Marjin Laba Farmasi Indonesia Rendah, Mungkinkah Harga Obat Turun?

Bareksa • 11 Dec 2015

an image
Pekerja melakukan proses pencetakan obat jenis tablet di pabrik PT Phapros Tbk di Semarang, Jateng, Jumat (20/6) - (ANTARA FOTO/R. Rekotomo)

Saat ini, rata-rata marjin laba perusahaan farmasi Indonesia hanya satu level diatas Malaysia

Bareksa.com - Pemerintah tengah mencari jalan untuk menurunkan harga obat-obatan. Seperti yang dikatakan oleh Sekertaris Kabinet Pramono Anung di Istana Presiden Bogor Selasa 8 Desember 2015, pemerintah memandang bahwa harga produk farmasi Indonesia masih mahal sehingga merugikan masyarakat.

"Harga (obat) farmasi kita sangat mahal. Hal ini menimbulkan dampak atau pun kerugian di masyarakat karena harga obat-obat yang tinggi,” ujar Pramono seperti dikutip dari situs resmi Sekertariat Kabinet Republik Indonesia.

Kenyataannya, industri farmasi di Indonesia memang tidak murah. Berdasarkan data yang diperoleh Bareksa, rata-rata marjin laba yang bisa dicapai perusahaan farmasi Indonesia masih lebih rendah dibanding rata-rata marjin laba perusahaan farmasi di kawasan Asia.

Grafik: Rata-Rata Marjin Laba Perusahaan Farmasi di Sejumlah Negara Asia


sumber: Bareksa

Rata-rata marjin laba perusahaan farmasi Indonesia berada di angka 10,11 persen, kalah dibanding Vietnam yang memiliki rata-rata marjin laba sebesar 11,60 persen, dan China sebesar 14,54 persen. Dari  sembilan negara Asia, Indonesia berada di urutan ke delapan atau hanya unggul dari Malaysia yang memiliki rata-rata marjin 8,80 persen.

Menariknya lagi, perusahaan farmasi BUMN yang selama ini mendapat keuntungan dari hubungan dengan pemerintah justru memiliki marjin lebih tipis daripada perusahaan farmasi swasta. Data menunjukan bahwa marjin PT Kimia Farma Tbk (KAEF) sebesar 8,90 persen sementara dan PT Indofarma Tbk (INAF) hanya 1,71 persen.

Grafik: Marjin Laba Perusahaan Farmasi Indonesia


sumber: Laporan Keuangan, diolah Bareksa

Nilai tersebut kalah jauh jika dibandingkan dengan farmasi swasta seperti PT Merck Tbk (MERK) sebesar 18,55 persen dan PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) sebesar 13,37 persen.

Apa yang membebani perusahaan-perusahaan ini?

Berdasarkan penulusuran Bareksa terhadap tujuh perusahaan farmasi yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI), ternyata bahan baku merupakan salah satu komponen beban terbesar yang ditanggung perusahaan farmasi di Indonesia. Biaya bahan baku pada tiap perusahaan memakan jumlah yang lebih besar ketimbang biaya pabrikasi, yang terdiri atas biaya bahan bakar & tenaga kerja langsung.

Grafik: Biaya Produksi Obat-Obatan


sumber: Laporan Keuangan, diolah Bareksa

Dengan beban bahan baku yang besar, beberapa perusahaan memilih melakukan diversifikasi usaha ke bidang lain untuk mengangkat marjin laba perusahaan. Hal ini dilakukan oleh KLBF dan PT Tempo Scan Pacific Tbk (TSPC) yang memilki lini usaha lain seperti distribusi, produk nutrisi dan juga produk kecantikan.