Bareksa.com - Ada yang penting dicatat investor di tengah rencana PT PP Properti Tbk (PPRO) mengembangkan area bisnis ke wilayah Balikpapan, Kalimantan Timur. Induk PPRO, yakni PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk (PTPP), saat ini ternyata masih memiliki piutang terhadap perusahaan pengembang properti yang juga berlokasi di Balikpapan. Nilainya lumayan besar, Rp320 miliar, muncul sejak tahun 2011, dan belum dibayar hingga kuartal I 2015.
PPRO adalah emiten pengembang properti yang baru saja melantai di Bursa Efek Indonesia pada 19 Mei 2015 lalu.
Saat dihubungi analis Bareksa, Direktur Keuangan dan Sumber Daya Manusia PPRO Indaryanto membenarkan rencana ekspansi persero ke Balikpapan itu, dengan mengakuisisi hotel dan mal. "Kami sedang kaji untuk membeli hotel di Balikpapan. Semua kemungkinan termasuk akuisisi mal ada, tetapi yang kami kaji sekarang hotel dulu," katanya.
Hotel yang sedang diincar PPRO itu digambarkan terintegrasi dengan mal dan terletak di pinggir pantai serta jalan utama Kota Balikpapan. Akan tetapi apa nama persis hotel itu, Indaryanto belum bersedia mengungkapkannya. "Masak saya omongin sekarang? Nanti pada waktunya kami buka semua. Pokoknya lokasi bagus. Tepat di pinggir pantai dan jalan utama,"
Kepada media, manajemen PPRO mengatakan telah menyiapkan dana sebesar Rp415 miliar untuk ekspansi ke Balikpapan itu -- Rp180 miliar untuk akuisisi hotel dan Rp245 miliar untuk mal. Hal ini karena persero melihat potensi yang cukup baik di wilayah Balikpapan, terutama setelah pengembang besar seperti PT Agung Podomoro Land Tbk (APLN) juga masuk ke daerah tersebut.
Selama ini, menurut penelusuran analis Bareksa, perseroan belum memiliki portofolio properti di luar Pulau Jawa. Tertera di prospektus perusahaan, sejumlah proyek PPRO berlokasi di Surabaya, Bekasi, Bogor, Tangerang, Semarang, Depok, dan Jakarta. Kebanyakan merupakan kawasan yang mengintegrasikan hunian, mal, ataupun hotel.
Gambar: Peta Portofolio Properti PPRO
Sumber: Prospektus
PT Hasta Kreasi Mandiri
Jika PPRO belum pernah merambah Balikpapan, PTPP sebagai induk perusahaan tercatat pernah menggarap proyek properti di Balikpapan. Sebagiamana dilaporkan sejumlah media lokal, PTPP pernah menjalin kerjasama KSO dengan PT Hasta Kreasi Mandiri dalam membangun Balcony City Mall di kota ini. Sayangnya, diberitakan juga bahwa pengoperasian mal tidak berjalan mulus. Antara lain, pernah terjadi penghentian operasi akibat kekurangan suplai listrik karena wilayah ini tidak mempergunakan aliran listrik PLN.
PT Hasta juga diberitakan membangun Swiss-Belhotel Balikpapan yang terintegrasi dengan pusat perbelanjaan Balcony City.
Tak jelas apakah hotel dan mal ini yang bakal diakuisisi PPRO itu. Yang jelas, Balcony City Mall dan Swiss-Belhotel juga berlokasi di pinggir pantai dan Jl. Jenderal Sudirman, Balikpapan; yang merupakan akses utama menuju Bandara Internasional Sultan Aji Muhammad Sulaiman Sepinggan.
Gambar: Peta Lokasi Balcony Mall
Sumber: Google Maps
Lebih penting lagi, penelusuran analis Bareksa terhadap laporan keuangan PTPP sejak tahun 2011 sampai kuartal pertama 2015 medapati data menarik. Ternyata, terdapat piutang dengan nilai yang cukup besar; yang pada laporan 2011 ditulis atas nama 'PT Hasta Kreasi Mandiri' sedangkan pada laporan di tahun-tahun setelahnya hanya dicatat sebagai 'Hasta' atau 'HKM'.
Tabel: Rincian Piutang KSO PTPP - PT Hasta Kreasi Mandiri (dalam rupiah)
Sumber: Laporan Keuangan PPRO 2012 & Q1 2015
Menurut seorang sumber Bareksa yang menghadiri Investor Forum PTPP pada tanggal 8 Juni 2015 di MNC Tower, Jakarta; Direktur Pemasaran PTPP, I Wayan Karioka, mengakui bahwa yang dimaksud dengan 'Hasta' atau 'HKM' itu adalah PT Hasta Kreasi Mandiri. Namun ketika ditanya ihwal utang PT Hasta kepada PTPP, Wayan mengatakan tidak ingat rinciannya. "Jikapun ada piutang, masih berpotensi tertagih," sumber itu menirukan Karioka.
Dengan demikian, dapatlah disimpulkan bahwa pendapatan yang sudah dibukukan sejak tahun 2011 itu sebetulnya belum terbayar. PTPP belum menerima pencairan kas dari PT Hasta. Juga patut dicatat, walaupun sudah berumur lebih dari tiga tahun dan nilainya tetap -- yang menandakan tidak ada pembayaran -- piutang ini tidak dikategorikan piutang tak tertagih.
Ketika dihubungi Bareksa mengenai permasalahan ini, Corporate Secretary PTPP Taufik Hidayat menyatakan belum dapat berkomentar. Email pertanyaan dari Bareksa terhadap perusahaan untuk mengkonfirmasi hal ini juga belum mendapat respons.
Sumber: Bareksa.com
Yang jelas, PPRO kini sedang bergulat dengan kinerjanya. Menurut data Bareksa, harga saham PPRO terus merosot hingga di bawah harga IPO, yakni Rp185 per saham. Bahkan pada 15 Juni 2015 lalu, harga PPRO menyentuh titik terendah di Rp156. Tak cuma itu, Direktur Utama PPRO Galih Prahananto juga belakangan memutuskan mengundurkan diri -- sebagaimana tertera dalam surat keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia per tanggal 12 Juni 2015. (np, kd)