SURVEI: Pelaku Pasar Imbang Antara Puas Dan Tidak Terhadap Pemerintahan Jokowi

Bareksa • 05 May 2015

an image
Indonesia's President Joko Widodo applauds as China's Premier Li Keqiang speaks during the Indonesia-China Economic Cooperation Forum at the Great Hall of the People on March 27, 2015 in Beijing, China. REUTERS/Feng Li

Empat dari 9 pelaku pasar yang disurvei menyatakan puas, 4 tidak puas, 1 netral. Mayoritas optimis akan ada perubahan.

Bareksa.com - Pelaku pasar memiliki pandangan yang berimbang soal kepuasan terhadap pemerintahan Joko Widodo selama tujuh bulan terakhir, meski sebagian besar optimis akan adanya perubahan ke arah yang lebih baik.

Berdasarkan survei yang dilakukan Bareksa pada tanggal 4 Mei 2015, empat dari sembilan pelaku pasar menyatakan puas terhadap pemerintahan Jokowi, empat lainnya mengatakan tidak atau belum puas, dan satu orang mengatakan netral.

Selain itu, tujuh dari sembilan pelaku pasar yang terdiri dari analis dan manajer investasi ini memiliki pandangan optimistis terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia kedepannya di bawah pemerintahan Jokowi, sementara dua sisanya memilih netral. Lima dari kesembilan orang yang disurvei menyatakan perlunya perombakan Kabinet (reshuffle) karena kinerja sejumlah menteri dalam membantu pekerjaan Presiden dinilai kurang memadai.

Tabel Hasil Survei Pelaku Pasar

Sumber: survei Bareksa

Pelaku pasar yang merasa puas menyebutkan bahwa sejumlah kebijakan Jokowi yang dinilai positif adalah pemangkasan subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur. Kebijakan lain termasuk penambahan modal untuk sejumlah perusahaan konstruksi yang pada akhirnya diyakini mendorong program infrastruktur nasional.

"Cara pendanaan infrastruktur juga smart karena tidak hanya banyak membangun proyek tetapi inject ke BUMN karya. Ini tidak hanya mengatasi balance sheet perusahaan konstruksi tetapi juga menarik dana dari investor," ujar Lanang Trihardian, analis dari Syailendra Capital.

Di sisi lain, kekecewaan pelaku pasar datang dari lambatnya pemerintah menjalankan program-program yang sudah direncanakan seperti proyek infrastruktur. Selain itu, pertumbuhan ekonomi juga masih mengalami perlambatan akibat daya beli masyarakat yang menurun.

"Anggaran belum bisa jalan, infrastruktur juga tidak bisa jalan. Kelihatan dari sisi ekonomi bahwa bisnis lesu karena daya beli menurun. Secara umum, belum terlihat kinerjanya," kata Andrianto, Fund Manager Ciptadana Asset Management ketika dihubungi Bareksa.

Alasan ketidakpuasan juga termasuk kinerja dari para menteri sebagai pembantu Presiden. Lambatnya kinerja para menteri disinyalir karena sebagian dari mereka merupakan kader partai politik, bukan kalangan profesional.

"Jokowi bagus tetapi jajaran anak buahnya kurang cepat. Banyak program yang belum dilaksanakan sehingga ini membuat sedikit kekecewaan. Contohnya infrastruktur, belum kelihatan hasilnya," kata David N. Setyanto, analis First Asia Capital.

Oleh sebab itu, isu reshuffle kabinet pun muncul karena kinerja di sejumlah bidang yang kurang memuaskan, termasuk bidang ekonomi dan hukum. (Baca Juga: Jokowi Rombak Kabinet Setelah Lebaran; Siapa Target Empuk?)

Salah satu pelaku pasar yang mendukung reshuffle menjelaskan bahwa kebijakan tersebut bisa saja dilakukan dengan catatan akan memberikan kinerja yang lebih baik terhadap perekonomian Indonesia.

"Ada menteri yang lambat dan santai saja. Terutama yang terkait ekonomi harus di-review," kata Kiswoyo Adi Joe, analis Investa Sarana Mandiri.

Dari pandangan lain, reshuffle masih belum perlu dilakukan karena belum tentu menjadi jalan terbaik bagi kemajuan ekonomi Indonesia. Selain itu, butuh waktu untuk menjalankan program-program yang dicanangkan oleh Jokowi selama kampanye dulu.

"Kita beri kesempatan dulu orang yang bekerja," kata William Surya Wijaya, Research Analyst Asjaya Indosurya Securities.

Secara umum, pelaku pasar berpandangan optimis ekonomi Indonesia dapat tumbuh lebih baik meskipun sebagian menilai pertumbuhannya tidak sesuai ekspektasi. Mereka berpandangan bahwa butuh sekitar satu hingga dua tahun agar kinerja pemerintahan baru ini dapat terealisasi. (qs)