Bareksa.com - Setelah lama meredup kabar perubahan batasan harga properti tergolong mewah kembali mencuat. Kabar tersebut keluar setelah pemerintah mengumumkan paket kebijakan ekonomi tahap I pada Rabu, 9 September 2015.
Suhasil Nazara, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF), seperti dikutip dari harian Kontan 15 September 2015 mengatakan BKF akan mendiskusikan kembali mengenai batasan harga properti mewah yang dikenakan pajak penjualan barang mewah (PPnBM) sebesar 20 persen.
Menurut Suhasil, batasan yang kini dibahas berkisar antara Rp2 - 3 miliar, turun dari batasan yang telah ditetapkan sebelumnya Rp5 miliar.
Jika perubahan ini diberlakukan, hunian seharga Rp2 - 3 miliar digolongkan sebagai hunian mewah dan dikenakan PPnBM 20 persen. Revisi aturan batas harga hunian mewah itu ditargetkan selesai September ini.
Andy Lesmana, analis Macquarie Capital dalam riset yang diterima Bareksa kemarin (15/9) menyebutkan bahwa perubahan batasan harga rumah mewah bisa berdampak negatif terhadap sektor properti, terutama bagi perusahaan dengan target pasar menengah ke atas. Menurut Andy, perusahaan seperti PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE), PT Pakuwon Jati Tbk (PWON), dan PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR) masuk dalam kategori tersebut.
BSDE merupakan pengembang besar dengan beberapa proyek di antaranya BSD City Tangerang, Kota Wisata Cibubur, dan Grand Wisata Bekasi. Sementara PT Pakuwon Jati Tbk menjual sejumlah kondominium di Kota Kasablanka Jakarta, Gandaria City, dan juga Tunjungan City Surabaya. LPKR memiliki beberapa hunian kelas menengah ke atas di antaranya Kemang Village dan St. Moritz.
Tapi, menurut Andy, dampak perubahan aturan pajak dapat diminimalisir jika perusahaan memiliki pendapatan berulang (recurring income) yang cukup besar. Dapat diketahui bahwa sejumlah perusahaan properti beberapa tahun terakhir banyak mengembangkan porsi pendapatan berulang untuk mengimbangi porsi penjualan. Contohnya, BSDE yang mengakuisisi Plaza Indonesia dan Epicentrum Walk pada 2014.
Dari data laporan keuangan semester I-2015, porsi pendapatan berulang BSDE dan perusahaan properti lainnya PT Alam Sutera Realty Tbk (ASRI) lebih kecil dibanding beberapa perusahaan lainnya. Kontribusi pendapatan berulang BSDE dan ASRI masing-masing 16 persen dan 10 persen. Sementara LPKR dan PWON memiliki recurring income lebih besar masing-masing 56 persen dan 46 persen.
Grafik: Pendapatan Berulang Perusahaan Properti
sumber: Perusahaan, diolah Bareksa
Sementara itu, pelaku pasar di pasar saham tampaknya tidak merespon negatif rencana pemerintah mengubah batasan harga rumah mewah yang terkena pajak. Indeks saham properti hari ini (Rabu, 16 September 2015) pada penutupan sesi I masih menguat 0,56 persen ke level 447,6 dari sebelumnya 445,1. Penguatan indeks properti hari ini melawan negatifnya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang turun tipis 0,16 persen ke 4.340.