Besarnya Transfer Daerah dan Dana Desa Perbesar Risiko Realiasi Pembangunan

Bareksa • 03 Nov 2015

an image
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro (kanan) mengikuti Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR RI di Komplesk parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (8/9). Rapat tersebut membahas Kebijakan Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus RAPBN TA 2016. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A./pd/15

DPR telah menyetujui RUU APBN 2016 pada hari Jumat, 30 Oktober 2015.

Bareksa.com - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bersama pemerintah telah menyetujui penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2016. UU APBN telah disetujui pada Jumat, 30 Oktober 2015 dalam sidang Paripurna DPR.

Total pengeluaran APBN 2016 dipotong menjadi Rp2.095,7 triliun dari sebelumnya Rp2.121,3 triliun dalam RAPBN 2016. Pemotongan tersebut berasal dari dua sektor utama, yakni subisidi dan juga dana transfer daerah.

Subsidi listrik dipotong menjadi Rp38,4 triliun dari sebelumnya Rp50 triliun. Subsidi bahan bakar minyak (BBM) juga menjadi Rp63,7 triliun atau turun Rp7,3 triliun dari asumsi sebelumnya karena adanya penurunan harga minyak mentah. Dana transfer ke daerah dari pemerintah pusat juga berkurang menjadi Rp723,7 triliun dari sebelumnya Rp735,2 triliun.

Riset Mandiri Sekuritas yang didistribusikan kepada nasabahnya, Selasa 3 November 2015 menyebutkan ada dua perubahan dalam APBN 2015 dan 2016. Perbedaan paling mendasar ada pada desentralisasi fiskal.

Pemerintah pusat ingin meningkatkan partisipasi daerah, terutama di bidang pembangunan infrastruktur. Hal ini tercermin dari tingginya alokasi dana daerah dan desa menjadi Rp723,2 triliun dan Rp47 triliun dalam APBN 2016 dari sebelumnya Rp643,8 triliun dan Rp20,8 triliun dalam APBNP 2015.

Selain itu, alokasi anggaran di dua kementerian infrastruktur terbesar, yakni Kementerian Perhubungan dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat semakin dikurangi.

Anggaran Belanja Kementerian dalam APBN 2016

Sumber: Mandiri Sekuritas

Pemerintah juga memutuskan menaikkan tarif dasar listrik, dengan cara mengurangi subsidi listrik sebesar 48 persen menjadi Rp38,4 triliun dari sebelumnya Rp73,1 triliun dalam APBNP 2015.

Penyertaan Modal Negara (PMN) hingga saat ini masih ditangguhkan dalam APBN 2016. DPR menilai serapan anggaran PMN tidak terlalu menggembirakan dan tidak cukup mendatangkan kebaikan bagi negara. BUMN yang akan menerima PMN paling tinggi adalah PT PLN (Rp10 triliun), PT Wijaya Karya Tbk (Rp4 triliun), dan PT Hutama Karya (Rp3 triliun).(baca juga: PMN 2016 Ditolak DPR, Waskita Tetap Kontraktor BUMN Terkuat)

10 BUMN Penerima PMN Terbanyak

Sumber: Mandiri Sekuritas

Chief Economist Mandiri Sekuritas Aldian Taloputra menyatakan anggaran 2016 masih cukup menantang walaupun ada perubahan. Target pendapatan pajak pun masih cukup tinggi.

Jika dihitung dari APBNP 2015 memang kenaikannya hanya 3,9 persen. Namun, target pajak 2016 lebih tinggi 32 persen dari estimasi Mandiri Sekuritas yang memperkirakan hanya akan bertumbuh sekitar dua persen.

Dengan demikian implementasi program reformasi pajak dan juga kebijakan tax amnesty akan menjadi kunci sukses untuk mencapai target tinggi ini.

Selain itu, desentralisasi dana pembangunan juga diperkirakan akan sangat berisiko. Pasalnya, sumber daya di setiap daerah berbeda-beda. "Kami percaya desentralisasi pembangunan infrastruktur akan memunculkan beberapa risiko dalam realisasinya.”

Dana Desa dan Transfer ke Daerah

Sumber: Mandiri Sekuritas