MARKET FLASH: China Kucurkan Pinjaman Rp73,5 T Ke Konsorsium WIKA
Rights issue HMSP diserap institusi; target laba BUMN meleset
Rights issue HMSP diserap institusi; target laba BUMN meleset
Bareksa.com - Berikut sejumlah berita korporasi dan pasar modal yang dirangkum dari surat kabar nasional:
Konsorsium Kereta Cepat
China Development Bank, lembaga keuangan asal China, diperkirakan mengucurkan pinjaman senilai US$5 miliar atau setara Rp73,45 triliun untuk mendanai proyek kereta cepat Jakarta-Bandung yang bakal digarap oleh konsorsium BUMN dan konsorsium China. Konsorsium BUMN itu dipimpin oleh PT Wijaya Karya (Persero) Tbk., dan beranggotakan PT Jasa Marga (Persero) Tbk., PT Kereta Api Indonesia (Persero), dan PT Perkebunan Nusantara VIII. Sementara itu, konsorsium China dipimpin oleh China Railway Construction Corporation Ltd.
Promo Terbaru di Bareksa
Direktur Utama Wijaya Karya Bintang Perbowo mengatakan proyek tersebut bakal didanai oleh pinjaman dan ekuitas. Menurutnya, nilai ekuitas untuk proyek tersebut sekitar Rp10 triliun. Sisanya, bakal dipenuhi oleh pinjaman CDB. Bintang mengatakan proses pembangunan proyek itu diperkirakan mencapai tiga tahun. BUMN lainnya seperti Jasa Marga, Kereta Api Indonesia, dan PTPN VIII, bakal menyediakan tanah yang dimilikinya untuk keperluan proyek cepat tersebut.
Target Laba BUMN
Total laba bersih 17 BUMN yang telah melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun ini diperkirakan meleset dari target yang telah ditetapkan pada tahun ini. Berdasarkan dokumen Kementerian BUMN yang disampaikan kepada Komisi VI DPR, laba bersih yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk 17 BUMN go-public diperkirakan mencapai Rp87,03 triliun pada 2015 atau sekitar 91 persen dari target Rp95,23 triliun yang ditetapkan pada awal tahun ini.
Perkiraan pencapaian laba BUMN go-public itu lebih tinggi dibandingkan dengan perkiraan pencapaian laba bersih 50 BUMN yang belum melantai di pasar modal sebesar Rp54,52 triliun. Pada awal tahun ini, perkiraan nilai laba itu mencapai Rp69,57 triliun. Menteri BUMN Rini Soemarno menyatakan target laba BUMN secara keseluruhan pada tahun ini mencapai Rp165,4 triliun. Berdasarkan prognosa, total laba BUMN tahun ini hanya mencapai Rp141,5 triliun.
PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF)
INDF bakal melakukan hedging atas setidaknya 20 persen utang valas dari totalnya US$1,2 miliar pada kuartal IV/2015, atau sekitar US$240 juta. Saat ini, perusahaan milik Grup Salim itu tidak melaksanakan lindung nilai sama sekali.
Rencana tersebut dilakukan terkait Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.16/21/PBI/2014 tentang Penerapan Prinsip Kehati-hatian dalam Pengelolaan Utang Luar Negeri Korporasi Nonbank. Direktur INDF Werianty Setiawan mengatakan juga mengkaji opsi lain seperti mengonversi utang-utang tersebut ke dalam rupiah. Produsen makanan tersebut menyatakan utang valas itu diperoleh dari induk usaha.
PT Salim Ivomas Pratama Tbk (SIMP)
SIMP akan membangun dua pabrik kelapa sawit dengan investasi sekitar Rp400 miliar pada tahun depan. Direktur SIMP Johnny Ponto mengatakan kedua pabrik kelapa sawit (PKS) tersebut akan dibangun di Kalimantan Tengah. Satu pabrik kemungkinan paling cepat mulai dibangun pada akhir tahun ini. Satu pabrik lainnya akan dibangun pada awal tahun depan. Kemungkinan kedua pabrik tersebut akan beroperasi pada 2017-2018.
Secara lebih terperinci, pabrik pertama akan dibangun dengan kapasitas 40 ton tandan buah segar (TBS) per jam. Kapasitas pabrik kedua akan dikembangkan dengan besaran serupa, dan berpeluang untuk diperbesar hingga mencapai kapasitas maksimal 80 ton TBS per jam.
PT Kimia Farma Tbk (KAEF)
Kendati izin produksi untuk pabrik garam farmasi tahap I belum turun, KAEF tetap akan merealisasikan pembangunan pabrik tahap II awal 2016. Direktur Utama Kimia Farma Rusdi Rosman mengatakan tender pabrik tahap II di lokasi yang sama, yakni Watudakon, Jombang, Jawa Timur, akan dibuka Januari tahun depan.
Proses itu diharapkan selesai paling lama dua bulan sehingga konstruksi dapat dimulai Maret. Emiten farmasi pelat merah itu sampai kini masih menunggu izin Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) terbit. Semula, perseroan yakin operasi bisa berjalan Oktober, dengan catatan izin dari BPOM sudah dikantongi sejak bulan lalu.
PT XL Axiata Tbk (EXCL)
EXCL mengantisipasi membengkaknya utang dalam dolar AS, akibat pelemahan rupiah. Makanya, emiten telekomunikasi ini merestrukturisasi utang senilai US$ 220 juta yang dilakukan dalam dua rangkaian. Pertama, mengubah pinjaman berdenominasi dollar senilai US$ 180 juta menjadi dalam satuan rupiah. Pinjaman tersebut dari Bank Tokyo-Mitsubishi UFJ Ltd.
Kedua, EXCL mempercepat pelunasan pinjaman senilai US$ 50 juta ke United Overseas Bank Limited (UOB). Asal tahu saja, perusahaan memiliki utang jangka panjang sejumlah US$ 432 juta kepada Tokyo-Mitsubishi UFJ dan utang jangka panjang kepada UOB mencapai US$ 200 juta.
PT Sentul City Tbk (BKSL)
Kinerja keuangan BKSL di semester pertama tahun ini masih jeblok. Mengutip laporan keuangan semester I 2015, BKSL mencatatkan rugi bersih sebesar Rp 68,6 miliar, melonjak dibandingkan Rp 18,8 miliar pada periode sama tahun lalu. Semakin memburuknya bottom line pengembang kawasan Sentul ini lantaran pendapatan menyusut. Di saat yang sama, beban yang harus ditanggung menanjak. Ditambah lagi ada kerugian di entitas asosiasi serta meningkatnya beban operasi lain.
Di semester I 2015, pendapatan BKSL menyusut 8,5 persen menjadi Rp 282,1 miliar. Sementara beban pokok pendapatan justru meningkat 18 persen menjadi Rp 157 miliar. Alhasil, laba kotor turun 29 persen menjadi Rp 124,6 miliar. Beban operasional lain BKSL juga meningkat, dari Rp 29 miliar menjadi Rp 75 miliar di semester I 2015.
PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk (HMSP)
Rencana penawaran umum terbatas (PUT) dengan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) alias rights issue HMSP mengerucut. Produsen rokok ini akhirnya menetapkan harga rights issue Rp 77.000 per saham. Total kopral, nilai rights issue HMSP akan mencapai Rp 20,61 triliun. Harga Rp 77.000 ini lebih tinggi 1,34 persen dari penutupan harga saham perseroan di level Rp 75.795 per saham pada 30 September 2015, kata Direktur HMSP Yos Adiguna Ginting dalam pernyataan resmi, Kamis (1/10). Harga rights issue tersebut berada di batas atas penawaran HMSP, yakni Rp 65.000 sampai Rp 77.000.
Namun rentang harga tersebut revisi dari harga penawaran HMSP awal di kisaran Rp 63.000 sampai Rp 99.000. Yos menjelaskan, pemegang saham HMSP, yakni PT Philip Morris Indonesia tidak akan mengeksekusi seluruh haknya. Nanti, Philip Morris Indonesia hanya akan mengambil 600.640 HMETD. Adapun 264,21 juta HMETD yang juga menjadi hak Philip Morris Indonesia akan dijual kepada investor institusional. (np)
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Tetap Syariah | 1.380,2 | 1,09% | 5,00% | 7,35% | 8,50% | 19,34% | - |
Trimegah Dana Obligasi Nusantara | 1.090,33 | 0,49% | 5,21% | 6,68% | 7,14% | 2,71% | - |
Capital Fixed Income Fund | 1.838,73 | 0,53% | 3,93% | 6,33% | 7,43% | 17,20% | 39,76% |
STAR Stable Amanah Sukuk | 1.075,71 | 0,66% | 3,97% | 6,69% | - | - | - |
Insight Renewable Energy Fund | 2.259,31 | 0,74% | 3,72% | 6,02% | 7,00% | 19,69% | 35,52% |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.