Yuan Jadi Mata Uang Global, Rupiah Bakal Semakin Terpuruk?
Rupiah sudah terdepresiasi sejak 2011 meski secara teknis masih kuat

Rupiah sudah terdepresiasi sejak 2011 meski secara teknis masih kuat
Bareksa.com - Pemerintah Amerika Serikat (AS) memberikan dukungan agar mata uang China, renminbi menjadi mata uang global setelah Dana Moneter Internasional (IMF) mengkaji kemungkinan tersebut. Analis menilai kemungkinan Renminbi menjadi mata uang global memberi dampak yang tidak sederhana terhadap mata uang rupiah.
Seperti dikutip dari Bloomberg, IMF saat ini sedang dalam peninjauan apakah Renminbi—satuan mata uangnya adalah Yuan-- bisa dimasukan ke dalam Special Drawing Right (SDR), kelompok mata uang yang digunakan oleh peminjam internasional sebagai alat pembayaran. Dewan eksekutif IMF akan membuat keputusan pada November 2015, di mana persetujuan membutuhkan setidaknya 70 persen suara dewan dan AS memiliki sekitar 17 persen suara.
Head of Research Buana Capital Suria Dharma menilai kemungkinan besar hal itu dapat terjadi karena Amerika Serikat akan suka kalau Renminbi menjadi mata uang global. Bila Renminbi menjadi mata uang global, maka otomatis Yuan akan menguat. "Jadi, saat the Fed menaikkan suku bunga dan dolar akan menguat, Yuan juga akan menguat. Akan ada keseimbangan," ujarnya ketika dihubungi Bareksa.com pada Senin (28/9).
Promo Terbaru di Bareksa
Sementara itu, Lanang Trihardian, Investment Analyst dari Syailendra Capital, menjelaskan kemungkinan Renminbi akan menjadi mata uang global tidak akan terjadi dalam waktu dekat. Pasalnya, ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi, termasuk bebas dari kendali pemerintah. "Renminbi masih dikontrol oleh pemerintah China dan belum diperdagangkan bebas. Devaluasi juga salah satu bentuk kontrol."
Selain itu, dia menjelaskan bahwa sebuah mata uang tidak akan serta merta menguat hanya karena dijadikan mata uang global. Permintaan terhadap Renminbi mungkin naik, tetapi nilainya belum tentu naik karena ada faktor lainnya, yaitu fundamental ekonomi China. "Bila ekonomi menguat, Renminbi juga akan menguat. Saat ini, pertumbuhan ekonomi China masih di kisaran 7 persen, yang masih dibilang lesu. Bila ekonominya sudah tumbuh di atas 8 persen, secara teori mata uangnya juga ikut menguat.”
Depresiasi Rupiah
Suria menilai bahwa dampak penggunaan Renminbi sebagai mata uang global tidak akan terasa di Indonesia secara langsung. Bahkan, dampaknya akan sulit diprediksi karena saat the Fed akan menaikkan suku bunga, rupiah melemah. Di sisi lain, Renminbi juga menguat. "Posisi Indonesia kejepit. Ini agak kompleks. Indonesia sebenarnya juga tidak ingin dolar menguat tetapi pasti akan terjadi. Hal ini membuat keadaan semakin tidak menentu," katanya.
Dia pun melanjutkan bahwa dengan tekanan global semacam ini, sulit untuk menjaga nilai tukar rupiah. Menurut dia, utang luar negeri terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) saat ini relatif sama dengan kondisi 2008. Akan tetapi, nilainya (value) sudah menjadi dua kali lipat. Selain itu, utang luar negeri jangka pendek sebagian besar terdiri dari utang swasta yang lebih sulit dimonitor. "Oleh sebab itu, sulit untuk menjaga rupiah saat ini."
Lanang juga menilai tidak mudah melihat dampak penerapan Renminbi sebagai mata uang global, kalaupun itu benar terjadi. "Susah ditebak. Mungkin tidak akan signifikan. Tetapi selama Indonesia menjadi net importir dari China dan saat yuan menguat, dampaknya akan negatif buat kita (Indonesia)."
Nilai tukar rupiah sudah mencapai Rp14.697 per dolar AS di pasar spot hari ini (Senin, 28 September 2015), melemah 0,03 persen dari penutupan akhir pekan lalu. Nilai tukar rupiah yang semakin melemah ini mendekati level Rp15.000 per dolar AS, terendah sejak 17 tahun ketika krisis moneter 1998.
Grafik Pergerakan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar AS

Sumber: Bareksa.com
Ekonom Universitas Indonesia Faisal Basri menilai bahwa secara teknis nilai tukar rupiah tidak separah saat ini. Pelemahan rupiah sudah terjadi sejak awal Agustus 2011. Faisal menilai sejak Desember 2014 sebenarnya cukup banyak faktor yang berpotensi mengurangi tekanan terhadap rupiah, salah satunya harga minyak.
Faisal menjelaskan impor minyak selalu menjadi sebab utama kemerosotan rupiah sejak 2011. Namun, selama Januari hingga Mei 2015, impor minyak justru turun tajam sebesar 51 persen. Penurunan impor tidak hanya dari segi nilai tetapi juga dari segi volume. Dengan demikian, transaksi perdagangan luar negeri Indonesia kembali surplus.
Selain itu, dia melihat perdagangan jasa juga mengalami perbaikan. Defisit perdagangan jasa juga menciut menjadi hanya US$1,8 miliar pada kuartal pertama 2015, dibanding sebelumnya di kisaran US$2,5 miliar. Oleh sebab itu, defisit transaksi berjalan (current account) pada triwulan I-2015 membaik menjadi hanya 1,8 persen PDB dibanding 2,9 persen PDB pada 2014.
Defisit current account ditutupi oleh surplus lalu lintas modal dalam bentuk penanaman modal asing langsung (FDI) maupun portofolio. Dengan demikian, neraca pembayaran terus mencatatkan surplus, sehingga cadangan devisa juga masih menikmati surplus. "Karena itu seharusnya secara teknis, rupiah tidak mengalami pelemahan berkelanjutan," tulis Faisal dalam blognya Faisalbasri01.wordpress.com.
Faisal pun menduga depresiasi rupiah disebabkan para pemiliki dolar tidak segera menukarkan mata uang asing yang mereka pegang karena ingin berjaga-jaga. Pemilik dolar khawatir merugi kalau nanti mereka membutuh Greenback—sebutan untuk dolar-- harus membeli dengan kurs yang lebih tinggi lagi. "Masyarakat maupun pebisnis tak berhasil diyakinkan oleh pemerintah dan BI. Ada semacam krisis kepercayaan dan tergerusnya trust terhadap pemerintah dan BI," tulisnya.
Menurut dia, hal itu mengakibatkan pasokan dolar AS di pasar valuta asing tidak meningkat. Apalagi mengingat volume transaksi di pasar valuta asing sangat tipis, sekitar US$2 miliar saja dalam sehari.
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
| Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
|---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Obligasi Nusantara autodebet | 1.201,44 | ||||||
STAR Stable Amanah Sukuk autodebet | 1.181,6 | - | - | ||||
Syailendra Sharia Fixed Income Fund Kelas A | 1.152,06 | - | - | ||||
Eastspring Syariah Mixed Asset Fund Kelas A | 1.047,01 | - | - | - | - | - |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.