Terdorong Net Buy Asing, Harga Saham KLBF Rebound 3,4%

Bareksa • 11 Dec 2015

an image
Pekerja melakukan proses pengemasan obat di pabrik PT Phapros Tbk di Semarang, Jateng, Jumat (20/6) - (ANTARA FOTO/R. Rekotomo)

Analis Deutsche Bank juga menyatakan dampak rencana penurunan harga obat kecil terhadap penjualan dan laba

Bareksa.com - Harga saham PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) mulai berbalik arah. Hingga penutupan perdagangan hari ini (Jumat, 11 Desember 2015) harga saham KLBF naik 3,4 persen menjadi Rp1.225 dari sebelumnya Rp1.185. Padahal dua saham farmasi lainnya, PT Kimia Farma Tbk (KAEF) dan PT Indofarma Tbk (INAF) masih melanjutkan penurunan harga masing-masing 2,3 persen menjadi Rp845 dan 2,5 persen menjadi Rp153.

Grafik: Pergerakan Harga Saham Farmasi Secara Intraday

Sumber; Bareksa.com

Naiknya harga saham KLBF terdorong aksi beli asing (net buy) yang mencapai Rp19,2 miliar. Asing paling banyak masuk saham KLBF melalui broker Kim Eng Securities (ZP) yang membeli sebanyak 161 ribu lot senilai Rp19,6 miliar. Nilai transaksi  oleh ZP setara 16,6 persen dari seluruh saham KLBF yang mencapai Rp118 miliar.

Sementara di posisi kedua, asing banyak membeli saham KLBF melalui broker Merrill Lynch (ML). ML memborong 108 ribu lot saham KLBF senilai Rp13,3 miliar. ML membeli pada harga rata-rata Rp1.220.  Deutsche Bank (DB) juga banyak membeli saham KLBF sebanyak 36,5 ribu lot senilai Rp4,4 miliar.

Berdasarkan laporan keuangan kuartal III-2015, KLBF merupakan perusahaan yang paling sedikit mengandalkan pendapatan dari penjualan obat, yaitu hanya 24 persen. Perusahaan ini lebih banyak mengandalkan segmen distribusi dan penjualan produk-produk nutrisi.

Seiring dengan data tersebut, riset Deutsce Bank yang disampaikan kepada nasabah kemarin menyatakan dampak rencana penurunan obat terhadap KLBF kecil karena porsi obat paten hanya 7 persen dari penjualan dan hanya berkontribusi 9 persen dari laba.

Grafik: Kontribusi Penjualan Obat Terhadap Pendapatan Emiten Farmasi

 

 

Sumber; Bareksa.com

Adapun KAEF merupakan perusahaan yang paling banyak mengandalkan pendapatan dari  penjualan obat. Porsinya mencapai 90 persen. Sementara INAF mendapat kontribusi pendapatan dari penjualan obat sebanyak 59 persen.