Benarkah Kata Prabowo Privatisasi Bisa Lepas Mayoritas Saham BUMN Ke Asing?

Bareksa • 27 Apr 2015

an image
Pekerja PT Adhi Karya (Persero) Tbk tengah mengerjakan proyek struktur beton proyek konstruksi gudang suku cadang / New Spare Part Centre PT Astra Honda Motor di kawasan industri Indo Taisei – Bukit Indah, Karawang, Jawa Barat (26/03). ANTARA FOTO/HO

Persentase kepemilikan pemerintah RI tidak berubah, jadi tidak mungkin investor asing menguasai saham BUMN

Bareksa.com - Aksi privatisasi BUMN yakni PT Waskita Karya Tbk (WSKT), PT Adhi Karya Tbk (ADHI) dan PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang dilakukan pemerintah sebagai kelanjutan dari aksi persetujuan Penyertaan Modal Negara (PMN) banyak mendapat pertentangan dari masyarakat akibat kekhawatiran mengenai kepemilikan investor asing yang akan bertambah. Benarkah hal tersebut?

Keributan mengenai privatisasi dimulai sejak Prabowo Subianto, ketua umum partai Gerindra mengatakan ketidaksetujuannya dengan aksi privatisasi dalam acara pelantikan pengurus pusat, 8 April 2015.

"Saya instrusikan bagi kader Gerinda untuk menentang privatisasi BUMN. Untuk apa melepas bangsa lain?", tegas Prabowo.

Pernyataan Prabowo disanggah oleh Menteri BUMN, Rini Soemarno bahwa tidak ada penjualan saham pemerintah di BUMN pada 10 April 2015. Aksi penerbitan saham baru melalui mekanisme right issue hanya merupakan kelanjutan dari disetujuinya penyuntikan dana (PMN) oleh pemerintah.

Benar bahwa aksi right issue juga termasuk ke dalam pengertian privatisasi sesuai dengan Undang-Undang No.59 Tahun 2009. (Baca juga: Apakah Privatisasi BUMN itu? Apa Untungnya Bagi Pemerintah & Perusahaan?)

Namun dengan disetujuinya pengucuran dana pemerintah ke BUMN melalui PMN maka kepemilikan pemerintah di BUMN walaupun dilakukan right issue tidak akan mengubah kepemilikan pemerintah RI. Sehingga aksi privatisasi tersebut tidak perlu dikhawatirkan akan membuat investor asing mengambil alih mayoritas saham di BUMN.

Pada 13 Februari, DPR telah menyetujui PMN sebanyak Rp43,2 triliun, diantaranya diberikan kepada Waskita Rp3,5 triliun, Adhi Karya Rp1,2 triliun dan Antam Rp3,5 triliun. (Baca juga: Data Bareksa: PMN 2015 Disetujui Rp43 T, Naik 8 x Lipat; Tertinggi Dalam Sejarah)

Karena Waskita, Adhi Karya dan Antam merupakan perusahaan yang sudah listing di Bursa Efek Indonesia (BEI) -- ada kepentingan pemegang saham minoritas -- maka penambahan modal pemerintah harus dilakukan sesuai dengan peraturan pasar modal yakni Undang-Undang No 8 Tahun 1995.

Masuknya modal harus dilakukan dengan mekanisme penerbitan saham baru melalui right issue. Menurut aturan, saham baru yang diterbitkan tidak hanya ditawarkan kepada Pemerintah RI, melainkan juga kepada investor lainnya yang juga pemegang saham BUMN tersebut. Ini yang seolah-olah terlihat seperti penjualan saham secara masif, padahal tidak.

Per 31 Maret 2015, kepemilikan pemerintah RI di Waskita mencapai 67,33 persen dan publik 32,67 persen. Dari kepemilikan publik, institusi asing yang memiliki saham Waskita hanya dibawah 5 persen dari seluruh saham, berdasarkan catatan keterbukaan informasi yang disampaikan ke BEI.

Dalam penerbitan saham baru melalui right issue, pemerintah akan membeli saham baru Waskita sehingga porsi kepemilikan pemerintah tidak berubah. Sementara jika pemegang saham lain (publik) tidak membeli saham baru yang diterbitkan Wakita, maka persentase kepemilikan pemerintah di Waskita justru memiliki potensi meningkat.

Ilustrasi sederhananya seperti ini, PT A memiliki jumlah saham beredar sebanyak 2 juta lembar saham dimana sebanyak 1,5 juta lembar saham dimiliki pemerintah --persentase kepemilikan 75 persen--. PT A akan menerbitkan saham baru melalui right issue sebanyak 1 juta lembar saham, maka setelah right issue jumlah saham PT A akan bertambah menjadi 3 juta lembar saham (hasil perhitungan 2 juta ditambah 1 juta saham).

Dari satu juta saham, pemerintah menyerap 750 ribu lembar saham sehingga jumlah saham pemerintah di PT A bertambah menjadi 2,25 juta saham. Persentase pemerintah tidak mengalami perubahan tetap 75 persen (hasil perhitungan 2,25 juta saham dibagi 3 juta saham).

Tetapi jika diasumsikan pemegang saham lain seluruhnya tidak menyerap saham tersebut, maka jumlah saham baru yang diterbitkan hanya milik pemerintah 750 ribu lembar. Jumlah saham PT A hanya akan bertambah menjadi 2,75 juta saham (hasil perhitungan 2 juta ditambah 750 ribu saham). Persentase kepemilikan pemerintah akan meningkat menjadi 81,8 persen (hasil perhitungan 2,25 juta saham dibagi 2,75 juta saham).

(Baca juga: Apa Itu Right Issue & Apa Konsekuensinya? Apakah Menguntungkan Bagi Investor?)

Sementara pada Adhi Karya, pemerintah RI memegang saham hingga 51 persen dan publik 49 persen. Dan pada Antam publik hanya memegang 35 persen kepemilikan sedangkan 65 persen masih dimiliki pemerintah RI. Di kedua saham tersebut, tercatat institusi asing yang memegang saham publik porsinya juga tidak lebih dari 5 persen.

***

Penggunaan Dana

Waskita mengatakan bahwa dana hasil rights issue tersebut akan digunakan sebagian besar untuk membiayai proyek jalan tol Rp3 triliun. Sisanya untuk pengembangan sektor energi, yaitu pengembangan transmisi. (Baca Juga: Waskita Harap DPR Tidak Batasi Porsi Rights Issue).

Jika tidak melakukan proses rights issue, rasio utang (DER) dari Waskita menurut laporan keuangan 2014 sudah cukup tinggi mencapai 3,4 kali. Angka tersebut telah melampaui rata-rata industri yang hanya 3 kali.

Dengan penambahan rights issue Rp5,3 triliun tersebut diperkirakan rasio utang akan berkurang menjadi 1,2 kali. Nilai tersebut diperoleh dengan asumsi total kewajiban Waskita tetap senilai Rp9,69 triliun dan nilai ekuitasnya setelah ditambah hasil right issue menajdi  Rp8,15 triliun.

Adhi Karya juga berencana menggunakan dana right issue untuk menyelesaikan proyek akan transportasi publik dan properti pendukung infrastruktur light rail transit (LRT) dengan rute Cibubur-Senayan, Bekasi Timur-Cawang dan juga Cibubur-Cawang-Senayan.

Tingginya kebutuhan dana proyek, membuat Adhi Karya membutuhkan dana segar cukup banyak. Namun melihat rasio hutang pada tahun 2014 yang jauh melebihi rata-rata industri yaitu sebesar 4,97 kali tentu bukan jalan keluar yang baik jika menambah utang kembali karena akan menekan rasio utang yang berdampak kurang baik bagi perusahaan.

Salah satu alternatif yang dapat dilakukan adalah dengan penambahan modal melalui melakukan right issue. Setelah proses tersebut, diperkirakan DER perusahaan ini akan berkurang menjadi 3 kali, dengan asumsi total utang Adhi Karya Rp8,7 triliun dan total ekuitas menjadi Rp3,15 triliun.

Dalam rencana kerja Antam, dana hasil right issue akan digunakan untuk pembangunan proyek smelter feronikel di Halmahera Timur, pengolahan Anode Slime di Jakarta, serta proyek smelter Grade Alumina (SGA) di Menpawah. Dibutuhkan dana $3,3 miliar atau sekitar Rp41,75 triliun untuk membangun ketiga proyek tersebut menurut keterangan perusahaan.

Tentu dana PMN  yang diberikan pemerintah untuk Antam akan berdampak baik bagi perusahaan. Melihat, saat ini suku bunga cukup tinggi, beban yang ditanggung oleh perusahaan yang memiliki pinjaman bank cukup tinggi. (np)