Benarkah Mayoritas Mata Uang Afrika Lebih Kuat dari Rp Sejak Agus Gubernur BI

Bareksa • 16 Mar 2015

an image
Gubernur BI Agus Martowardojo menyampaikan hasil rapat Dewan Gubernur di Jakarta, 17 Februari 2015. Bank Indonesia menurunkan suku bunga acuan atau BI Rate dari 7,75 persen menjadi 7,5 persen (ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari)

Di media sosial ramai dibincangkan dolar Zimbabwe sudah menguat 60 persen terhadap rupiah.

Bareksa.com - Rupiah yang ibaratnya sedang lemah syahwat menjadi bahan candaan di media sosial. Salah satunya, beredar kabar bahwa dolar Zimbabwe bahkan sudah menguat 60 persen terhadap rupiah sejak Agus Martowardojo menjadi Gubernur Bank Indonesia.

Menurut data yang ditelusuri Bareksa.com, memang, sejak Agus resmi menjabat sebagai Gubernur BI pada 23 Mei 2013, hingga 11 Maret 2015 kemarin, mata uang negara-negara Afrika telah menguat rata-rata sekitar 24 persen terhadap rupiah -- sebagaimana terlihat pada grafik di bawah. Bahkan, mata uang Somalia menguat hingga 178,29 persen.

Dan loyonya rupiah itu gara-gara Agus?

Entahlah. Yang jelas, penyebab utamanya adalah dolar Amerika yang kembali menjadi perkasa.

Selain itu, perlu dicatat ada masalah dengan kualitas data yang digunakan dan adanya perbedaan fundamental ekonomi yang mendasar di sejumlah negara Afrika. Kondisi perekonomian dan nilai mata uang di beberapa negara Afrika itu begitu carut-marut, sehingga tidak bisa dijadikan patokan yang solid dan fair untuk secara langsung membandingkannya dengan mata uang negara lain dan rupiah -- sebagaimana yang kini beredar luas di media sosial.

Beberapa data di bawah ini menunjukkan hal itu.

Mata uang Zimbabwe yang sedang ramai diperbincangkan itu, misalnya, tidak tertera dalam deretan mata uang Afrika yang ada di pasar spot Bloomberg. Karena itu, tidak dapat dibandingkan dengan rupiah maupun dolar Amerika di pasar spot.

Sejak April 2009, Zimbabwe tidak lagi menggunakan mata uang dolar Zimbabwe gara-gara nilai tukarnya sudah menjadi sedemikian rendah akibat memburuknya perekonomian setempat. Zimbabwe lalu sampai harus menggunakan mata uang negara lain dalam transaksi perdagangan mereka, seperti dolar Amerika dan rand Afrika Selatan.

Pekerja di penukaran uang Dahabshill menghitung dolar AS di Mogadishu, 16 Februari 2015 (Reuters/Omar Faruk)

Grafik: Mata Uang Negara Afrika terhadap Rupiah

Sumber: Bareksa.com

Contoh lain memperlihatkan bahkan membandingkan mata uang Afrika Selatan dan Somalia yang sama-sama negara Afrika juga tidak apple to apple.

Berdasarkan data Trading Economics, pendapatan per kapita Afrika Selatan per akhir tahun 2013 sudah mencapai $5.916 -- yang menjadikannya salah satu negara dengan perekonomian paling maju kawasan ini. Sedangkan pendapatan per kapita Somalia hanyalah $187. Namun, perlu dicatat bahwa data Somalia itu adalah data per akhir tahun 2010, mengingat tidak ada lagi data yang dirilis setelah itu karena Somalia dililit masalah ekonomi yang teramat parah.

Pendapatan per kapita Indonesia sendiri pada akhir tahun 2013 mencapai $1.810.

Nah, pada akhir 2013 itu, mata uang Afrika Selatan tercatat melemah 21,83 persen terhadap dolar Amerika; sedangkan mata uang Somalia justru menguat 106,9 persen. Aneh, bukan?

Melesatnya nilai tukar Somalia terhadap dolar Amerika itu memang jauh dari cerminan kondisi fundamental perekonomiannya. Ini karena perdagangan mata uang di negara itu sangat tipis, dan lalu mendadak diterpa permintaan yang sangat tinggi. Sejumlah media di Afrika mewartakan lonjakan itu terjadi akibat beberapa negara donor merilis pernyataan akan mulai mengucurkan miliaran dolar untuk pembangunan Somalia dan munculnya optimisme baru bahwa kelompok-kelompok pemberontak akan mulai dapat dikendalikan militer.

Jadi, yang sebenarnya terjadi adalah ini: dengan kondisi di mana perdagangan mata uang Somalia sangat sedikit volumenya di pasar, munculnya permintaan yang tinggi secara mendadak lalu serta-merta melontarkan nilai tukar mata uang Somalia.

Grafik: Mata Uang Negara Afrika & Indonesia terhadap Dolar Amerika

Grafik: Pergerakan Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika

Sumber: Bareksa.com

Begitu pula dengan negara-negara lain yang fundamental ekonominya carut-marut seperti Zimbabwe. Pergerakan mata uang negara-negara ini tidak bisa dijadikan patokan.

"It's a joke. Nobody trades using the official figure," kata seorang analis asal Singapura yang dihubungi Bareksa.com.

Dia mengilustrasikan: misalnya bank sentral Zimbabwe mengumumkan nilai tukar acuan adalah 100 terhadap dolar Amerika. Pada kenyataannya, di pasar gelap mata uang Zimbabwe sudah ditransaksikan di level 350 per dolar, dan lusanya bahkan bisa naik lagi ke 425 per dolar.

Dulu pada tahun 2009, dolar Zimbabwe pernah dicabut. Karena inflasi yang meroket, pemerintah setempat lalu mengijinkan transaksi di pasar menggunakan dolar Amerika atau rand Afrika Selatan. Pada tahun 2008, IMF memperkirakan laju inflasi Zimbabwe mencapai 500 miliar persen! Ya, itu bukan salah ketik: 500 miliar persen!

Beberapa tahun berikutnya, pemerintah Zimbabwe kembali menerbitkan mata uang Zimbabwe, yang dikenal dengan bond coins. Namun, banyak yang tidak mengakui mata uang tersebut sebagai alat pembayaran. (kd)