Bareksa.com - Pemerintah kembali menegaskan optimismenya untuk dapat membangun pembangkit listrik berkapasitas 42.000 Megawatt (MW) dalam lima tahun ke depan. Padahal, target program percepatan pembangunan pembangkit listrik (FTP) tahap I dan II belum tercapai.
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Jarman mengakui, Program Percepatan Tahap I (FTP I) baru beroperasi 80 persen dari target. Akan tetapi, dia menyatakan target yang belum tercapai bukan alasan untuk pesimis.
"Jika kita gabungkan dengan pembangkit reguler dari 2010 awal sampai akhir 2014, ada 17.470 MW yang terbangun, atau rata-rata 3.500 MW per tahun,” ungkapnya seperti dikutip oleh situs ESDM pada 25 Maret 2015.
Oleh karena itu, lanjutnya, perlu berbagai terobosan yang akan dilakukan pemerintah untuk menggenjot pertumbuhan kapasitas pembangkit listrik lima tahun ke depan rata-rata 7.000 MW per tahun. Jarman mengungkapkan delapan langkah yang telah disiapkan pemerintah untuk membangun 42.000 MW dengan komposisi bauran energi yang sesuai dengan draft Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN).
Untuk estimasi 2015, menurut Jarman, pemerintah akan menaikan bauran energi dari sektor energi baru dan terbarukan seperti air, panas bumi, angin, surya, biomassa, bahkan jika memungkinkan nuklir. Hingga akhir 2009, bauran energi (energy mix) pembangkit listrik ditargetkan 62,88 persen dari batubara, dan 25,78 persen dari gas.
Selain itu pembangkit bahan bakar dari air ditargetkan sebanyak 4,98 persen, biomass 0,01 persen, panas bumi 4,21 persen, dan bahan bakar minyak sebanyak 1,75 persen. Hal tersebut sesuai dengan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN di tahun 2019.
Jarman memaparkan bahwa akhir tahun 2014 kapasitas terpasang pembangkit listrik Indonesia mencapai 53.585 MW dengan kapasitas PLN sebesar 37.280 MW, IPP sebesar 10.995 MW, PPU sebanyak 2.634 MW, dan Izin Operasi Non BBM sebesar 2.677 MW.
Ia juga memaparkan rasio elektrifikasi nasional yang mencapai 84,35 persen, dimana melebihi target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 81,51 persen.
“Artinya, masih ada 15,6 persen atau 10 juta kepala keluarga Indonesia belum menikmati listrik,” ungkap Jarman.
Selain itu, Jarman juga memaparkan beberapa daerah yang masih mengalami keterbatasan pasokan listrik. Data awal Maret, dari 22 sistem besar Indonesia, yang normal atau cadangan di atas 20 persen baru 6 sistem, yang siaga 11 sistem, dan sisanya 5 dalam kondisi defisit.
“Defisit ini artinya pasokan kurang dari kebutuhan, sehingga terjadi pemadaman sebagian secara bergilir,“ ungkap Jarman.
Kelima sistem yang mengalami kondisi defisit saat ini adalah NTT, NTB, Sulawesi Utara, Kalimantan Barat, dan Bangka Belitung. Dalam kesempatan tersebut Dirjen Ketenagalistrikan mengundang investor swasta untuk berpartisipasi aktif dalam usaha penyediaan dan penunjang ketenagalistrikan.(al)