Jokowi Vs SBY: Melecut Ekonomi dengan Belanja Pemerintah, Siapa Lebih Unggul?

Bareksa • 06 Aug 2015

an image
Presiden RI Joko Widodo (kiri) bersama Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (kanan) berdoa usai pelantikan Presiden dan Wakil Presiden RI 2014-2019 di Gedung Nusantara I - (ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma)

Realisasi belanja negara pada semester I hanyalah 39 persen dari target belanja 2015.

Bareksa.com - Merosotnya realisasi belanja pemerintah selalu saja menjadi masalah di awal setiap pemerintahan baru. Masalah ini biasanya disebabkan perubahan nomenklatur kementerian. Disibukkan dengan segala tetek-bengek pergantian struktur kabinet, realisasi anggaran selalu saja jadi korban. Padahal pencairan anggaran, perlu dikebut untuk menstimulir pertumbuhan ekonomi.

Yang lebih jadi masalah di awal pemerintahan Jokowi-JK ini, perubahan nomenklatur terjadi pada kementerian dengan anggaran belanja paling gemuk: Kementerian Pekerjaan Umum (PU) dan  Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera). Presiden Jokowi melebur Kementerian PU dengan Kemenpera jadi satu kementerian.

Buntutnya, ya itu tadi, realisasi belanja pemerintah pada paruh pertama tahun ini seret. Berdasarkan data Kementerian Keuangan, realisasi belanja negara pada semester I hanyalah 39 persen dari target belanja 2015. Ini lebih rendah dibandingkan realisasi pada paruh pertama 2014 yang mencapai 41,2 persen.

Namun demikian, walaupun gap antara target dan realisasi semakin renggang, pemerintahan Jokowi sebetulnya mencatat "prestasi" baru: konsumsi pemerintah naik dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya. Data Bank Indonesia menunjukkan konsumsi pemerintah pada kuartal I dan II 2015 meningkat masing-masing 2,21 persen dan 1,79 persen year on year (YoY).

Dalam hal ini, Jokowi lebih baik dibandingkan pemerintahan SBY di masa awalnya. SBY yang dilantik pertama kali sebagai presiden pada Oktober 2004 juga merombak struktur kabinet. Akibatnya, ketika itu konsumsi pemerintah pada kuartal I dan II 2004 merosot dibandingkan tahun sebelumnya. Yang menarik, hal yang sama masih terjadi pada 2010 setelah SBY terpilih sebagai presiden untuk kali kedua.

Grafik: Konsumsi Pemerintah


Sumber: Bareksa.com, diolah dari Bank Indonesia & BPS

Artinya, dalam hal tingkat konsumsi pemerintahan Jokowi selangkah lebih maju dibandingkan SBY.     

Perlu dicatat, laju konsumsi pemerintah punya peran penting sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi, meski dampaknya memang tidak terasa secara instan.

Data Bank Indonesia yang diolah Bareksa menunjukkan bahwa strategi menggenjot konsumsi pemerintah ini juga dapat dilihat di masa pemerintahan SBY. 

Pada 2005-2006, pertumbuhan ekonomi Indonesia melambat akibat ambruknya harga komoditas. Waktu itu, SBY yang baru duduk di kursi presiden pada Oktober 2004 (awal kuartal IV), baru bisa menggenjot konsumsi pemerintah pada kuartal III 2005. Langkah ekspansif pemerintah ini dilakukan hingga kuartal II 2006. Tapi dampaknya baru terasa pada kuartal III- 2006. Saat itu pertumbuhan ekonomi mulai naik menjadi 5,68 persen dari kuartal sebelumnya yang 4,93 persen.

Grafik: Konsumsi Pemerintah dan PDB

Sumber: Bareksa, diolah dari Bank Indonesia & BPS

Langkah serupa diambil pemerintahan SBY dalam menghadapi krisis global 2008. Sejak ekonomi mulai melambat pada kuartal III 2008, pemerintahan SBY langsung mendongkrak konsumsi di atas 15 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya. Langkah ini terbukti efektif. Pertumbuhan PDB Indonesia pada periode 2008-2009 lebih baik dibandingkan beberapa negara berkembang lain di kawasan ASEAN.

Grafik: PDB Indonesia dan ASEAN

Sumber: Worldbank.org

Kini, pemerintahan Jokowi juga terus berupaya melecut belanja dan konsumsi pemerintah. Menteri Keuangan Bambang Brojonegoro, dalam jumpa pers 5 Agustus lalu, menyatakan bahwa Presiden telah memerintahkan percepatan belanja pemerintah pada semester II nanti. "Harapannya, belanja pemerintah bisa mengkompensasi perlambatan ekonomi.” (kd)