Bareksa.com - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) hari ini kembali dibuka menghijau. Hingga pukul 09.45 IHSG naik 3,32 poin atau 0,06 persen ke angka 5.443,15. Kenaikan ini melanjutkan penguatan indeks yang terjadi kemarin, Kamis 12 Maret 2015.
Hari ini, Jumat 13 Maret 2015 rencananya pemerintah akan mengumumkan kebijakan yang akan diambil terkait meluncurnya nilai rupiah ke nilai terendahnya sejak tahun 1998 selama beberapa hari belakangan.
“Jumat, rencananya pemerintah akan melakukan koordinasi yang menyangkut berbagai kementrian untuk reformasi struktural lebih lanjut. Kita akan umumkan sejumlah kebijakan,” kata Menko Perekonomian Sofyan Jalil dikutip dari laman setkab.
Menurut Sofyan, meskipun apa yang dilakukan selama ini dianggap sudah cukup baik, pemerintah tetap akan mengumumkan sejumlah kebijakan guna menghadapi pelemahan nilai tukar rupiah. Kebijakan tersebut seperti Peraturan Pemerintah tentang sistem insentif perpajakan dan juga beberapa aturan untuk mengatasi Current Account Deficit (CAD) secara perlahan.
Terkait rupiah, Sofjan mengatakan, hal ini bersifat temporer yang di drive dari luar Indonesia. Sedangkan mengenai kebijakan dalam negeri, menurutnya sudah cukup baik. Sedangkan untuk dalam negeri, sejauh ini, menurut Menko Perekonomian, koordinasi antara Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan pemerintah telah berjalan sesuai harapan.
“Presiden terlibat langsung, dan melihat bahwa koordinasi antar lembaga negara, dalam hal ini BI, OJK, dan pemerintah, berjalan dengan baik,” ujarnya.
Pemerintah saat ini, menurutnya, sudah lebih bertanggungjawab karena sudah tidak ada subsidi. Hal ini menurutnya akan membuat perekonomian tidak seperti dulu dimana setiap kenaikan kurs akan berdampak ke kondisi fiskal.
Sementara itu Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro mengatakan, dari sisi pemerintah, kalau gejolak rupiah ini terjadi pada tahun 2014 atau tahun-tahun sebelumnya, maka jelas APBN kita akan dalam ancaman. Ia menyebutkan, apabila disertai dengan kenaikan harga minyak, kelemahan kurs akan membuat subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) menggelembung begitu besar sehingga defisit akan mungkin melewati 3 persen.
“Dengan kita melakukan reformasi subsidi dalam bentuk penghapusan subsidi premium dan subsidi tetap untuk solar, maka perubahan kurs ini tidak berpengaruh terhadap BBM,” jelas Menkeu.
Meski demikian, pemerintah mempertimbangkan resiko fiskal yang lain, yaitu mengenai upaya mencapai target penerimaan pajak. Menurutnya, yang ingin ditekankan adalah pemerintah melakukan upaya peningkatan penerimaan pajak.
"Karena saat ini kalau kita hitung tax ratio, jumlah penerimaan perpajakan, seluruh pajak plus kepabeanan plus cukai, dibagi Pendapatan Domestik Bruto (PDB), itu sangat rendah hanya sedikit lebih dari 11 persen,” kata Bambang.(al)