Bareksa.com - Pemerintah berencana menurunkan harga gas untuk mendorong industri dalam negeri. Harga saham PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) langsung ambrol 11 persen pada Senin (7/9). Kebijakan ini dinilai bisa menekan kinerja perusahaan distribusi gas BUMN tersebut. Padahal PGAS sendiri masih memiliki beban utang yang cukup besar.
Berdasarkan laporan keuangan, utang PGAS pada semester I- 2015 mencapai 75 persen dari ekuitas perusahaan. Mengutip catatan atas laporan keuangan Juni 2015, PGAS memiliki pinjaman jangka panjang sebesar $795 juta dan utang obligasi sebesar $1,33 miliar, sehingga total utang perusahaan mencapai $2,1 miliar.
Rentang waktu jatuh tempo utang PGAS antara 2017 - 2043. Tapi, sebagian besar harus dibayar dalam kurun waktu 10 tahun ke depan. Laporan keuangan perusahaan mencatat utang jatuh tempo yang harus dibayar sampai 2024 mencapai $1,7 miliar. Jumlah tersebut dapat dikatakan cukup besar karena lebih besar dari rata-rata kas perusahaan dalam 5 tahun terakhir, yakni sebesar $1,35 miliar.
Tabel: Daftar Utang PGAS
Sumber: Laporan Keuangan, diolah Bareksa
Pemangkasan harga gas yang direncanakan pemerintah berpotensi menekan marjin laba perusahaan. Sementara sebelumnya, marjin laba PGAS sudah ditekan oleh penerbitan obligasi senilai $1,33 miliar. Obligasi tersebut memiliki tingkat bunga sebesar 5,125 persen per tahun. Artinya perusahaan harus membayar bunga sebesar $69 juta setiap tahun sampai dengan jatuh tempo pada 2024.
Padahal, rata-rata beban keuangan perusahaan sebelum obligasi ini diterbitkan hanya $20 juta per tahun. Sehingga utang obligasi yang diterbitkan perusahaan pada 2014 sudah cukup menggerus marjin perusahaan. (Baca juga: Margin PGAS Diproyeksikan Turun Jadi 14,5%-4,86% Jika Harga Gas Diturunkan)