Bareksa.com - Yenny Wahid, puteri kedua mantan Presiden Abdurrahman Wahid (alm.) menjelaskan ihwal keterlibatannya di PT Merdeka Copper Gold, perusahaan tambang emas di Banyuwangi, Jawa Timur. Di perusahaan tersebut, Yenny bersama dengan A.M. Hendropriyono, Edwin Soeryadjaya dan Garibaldi "Boy" Thohir duduk di kursi dewan komisaris.
Yenny, alias Zannuba Ariffah Chafsoh Rahman Wahid, menerangkan bahwa setahun yang lalu Edwin Soeryadjaya dan Boy Thohir meminta dia untuk membantu mereka mengelola konsesi tambang emas yang izinnya telah mereka peroleh. Edwin adalah pendiri Grup Saratoga sedangkan Boy adalah pendiri Adaro.
“Keluarga Soeryadjaya dan keluarga Gus Dur sudah lama berhubungan baik, sejak ayah Pak Edwin, William Soeryadjaya, dan Gus Dur bersama-sama mendirikan Bank Nusumma pada tahun 90-an,” Yenny menjelaskan dalam keterangan persnya, Sabtu 23 Mei 2015.
Selain itu, Yenny menimbang reputasi Edwin dan Boy Thohir sebagai "pengusaha yang profesional dan taat aturan", sehingga dia bersedia bergabung dengan Merdeka Copper Gold. Namun, dia mengajukan sejumlah syarat, antara lain perusahaan tidak akan merusak lingkungan serta tidak merugikan masyarakat. (Baca juga: Kekayaan Tambang Melimpah; Merdeka Copper 'Dijaga' Yenny Wahid & Hendropriyono)
“Setelah bertemu secara langsung dengan masyarakat sekitar, dan mendapat kesan bahwa mereka mendukung perusahaan, maka saya putuskan untuk menerima permintaan Pak Edwin dan Pak Boy tersebut,” ungkapnya.
Pertimbangan Yenny lainnya, Merdeka akan melakukan proses go public atau pelepasan saham publik (initial public offering, IPO). Dengan demikian, saham Merdeka bisa dimiliki oleh siapapun setelah perusahaan tercatat di Bursa Efek Indonesia. “Masyarakat luas bisa berpartisipasi menjadi pemegang saham dari perusahaan tersebut dan bersama dengan pemerintah, mengontrol dan mengawasi perusahaan,” jelasnya.
Yenny menjelaskan perusahaan yang akan go public wajib beroperasi sesuai aturan dengan terlebih dahulu mendapatkan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) maupun ijin-ijin teknis lainnya. Data-datanya pun harus transparan dan dapat diakses oleh masyarakat pemegang saham.
Direksi Merdeka kepada Yenny menjamin bahwa mereka tidak akan memulai eksplorasi sampai semua syarat perijinan terpenuhi. Oleh sebab itu, apabila ada pertanyaan berkaitan masalah lingkungan hidup, Yenny menyatakan bahwa pada saat ini Merdeka belum melakukan proses eksplorasi apapun.
“Perlu saya tegaskan bahwa saya tidak akan segan-segan mengundurkan diri apabila di kemudian hari terbukti Merdeka Copper Gold lalai dan mengakibatkan kerugian di masyarakat. Saya percaya Merdeka Copper Gold bisa membuktikan sebagai perusahaan yang kredibel dan taat aturan,” kata Yenny.
Seperti diberitakan sebelumnya, Merdeka Copper Gold telah melakukan penawaran umum saham perdana dengan melepas sebanyak 874,36 juta saham atau setara dengan 21,7 persen dari modal yang ditempatkan dan disetor penuh.
Dalam IPO tersebut, perseroan mematok harga penawaran di kisaran Rp 1.800 sampai Rp 2.100 per saham sehingga target raihan dana segarnya mencapai Rp 1,8 triliun. Hal ini menarik karena Merdeka akan menjadi emiten tambang pertama yang belum berproduksi tetapi dapat tercatat di BEI. (Baca juga: Ada Hendropriyono di Tambang Emas Merdeka; Sahamnya Bakal Mengkilat?)
Meskipun belum berproduksi, Merdeka menjanjikan prospek menarik dari sumber daya yang besar dari Tambang Tujuh Bukit. Keunggulan Merdeka sumber daya bijih tembaga 19,28 miliar pound. Akan tetapi, menurut laporan JORC (Joint Ore Reserve Committee) per 2014, sumber daya tersebut berada di bawah permukaan topografi dan sampai saat ini belum dapat ditambang.
Bersamaan dengan IPO, perseroan juga menerbitkan saham baru dalam rangka pelaksanaan konversi surat utang (mandatory convertible bond, MCB). Surat utang wajib konversi tersebut merupakan kelanjutan penyelesaian perselisihan antara perusahaan Australia Intrepid Mines sebelum Merdeka dikendalikan Grup Saratoga. (Baca juga: IPO Usaha Tambang Saratoga; Merdeka Juga Terbitkan Obligasi Konversi) (kd)