Bareksa.com - Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) kemarin merilis data investasi di Indonesia. Dalam data tersebut, ada capaian yang menarik yakni lonjakan realisasi investasi China sebesar 400 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Ini merupakan sebuah catatan positif karena Negeri Tiongkok itu biasanya hanya menyatakan minat besar, tanpa diiringi dengan realisasi.
Berdasarkan data BKPM, realisasi investasi dari China pada kuartal I-2015 mencapai US$500 juta atau setara Rp6,5 triliun dengan asumsi kurs rupiah Rp13.000 per dolar AS. Nilai tersebut melonjak lima kali lipat dari realisasi pada kuartal I-2014 yang hanya US$100 juta.
Peningkatan realisasi investasi dari China patut diapresiasi karena pada tahun-tahun sebelumnya investasi yang masuk dari Negeri Tirai Bambu selalu jauh dari harapan. Berdasarkan catatan BKPM, realisasi investasi negara tersebut periode 2005 - 2014 hanya sebesar 7 persen dari minat investasi yang masuk setiap tahunnya.
Pada 28 November 2015, melalui kegiatan Indonesia Investment Marketing di Shanghai, BKPM mencatat minat investasi baru dari China sebesar US$1,9 miliar atau setara Rp24,7 triliun. Dengan realisasi sebesar Rp6,5 triliun pada kuartal I-2016, maka hingga saat ini realisasi sudah mencapai angka 26 persen, kontras dengan tahun sebelumnya yang masih di bawah 10 persen.
Grafik: Realisasi Investasi China
sumber: BKPM, diolah Bareksa
Apa yang mendorong peningkatan investasi China di Indonesia?
Menurut kepada BKPM Franky Sibarani, peningkatan realisasi investasi China di Indonesia didorong oleh peningkatan investasi pada pembangunan pemurnian hasil tambang atau smelter. "Beberapa smelter Tiongkok cukup besar pada aktivitas triwulan I-2016," kata Franky di kantor BKPM, Jakarta, Senin 25 April 2016.
Meningkatnya investasi China di bidang pengolahan hasil tambang menandakan perubahan pola hubungan antar kedua negara. Sebelumnya, China merupakan salah satu tujuan utama ekspor hasil tambang mentah dari Indonesia. Periode 2004-2013 ekspor batu bara Indonesia ke China selalu tumbuh dengan rata-rata 80 persen per tahun.
Namun, pada 2014 ekspor batu bara ke China mulai berkurang seiring dengan berlakunya larangan ekspor mineral mentah di Indonesia. Pada saat yang sama, China sendiri terus berupaya mengurangi penggunaan batu bara berkualitas rendah (batu bara yang banyak diimpor dari Indonesia) karena menyebabkan terjadinya pencemaran lingkungan di negara tersebut.
Perubahan kondisi sosial politik di masing-masing negara, menggeser pola hubungan antara Indonesia-China dari sebelumnya berorientasi hanya pada perdagangan (ekspor-impor) menjadi hubungan investasi. Riset Institute of Southeast Asian Studies (ISEAS) yang telah dipublikasi 18 Maret 2016, menyebut bahwa pemerintah dan Investor China menyadari pentingnya investasi pengolahan mineral di Indonesia, untuk mengamankan akses bahan baku dalam jangka panjang.
Grafik: Pertumbuhan Ekspor Batubara Indonesia Ke China
sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Bareksa
Selain itu, perlu diketahui juga bahwa peningkatan realisasi investasi China di Indonesia terjadi saat kondisi perekonomian negara tersebut sedang melambat. Kuartal I-2016 tercatat pertumbuhan ekonomi China hanya 6,7 persen dari kuartal sebelumnya 6,8 persen (terendah sejak 1990). Seiring dengan perlambatan ekonomi, Investasi di negara tersebut menjadi kurang diminati.
Hal ini terlihat dari membengkaknya arus modal keluar (capital outflow). Diberitakan Bloomberg, pada 2015 diperkirakan capital outflow dari China mencapai US$1 triliun, naik tujuh kali lipat dari 2014 sebesar US$134,4 miliar. Ini terjadi didorong terus melambatnya perekonomian dan menurunnya kepercayaan investor kepada Bank Sentral China, yang dianggap buruk dalam mengkomunikasikan kebijakan moneternya.
Kondisi China cukup berbeda dengan Indonesia yang sejak akhir 2015 sudah menunjukan tanda-tanda perbaikan. Pada kuartal IV-2015 pertumbuhan ekonomi Indonesia membaik menjadi 5,04 persen, meningkat dari kuartal sebelumnya sebesar 4,74 persen. Bank Indonesia bahkan memperkirakan pertumbuhan ekonomi akan kembali membaik ke kisaran 5,1 - 5,2 persen.
Grafik: Pertumbuhan Ekonomi China & Indonesia
sumber: Tradingeconomics, diolah Bareksa