Bareksa.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) berharap Kejaksaan Republik Indonesia bekerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dalam menghapus praktik penyelewengan uang negara. Langkah-langkah Kejaksaan pun diharapkan mampu membantu meningkatkan kondisi lingkungan bisnis di Indonesia.
"Jangan sampai upaya memberantas korupsi membuat pelaku bisnis takut berinovasi yang bermanfaat bagi pembangunan," kata Jokowi dalam acara perayaan Dirgahayu Kejaksaan Rabu, 22 Juli 2015.
Seperti sudah dicanangkan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), selama lima tahun hingga 2019 target investasi masuk ke Indonesia mencapai Rp3.500 triliun. Untuk 2015 saja, BKPM menargetkan realisasi investasi sebesar Rp 519,5 triliun atau lebih tinggi 12,17 persen dibanding realisasi tahun lalu.
Seiring dengan penegakan hukum itu, Jokowi berharap tidak ada lagi aparat yang melakukan pemerasan dan "memperlakukan tersangka sebagai ATM." Menurut dia, pencegahan korupsi harus diperluas dengan melibatkan berbagai lembaga termasuk Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), Dirjen Pajak, dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Seruan Kepala Negara tersebut muncul ketika belum lama ini terjadi kisruh antara dua lembaga tinggi penegak hukum, yaitu KPK dan Polri. Sebelumnya, KPK menetapkan calon Kapolri Budi Gunawan sebagai tersangka korupsi. Perseteruan itu pun berakhir dengan penangkapan sejumlah petinggi KPK oleh Polri.
"Hukum akan berjalan dengan baik bila berada di tangan penegak hukum yang bersih," kata Jokowi, yang pada November lalu melantik mantan politikus Partai Nasdem H.M. Prasetyo sebagai Jaksa Agung.
Salah satu kasus populer di kalangan bisnis adalah kerja sama PT Indosat Tbk (ISAT) dengan anak usahanya PT Indosat Mega Media (IM2) dalam penggunaan bersama frekuensi 2,1 GHz. Kerja sama itu dinyatakan Kejaksaan melanggar peraturan-perundangan yang melarang penggunaan bersama frekuensi jaringan.
Penggunaan bersama frekuensi tersebut menyebabkan IM2 tak membayar biaya pemakaian frekuensi kepada negara. Kerja sama selama periode 2006 - 2012 tersebut menurut BPKP merugikan keuangan negara Rp 1,358 triliun.
Hingga saat ini belum ada kejelasan akhir perkara tersebut dengan kekuatan hukum tetap (inkracht). Saat ini, ada dua putusan kasasi yang saling bertentangan dalam kasus IM2.
Pertama, Putusan Mahkamah Agung Nomor 282K/PID.SUS/2014 tertanggal 10 Juli 2014 yang memutuskan mantan Dirut IM2 Indar Atmanto dijatuhi hukuman pidana selama delapan tahun, disertai denda sebesar Rp 300 juta dan kewajiban uang pengganti sebesar Rp 1,358 triliun yang dibebankan kepada IM2.
Di sisi lain, terdapat putusan kasasi Mahkamah Agung lain dengan Nomor 263 K/TUN/2014 tertanggal 21 Juli 2014 yang isinya menolak kasasi yang diajukan BPKP atas putusan Pengadilan Tata Usaha Negara perkara IM2 yang menyatakan laporan BPKP tidak boleh digunakan.