. Sementara itu Trisensa memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) di atas lahan seluas 3.414 hektare di Kecamatan Loa Janan, Muara Jawa, dan Sanga-sanga. Dari ketiga anak usaha ini, Toba Bara memiliki cadangan batu bara terbukti sebanyak 86 juta metrik ton (MT).
Setiap penjualan hasil produksi batu bara yang diperoleh dari lahan tersebut, Toba Bara harus membayar royalti ke pemerintah sesuai Peraturan Pemerintah No. 9/2012. Royalti yang dibayarkan dihitung dari kandungan kalori dengan tarif 5 persen dan 7 persen yang akan dikalikan dengan kuantitas batu bara yang dijual.
Selain itu Toba Bara juga wajib membayar iuran tetap dengan tarif dasar $4 per hektare dikalikan dengan luasan konsesi lahan.
Dari laporan arus kas periode 2010-15, nilai royalti yang dibayarkan Toba mencapai US$136,6 juta--didasarkan perhitungan di atas.
Sementara itu, di laporan laba rugi pada periode yang sama tercatat total beban pajak mencapai US$116 juta. Tetapi jika dilihat dari sisi arus kas, pembayaran pajak bersih yang dilakukan senilai US$126,3 juta, karena ada pembayaran utang pajak di tahun sebelumnya.
Grafik: Beban Pajak TOBA 2010-15
Sumber: Bareksa
Jika beban royalti dan pajak dijumlahkan, total hanya berkisar $252 juta--bukan $300 juta sebagaimana yang dinyatakan Luhut.
Akan tetapi, data ini hanya berdasarkan laporan konsolidasi Toba Bara. Jika ditelaah lebih dalam terkait kepemilikan saham, Toba Bara hanya memiliki 51 persen saham Adimitra, sementara sisanya dimiliki oleh dua perusahaan privat. Artinya, ada bagian royalti dan beban pajak yang tidak tercatat di laporan Toba Bara yang dibayarkan oleh Adimitra.
Selain itu, nilai pembayaran pajak Toba Bara secara konsolidasi berkorelasi positif dengan besarnya marjin operasional perusahaan. Semakin besar laba operasional, semakin besar pajak yang harus dibayarkan.
Menilik sisi operasional TOBA, perusahaan ini dapat dikatakan semakin efisien. Hal ini dapat dilihat dari marjin operasional yang termasuk tinggi jika dibandingkan perusahaan tambang sejenis.
Di sisi lain, laba operasional ini bergantung pada jumlah biaya yang dikurangi dari total pendapatan perusahaan. Perusahaan yang memiliki biaya semakin kecil (efisien) justru terkena pajak yang semakin besar atau marjin laba operasinya semakin besar.
Grafik: Marjin Perusahaan Batu Bara 2010-15
Sumber: Bareksa.com
Bila dibandingkan dengan perusahaan sejenis--termasuk para pemimpin pasar seperti PT Adaro Energy Tbk, PT Indo Tambangraya Megah Tbk dan PT Harum Energy Tbk--TOBA memiliki marjin laba yang selalu naik dalam lima tahun terakhir. Marjin laba TOBA pada tahun 2015 mencapai 12,13 persen, terbesar kedua setelah Adaro. (kd)