Bareksa.com - Bank Dunia memperkirakan nilai tukar rupiah masih berpotensi menguat karena mata uang dolar AS masih belum kembali ke posisi sebelumnya. Rupiah sejak setahun lalu sudah melemah 17,86 persen atau 2.000 poin terhadap dolar AS menjadi menjadi 13.198 per dolar pada hari ini.
Ekonom Utama Bank Dunia untuk Indonesia, Ndiame Diop, menjelaskan bahwa depresiasi rupiah terhadap dolar AS akhir-akhir ini perlu dilihat sebagai penguatan dolar AS terhadap semua mata uang, bukan hanya rupiah.
"Depresiasi rupiah terhadap dolar AS bukan akibat salah pengelolaan ekonomi di dalam Indonesia, tapi karena menguatnya dolar AS secara global,” kata Diop seperti dikutip situs Sekretariat Kabinet saat peluncuran laporan triwulan ekonomi Indonesia, di Jakarta, Rabu 18 Maret 2015.
Terkait depresiasi rupiah tersebut, Diop menghargai langkah Pemerintah Indonesia yang melakukan revisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), dengan melakukan penghapusan subsidi harga bahan bakar minyak (BBM).
Menurut Diop, dengan langkah revisi APBN tersebut, saat ini belanja modal lebih besar daripada anggaran yang dialokasikan untuk subsidi energi. Namun demikian, ia mengingatkan bahwa ruang yang tersedia untuk melakukan belanja masih terbatas.
“Akan sulit untuk mencapai belanja modal dua kali lipat dari 2014 karena hambatan disbursement, ruang fiskal terbatas,” jelas Diop.
Dia pun memperkirakan belum akan ada peningkatan besar dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Mengutip laporan Bank Dunia, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2015 diperkirakan mencapai 5,2 persen, dan akan melonjak pada 2016 mendatang menjadi 5,6 persen. Adapun angka defisit anggaran terhadap PDB diperkirakan mencapai 3,0% pada 2015, dan 3,2% pada 2016.(al)