MARKET FLASH: Kekayaan Konglomerat Turun; AMRT Siapkan Strategi Jaga Ritel
Emiten siap hedging; DOID optimis dua kontrak baru dorong produksi
Emiten siap hedging; DOID optimis dua kontrak baru dorong produksi
Bareksa.com - Berikut sejumlah berita korporasi dan pasar modal yang dirangkum dari surat kabar nasional:
Kekayaan Konglomerat
Perlambatan ekonomi dan jebloknya kinerja IHSG sejak awal tahun ini membuat kekayaan konglomerat di Indonesia juga turut anjlok. Kekayaan para taipan di Tanah Air turun akibat melorotnya kapitalisasi pasar perusahaan-perusahaan mereka yang telah tercatat di pasar modal. Menukil data realtime milik majalah Forbes, total kekayaan 15 konglomerat Indonesia anjlok Rp69,2 triliun sejak awal tahun ini. Per akhir pekan lalu, kekayaan 15 konglomerat negeri ini mencapai US$42,21 miliar setara dengan Rp590,94 triliun (Kurs Rp14.000 per dolar AS ). Kekayaan para konglomerat itu turun 10,48 persen dari awal tahun senilai US$47,15 miliar. Hanya dua dari 15 miliarder Indonesia yang kekayaannya mengalami peningkatan, yaitu pemilik CT Corpora Chairul Tanjung dan Murdaya Poo sebagai pengendali Central Cipta Murdaya.
Promo Terbaru di Bareksa
PT Berau Coal Energy Tbk (BRAU)
BRAU mencatatkan rugi tahun berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sepanjang 2014 senilai US$93,69 juta, berkurang dari periode sama tahun sebelumnya US$173,16 juta. Dalam laporan keuangan tahunan 2014 yang dirilis akhir pekan lalu, perusahaan batu bara itu membukukan penjualan US$1,36 miliar atau turun 4,09 persen secara year-on-year. Posisi rugi berhasil ditekan dengan memangkas pos beban.
Beban pokok penjualan perseroan susut 0,83 persen dari US$1,1 miliar menjadi US$1,09 miliar. Sementara itu, beban usaha terpangkas 3,6 persen dari US$128,23 juta menjadi US$123,61 juta. BRAU tengah melakukan kajian untuk merestrukturisasi utang senilai total US$950 juta. Direktur Utama Berau Fuganto Widjaja menyatakan sedang melakukan audit atas kondisi keuangan dan operasional perusahaan.
Emiten Siap Hedging
Sejumlah emiten yang masuk dalam daftar emiten rentan versi Morgan Stanley mengklaim telah mengantisipasi risiko pelemahan nilai tukar rupiah melalui mekanisme hedging. Hal ini sekaligus menanggapi hasil riset perusahaan jasa keuangan multinasional dengan aset kelolaan terbesar kedua di dunia itu versi Scorpio Partnership. Sebagai contoh, emiten properti PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR) menyampaikan risiko kurs cukup terkelola karena perseroan telah melakukan lindung nilai (hedging) terhadap seluruh utang berdenominasi valuta asing hingga Rp13.500 per dolar AS.
Sejumlah emiten lain di Tanah Air juga masuk ke dalam daftar paling berisiko di ASEAN yakni PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG), PT MNC Sky Vision Tbk (MSKY), PT Sarana Menara Nusantara Tbk (TOWR), dan PT XL Axiata Tbk (EXCL). Selain itu, PT Indosat Tbk (ISAT), PT Alam Sutera Realty Tbk (ASRI), PT Global Mediacom Tbk (BMTR), PT Pakuwon Jati Tbk (PWON), dan PT Media Nusantara Citra Tbk (MNCN) juga masuk ke daftar tersebut.
Rencana IPO
Gejolak di pasar modal tak membuat sejumlah perusahaan, yang siap melantai di bursa dan menerbitkan obligasi, membatalkan rencananya. Samsul Hidayat, Direktur Penilaian Bursa Efek Indonesia mengatakan saat ini terdapat sejumlah perusahaan di pipeline penawaran umum perdana (initial public offering/IPO). Mereka adalah PT Victoria Insurance, PT Internux, PT Vallianz Offshore Maritim, PT Mitra Komunikasi Nusantara, dan PT Ciputra Residence. Terakhir, ada Kino Corporation yang akan berencana akan IPO juga meski hingga saat ini belum memasukkan dokumennya. Diperkirakan, Kino Corporation akan menggunakan laporan keuangan Juni 2015 untuk pricing.
PT Metropolitan Land Tbk (MTLA)
MTLA telah merealisasikan perolehan pendapatan prapenjualan (marketing sales) termasuk pendapatan berkelanjutan (recurring income) hingga Juli mencapai 44,5 persen dari target yang ditetapkan. Direktur dan Corporate Secretary Metropolitan Land Olivia Surodjo mengatakan perolehan pendapatan dari penjualan senilai Rp370 miliar dan sisanya Rp203 miliar diperoleh dari pengoperasian pusat perbelanjaan. Kondisi tahun ini memang tidak seperti yang diharapkan termasuk kondisi makro yang ternyata di luar prediksi awal.
PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (AMRT)
AMRT menyiapkan amunisi untuk menangkal perlambatan pertumbuhan ekonomi yang menyerang bisnis ritel tahun ini. Langkah ini sekaligus untuk menjaga pertumbuhan bisnis ritelnya agar tetap positif. A. Hans Prawira, Presiden Direktur PT Sumber Alfaria Trijaya mengatakan, untuk menghadapi pelemahan daya beli, AMRT siapkan beberapa strategi. Antara lain dengan mengerek harga jual, menambah jumlah gerai, dan menggunakan teknologi informasi (TI) serta optimalkan lini bisnis di luar negeri.
Khusus untuk harga, AMRT siap mengerek harga antara 4 - 10 persen pada semester II-2015. Pasalnya, para pemasok juga sudah mewanti-wanti akan menaikkan harga. Sejatinya, produk yang dijajakan di gerai Sumber Alfaria, seperti minimarket Alfamart tidak ada yang diimpor. Namun ada barang lokal yang memiliki kandungan bahan baku impor sehingga terimbas pelemahan rupiah.
PT Delta Dunia Makmur Tbk (DOID)
DOID, lewat anak usahanya di sektor jasa tambang yakni PT Bukit Makmur Mandiri Utama (BUMA) optimistis, akhir tahun ini bisa memproduksi batu bara dari dua kontrak barunya. Dua kontrak baru tahun ini adalah dengan PT Sungai Danau Jaya (SDJ) milik Geo Energy Resources Ltd. Target dari jasa tambang di sana produksi sebesar 130 juta bank cubic meter (bcm) yakni pengupasan lapisan tanah (overburden removal), serta 43 juta ton batu bara sampai tahun 2023 mendatang. Adapun nilai kontrak dengan SDJ lebih dari US$ 300 juta.
Kedua, kontrak dengan PT Tadjahan Antang (TAM) produksi 45 juta bank cubic meter (BCM) overburden dan 8 juta ton batu bara selama tiga tahun ke depan. Meski begitu, Sekretaris Perusahaan DOID Errinto Pardede efek dua kontrak tersebut baru itu baru terasa pada kinerja keuangan Delta Dunia pada tahun depan. Tahun ini, perusahaan menargetkan produksi overburden sekitar 270 juta bcm dan 33 juta ton batu bara.
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A | 1.385,82 | 0,23% | 4,09% | 7,79% | 8,03% | 19,38% | 38,35% |
Trimegah Dana Obligasi Nusantara | 1.095,66 | 0,21% | 4,11% | 7,21% | 7,45% | 2,88% | - |
STAR Stable Amanah Sukuk autodebet | 1.085,69 | 0,58% | 3,99% | 7,68% | 7,82% | - | - |
Capital Fixed Income Fund autodebet | 1.854,91 | 0,57% | 3,86% | 7,26% | 7,40% | 17,49% | 40,87% |
Insight Renewable Energy Fund | 2.289,21 | 0,83% | 4,10% | 7,42% | 7,55% | 19,87% | 35,83% |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.