Bareksa.com - Sektor properti beberapa bulan terakhir diramaikan dengan langkah ekspansi tiga emiten, yakni PT PP Properti Tbk (PPRO), PT Sentul City Tbk (BKSL), serta PT Kawasan Industri Jababeka Tbk (KIJA). Langkah ekspansi tersebut turut membuat perdagangan saham tiga perusahaan ini menjadi lebih aktif.
PPRO yang merupakan perusahaan properti spesialis apartemen berencana menggandeng BKSL dan KIJA yang memiliki persediaan lahan luas. Kerja sama dilakukan dengan membentuk perusahaan patungan (joint venture) dengan pemilik lahan sehingga perseroan tidak perlu membeli lahan tersebut.
Dalam Memorandum of Understanding (MOU) yang ditandatangani kemarin (17/11), PPRO dan KIJA akan membentuk perusahaan patungan atau joint venture untuk membangun proyek apartemen di lahan milik KIJA. Perusahaan patungan ini 55 persen dimiliki PPRO, sementara sisanya 45 persen dimiliki KIJA. Nilai investasi proyek diperkirakan sebesar Rp700 miliar dan akan dibiayai 70 persen dari utang bank dan 30 persen ekuitas perusahaan.
Berdasarkan hitungan Bareksa, untuk membentuk perusahaan patungan ini PPRO hanya perlu mengeluarkan dana kas berkisar Rp115 miliar guna memenuhi kebutuhan ekuitasnya. Sementara itu, menurut Direktur Utama PPRO Taufik Hidayat, proyek apartemen yang akan dikerjakan perusahaan tersebut berpotensi mendatangkan marketing sales yang cukup besar. "Potensi marketing sales dari proyek ini sekitar Rp1 triliun," kata Taufik seperti dikutip dari harian Bisnis Indonesia 18 November 2015.
PPRO sampai dengan November tercatat hanya memiliki lahan seluas 58 hektare, sementara BKSL dan KIJA masing-masing memiliki lahan seluas 3.415 hektare dan 3.053 hektare. Sehingga strategi bisnis seperti ini sangat membantu menyiasati keterbatasan lahan perseroan.
Uniknya dengan cadangan lahan yang sangat terbatas, nilai kapitalisasi pasar PPRO di bursa saham termasuk cukup besar dibanding dua perusahaan properti yang diajak bekerja sama. Data Bloomberg menunjukan bahwa kapitalisasi pasar PPRO sebesar Rp2,6 triliun lebih rendah dari KIJA Rp4,5 triliun, tapi masih lebih tinggi dibanding BKSL Rp2,1 triliun.
Grafik: Kapitalisasi Pasar, dan Kepemilikan Lahan
sumber: Bloomberg, Bareksa
Tingginya kapitalisasi pasar PPRO terjadi karena harga saham per lembar yang lebih tinggi dibanding BKSL. Sampai penutupan sesi I perdagangan hari ini (Rabu, 18/11), PPRO berada di level Rp194 per saham, BKSL di level Rp69 dan KIJA di Rp217.
PPRO sebagai perusahaan yang belum lama berdiri memang menawarkan pertumbuhan lebih menarik ketimbang dua calon rekanannya. Laporan keuangan per Juni 2015 menunjukan bahwa perseroan mampu menumbuhkan laba hampir 10 kali lipat menjadi Rp142 miliar dari sebelumnya hanya Rp15 miliar. Sementara KIJA mengalami penurunan laba 40 persen menjadi Rp249 miliar dan BKSL masih mencatat rugi sebesar Rp62 miliar.
Grafik: Pertumbuhan Laba
sumber: Bareksa
Di bursa saham, perdagangan saham PPRO terlihat lebih unggul sejak pertengahan Oktober lalu seiring dengan munculnya rencana kerja sama dengan beberapa perusahaan properti pemilik lahan. Pada Agustus sampai pertengahan Oktober, rata-rata PPRO diperdagangkan sebanyak 39 juta lembar per hari, sementara sejak pertengahan Oktober sampai hari ini, PPRO diperdagangkan rata-rata 200 juta lembar per hari. Jumlah tersebut mengalahkan BKSL dan KIJA yang masing-masing diperdagangkan 37 dan 60 juta lembar.
Grafik: Volume Perdagangan PPRO, BKSL & KIJA
sumber: BEI, Bareksa
Padahal, jumlah saham PPRO yang dipegang oleh masyarakat (Free Float) paling kecil dibanding dua perusahaan lainnya. Data Bareksa menunjukan free float saham PPRO hanya sebesar 34,9 persen, sementara BKSL dan KIJA masing-masing 67 persen dan 80 persen.