Bareksa.com – Nilai tukar rupiah menyentuh Rp13.018 per dolar Amerika pada siang ini --terlemah sejak Agustus 1998-- yang lebih banyak dipengaruhi oleh faktor eksternal dikhawatirkan ekonom dapat mendorong investor asing mengeluarkan dana dari Indonesia terutama di pasar obligasi.
Pada minggu ini, rupiah tertekan oleh faktor eksternal yakni penguatan dolar Amerika. Ekonom Samuel Sekuritas Indonesia, Rangga Cipta dalam laporan risetnya menyebut pertemuan bank sentral eropa (European Central Bank/ECB) yang mengungkap detail pemberian stimulus ekonomi pada malam ini mendorong pelemahan Euro dan mendorong peningkatan dolar Amerika.
Akibatnya terjadi pelemahan mata uang tidak hanya di Indonesia tetapi juga di Negara lain di kawasan Asia.
Grafik Pergerakan Mata Uang Kawasan Asia Terhadap Dolar Amerika (Periode 27 Feb - 4 Maret 2015)
Sumber: Bareksa
Namun memang terlihat rupiah merupakan salah satu yang mengalami tekanan paling dalam minggu ini. Aldian Taloputra, chief economist Mandiri Sekuritas mengatakan pasar rupiah yang tidak dalam menjadi faktor lebarnya pelemahan rupiah.
Selain itu Aldian juga melihat ditengah mulai naiknya kenaikan harga barang (inflasi) akan membuat BI tidak terlalu agresif untuk menahan pelemahan rupiah.
“Saya lihat BI ingin menjaga competitive dari rupiah untuk menahan laju impor. Tapi diatas level Rp13.000 pasti akan melakukan intervensi untuk menjaga volatilitas dari Rupiah, ” tambah Aldian.
Aldian juga memproyeksi kecil kemungkinan dalam waktu dekat nilai tukar rupiah akan kembali ke level Rp12.600 per dolar. Kekhawatiran akan Bank Sentral Amerika, The Fed untuk menaikkan tingkat suku bunga acuan belum berakhir dan membuat posisi dolar Amerika masih kuat.
Jika pelemahan ini terus berlanjut, Aldian khawatir investor asing akan kembali melakukan penjualan terutama pada pasar obligasi. Dalam perhitungan Aldian, investor asing mulai mengalami kerugian (currency loss) jika rupiah mencapai level Rp13.100 per dolar.
Kerugian tersebut terjadi karena pelemahan mata uang lebih tinggi dibandingkan dengan yield (keuntungan) yang diperoleh investor asing dari investasi di Indonesia.
Berdasar pada data Bareksa, yield obligasi benchmark 10 tahun memang sudah mulai mengalami kenaikan yang menunjukan adanya penjualan obligasi. Kemarin posisi yield benchmark 10 tahun berada pada angka 7,24 persen.
Sumber: Bareksa.com