Ekspansi ke Jakarta Selamatkan PWON dari Utang

Bareksa • 22 Jun 2015

an image
Gandaria City, salah satu mall yang dikelola Pakuwon Jati (Company Website)

Sejak Gandaria City & Kota Kasablanka beroperasi rata-rata pertumbuhan laba per tahun 50%

Bareksa.com - Jakarta menjadi primadona bagi perusahaan-perusahaan properti dalam mengembangkan dan menjual produknya. Salah satunya PT Pakuwon Jati Tbk (PWON). Dulu perusahaan mengembangkan propertinya di Surabaya. Sekarang Pakuwon mendapat berkah besar dari ekspansi di Jakarta. Bahkan ekspansi Jakarta melalui dua superblok --Gandaria City & Kota Kasablanka—memperbaiki struktur permodalan perusahaan.   

Pakuwon merupakan perusahaan properti yang memulai pembangunan di kota Surabaya, Jawa Timur. Pada 1982 Pakuwon membangun Tunjungan Plaza, pusat perbelanjaan modern pertama di Kota Buaya. Dalam presentasi kinerja perseroan, disebutkan juga bahwa Pakuwon merupakan perusahaan porperti pertama yang tercatat di Bursa Efek Jakarta pada 1989.

Perusahaan yang digawangi Alexander Tedja ini merupakan pionir dari konsep properti superblok di Indonesia. Lihat saja portofolio yang mereka miliki: Tunjungan Plaza (Surabaya), Gandaria City (Jakarta), Kota Kasablanka (Jakarta), dan Pakuwon City (Surabaya). Semua properti Pakuwon menyediakan hunian, pusat perbelanjaan, dan juga kantor dalam satu lokasi yang terintegrasi.

Tidak mudah dalam mengusung konsep tersebut. Buktinya perusahaan ini sejak lama merugi. Data yang diperoleh Bareksa menunjukan bahwa perusahaan rugi sejak 1998-2001. Kemudian pada 2002-2008 pertumbuhan laba perusahaan sangat tidak stabil, bahkan kembali merugi pada 2008.

Dana besar untuk membangun sebuah superblok membuat perusahaan terlilit utang yang cukup tinggi. Pada 1998, rasio utang terhadap ekuitas (debt to equity ratio/DER) mencapai 17 kali. Dengan utang yang tinggi, Pakuwon tidak juga berhasil mencetak keuntungan. Akibatnya tahun-tahun setelahnya nilai ekuitas Pakuwon menjadi negatif.

Pada 2007, Pakuwon mulai menjajaki pasar properti Jakarta dengan membangun superblok Gandaria City. Saat itu kondisi keuangan Pakuwon cukup baik, dengan rasio DER 1,45 kali. Sayangnya raihan laba masih sangat kecil Rp83 miliar, turun 60 persen dari tahun sebelumnya Rp218 miliar.

Gandaria City selesai dibangun pada 2010 dan langsung memberi kontribusi positif bagi Pakuwon. Pada tahun pertama pengoperasian, tingkat okupansi langsung menyentuh 92 persen. Pendapatan sewa naik 18 persen menjadi Rp218 miliar dari tahun sebelumnya Rp184 miliar.

Berkah ekspansi di Ibukota semakin besar ketika perusahaan membuka Kota Kasablanka pada 2012. Okupansi mall ini mencapai 94 persen pada tahun pertama beroperasi. Pendapatan sewa perusahaan saat itu juga langsung melonjak 26 persen.

Grafik: Okupansi Mall Milik Pakuwon

sumber:bareksa.com

Buah manis dari ekspansi ke Ibu Kota yang dilakukan Pakuwon sejak 2007 benar-benar membuahkan hasil positif. Terbukti dari pertumbuhan laba rata-rata tahunan sebesar 50 persen dari 2009-2014, mematahkan tren pertumbuhan yang tidak stabil pada tahun-tahun sebelumnya.

Grafik: Pertumbuhan Laba Pakuwon

sumber:bareksa.com

Tidak dapat dimungkiri juga bahwa pengoperasian kedua mall di Jakarta memperbaiki struktur modal Pakuwon. Perusahaan tersebut berhasil menggeser dominasi utang pada neraca yang sudah terjadi bertahun-tahun lamanya. Pada 2010, ekuitas Pakuwon melonjak 62 persen menjadi Rp2 triliun, sementara total utang turun 3,7 persen menjadi Rp1,4 triliun.  Otomatis, DER Pakuwon berubah menjadi positif dan semakin baik pada tahun-tahun setelahnya.

Grafik: Total Utang & Total Ekuitas Pakuwon

sumber:bareksa.com

Pada 2014, Pakuwon menerbitkan obligasi global sebesar US$168 juta atau setara Rp2 triliun. Penerbitan obligasi ini meningkatkan nilai utang menjadi Rp3,9 triliun dari tahun sebelumnya Rp1,7 triliun. Tetapi, walaupun menerbitkan utang dalam jumlah besar, DER Pakuwon pada 2014 tetap berada pada kisaran 47 kali atau tidak naik signifikan.

Hal ini terjadi karena pada 2014 ekuitas persero naik 2 kali lipat menjadi Rp2,8 triliun dari sebelumnya Rp4,1 triliun. Pertumbuhan ekuitas diraih karena laba Pakuwon naik 120 persen pada tahun 2014 menjadi Rp2,5 triliun.

Namun, obligasi global Pakuwon pada 2013 memunculkan risiko perubahan nilai tukar mata uang. Berdasarkan laporan keuangan 2014, tercatat bahwa Pakuwon melakukan lindung nilai atas utang tersebut sampai level rupiah berada pada Rp14.500 per dolar. Saat ini rupiah berada di level Rp13.200 per dolar atau masih terpaut selisih 9,8 persen dari nilai lindung nilai oleh Pakuwon. (pi)