Bareksa.com - Belum genap seminggu menjabat sebagai Menteri Koordinator Kemaritiman, Rizal Ramli sudah membuat sejumlah kontroversi. Pada hari pertama menjabat, dia mengeluarkan pendapat bahwa PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) perlu membatalkan pembelian 30 unit pesawat Airbus A350.
Pada hari yang sama, Rizal kembali menuai kontroversi lantaran mengecam pembangunan proyek pembangkit listrik 35.000 MW tidak realistis. Padahal proyek itu sudah jadi rencana kerja pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Kegaduhan ini luas disayangkan, karena sebagai seorang Menko, Rizal malah melontarkan kritik terhadap anggota kabinet yang berada di luar wilayahnya, bahkan belakangan juga sampai menantang Wapres segala untuk debat terbuka.
Terlepas dari benar tidaknya kritik Rizal itu, mari kita susuri data-data kinerja Garuda.
Pada 15 Juli 2015 Garuda menandatangani letter of intent (surat pernyatan ketertarikan) dengan Airbus ihwal rencana pembelian 30 unit pesawat berbadan lebar A350 XWB. Untuk mendanai pembelian itu, Garuda bakal memanfaatkan komitmen pendanaan $4,5 miliar dari Bank Of China (BOC) Aviation. (Baca juga: Beli Pesawat Garuda Raih $4,5 Miliar dari BOC Aviation, Kuatkah Rasio Utangnya?)
Pesawat berbadan besar seperti Airbus A350 XWB memang diperlukan oleh maskapai kelas internasional seperti Garuda yang mulai melayani penerbangan jarak jauh. Sebabnya, jumlah penumpang untuk rute penerbangan jarak jauh memiliki pertumbuhan tinggi.
Pada 2014, pasar Garuda di Australia bertumbuh 26 persen, diikuti dengan pasar Eropa yang membubung 21 persen, dan Korea Jepang naik 15 persen. Sementara itu, pasar kawasan ASEAN sendiri hanya meningkat sebesar 0,4 persen pada periode yang sama. Hal ini didukung dengan perkembangan tingkat kunjungan turis asal wilayah tersebut.
Data operasional GIAA semester I 2015 menunjukkan jumlah penumpang penerbangan internasional meningkat 13,4 persen, mendorong nilai pendapatan per kilometer naik 11,6 persen dari sebelumnya. Tapi di sisi lain, frekuensi penerbangan menurun 2,8 persen -- menunjukkan adanya efisiensi dari penggunaan pesawat berbadan lebar yang memiliki kapasitas besar.
Grafik: Operasional Penerbangan Internasional Garuda
Sumber: Bareksa, diolah dari presentasi perusahaan
Selain itu, penting untuk diketahui bahwa sampai dengan semester I 2015 utang Garuda sudah mendominasi struktur permodalan. Rasio utang terhadap modal (debt to equity ratio, DER) tercatat 1,47 kali -- naik dari periode yang sama tahun sebelumnya sebanyak 1,14 kali yang didorong penerbitan sukuk global senilai $500 juta pada awal Juni 2015 untuk keperluan restrukturisasi.
Grafik: Perkembangan DER Garuda
Sumber: Bareksa, diolah dari laporan keuangan
Pembelian 30 unit pesawat A350 XWB itu niscaya akan membuat utang Garuda semakin membengkak. Jika Garuda menarik pinjaman sebesar $4,5 miliar dari BOC Aviation (dengan asumsi nilai ekuitas tetap), maka rasio utang terhadap modal (DER) Garuda berpotensi naik menjadi 6 kali. Padahal, dalam perjanjian penerbitan sukuk dan obligasi disebutkan bahwa Garuda perlu menjaga DER tidak lebih dari 2,5 kali. (kd)