2 PR yang Harus Segera Dikerjakan oleh Tim Ekonomi Baru, Apa Saja?

Bareksa • 12 Aug 2015

an image
ANGGARAN INFRASTRUKTUR. Pekerja menyelesaikan proyek pembangunan Jalan Layang Non Tol Kampung Melayu - Tanah Abang di Jakarta, Senin (1/8). Dinas Pekerjaan Umum (PU) DKI Jakarta menganggarkan dana sebesar Rp 212 miliar seperti yang terdapat dalam APBD 2011 untuk pembangunan infrastruktur jalan maupun jembatan (Antara Foto/Reza Fitriyanto)

Pemerintah tidak usah memperhatikan kritik dan kabar yang macam-macam, cukup fokus dan menyelesaikan kerja

Bareksa.com -  Mantan  Gubernur Bank Indonesia, Dr. Darmin Nasution hampir dipastikan akan menduduki posisi Menteri Koordinator Perekonomian dan Industri (Menko Perekuin) menggantikan Sofjan Djalil yang digeser ke Bappenas. Selain itu, sejumlah nama baru lainnya seperti Rizal Ramli dan Thomas  Lembong dikabarkan ikut mengisi tim ekonomi yang baru. Sementara, Bambang Brodjonegoro tetap di posisinya sebagai Menteri Keuangan. (Baca juga: Reshuffle Kabinet Hari Ini: Darmin Menko Ekonomi, Bambang Tetap Menkeu)

Lantas, PR apa yang harus secepatnya dikerjakan Darmin dan tim ekonomi yang baru ini?

Lana Soelistianingsih, Head of Research dan juga Ekonom Senior Samuel Asset Manajemen mengatakan setidaknya ada dua hal yang harus segera dikerjakan di tengah pelemahan nilai tukar rupiah dan anjloknya bursa saham saat ini.

Pertama, Pemerintah harus fokus terhadap penyerapan anggaran belanja modal agar kepercayaan (confidential) masyarakat kembali terbangun. Pemerintah setidaknya harus bisa merealisasikan penyerapan 60 persen dari Rp198,4 triliun anggaran negara, khususnya untuk pembangunan infrastruktur.

“Pemerintah tidak perlu memperhatikan kritik dan kabar macam-macam. Cukup fokus dan menyelesaikan percepatan penyerapan anggaran belanja modal karena fokus publik sekarang tertuju kepada penyerapan angaran yang lambat,” kata Lana kepada Bareksa.

Pemerintah harus bisa memanfaatkan 4 bulan yang tersisa untuk setidaknya membangun fondasi proyek-proyek infrastruktur besar yang umumnya bersifat multiyears.

 “Yang besar-besar itu jangan hanya sampai tahap groundbreaking, tetapi juga harus ada progres pembangunannya. Kalau progress-nya terlihat signifikan pada Oktober-November, itu berarti 2016 tinggal melanjutkan saja.”

Harapannya, pemerintah jangan sampai kehilangan momentum pembangunan pada tahun ini. Jika dilakukan tahun depan, pemerintah akan sulit mengejarnya kembali.   

Wajar jika Lana meminta pemerintah fokus kepada penyerapan belanja modal. Pasalnya, realisasi belanja negara hingga 6 bulan pertama tahun ini baru Rp774 triliun atau hanya 39 persen persen dari target belanja pemerintah.

Pie Chart Realisasi Belanja Pemerintah Semester I-2015

Sumber: Kemenkeu, diolah Bareksa

Itu pun banyak diserap oleh anggaran wajib seperti anggaran untuk transfer ke daerah, belanja pegawai, subsidi, dan pembayaran utang. Sementara, penyerapan belanja modal sejauh ini hanya 3,9 persen dari total pengeluaran sepanjang periode Januari hingga Juni tersebut.

Realisasi belanja modal ini pun terbilang kecil dari target sepanjang tahun ini yang nilainya mencapai Rp275,8 triliun. Bila dibanding periode yang sama tahun lalu, belanja modal ini turun dari sebelumnya 15,4 persen.  

Grafik Realisasi Penyerapan Anggaran Belanja Pememrintah

Sumber: Kemenkeu, diolah Bareksa

Kedua, kata Lana, peraturan yang mendukung program infrastruktur harus diperjelas dan segera dilaksanakan. Pasalnya, Peraturan Pemerintah (Pepres) No.30 tahun 2015 terkait pembebasan lahan yang diterbitkan akhir Maret belum efektif.  Penyebabnya ada perbedaan pandangan oleh beberapa kalangan mengenai boleh atau tidaknya swasta terlibat secara penuh dalam pembebasan lahan.

“Itu seharusnya dipercepat karena akan membantu memberi keyakinan (confident) bahwa proyek infrastruktur akan berjalan lancar."

Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Ari Kuncoro kepada Bareksa, Rabu 12 Agustus 2015, mengatakan formasi menteri ekonomi saat ini sudah cukup baik. "Kalau dengan struktur baru lumayan oke," katanya.

Hanya, Ari menambahkan, para menteri baru ini harus siap bekerja ekstra keras untuk menghadapi situasi eksternal. Menurut dia, posisi Darmin sebagai Menteri Koordinator Perekonomian dinilai sangat cocok.

Darmin yang dulu bekerja di Kementerian Perindustrian, Kementerian Keuangan dan terakhir menjabat sebagai Gubernur BI merupakan sosok yang tepat untuk kondisi sekarang ini. Darmin memiliki pengetahuan di sektor keuangan dan sektor riil yang cukup berimbang.

Dengan ini diharapkan akan ada aturan dari pemerintah untuk mengangkat sektor rill dan juga memperbaiki moneter Indonesia.

"Darmin juga bisa menjadi tandem bagus bagi Gubernur Bank Indonesia saat ini untuk menjaga perekonomian Indonesia," katanya.