Tim Ahli Menko Perekonomian: Inflasi Indonesia Bisa Turun ke 2-3%, Ini Syaratnya

Bareksa • 18 Feb 2015

an image
Ketua Tim Ekonomi Kementerian Koordinator Perekonomian, Mohammad Ikhsan, sedang melakukan presentasi dInvestor Round Table Discussion yang diadakan oleh Bareksa dan Semen Indonesia tentang Masa Depan Infrastruktur Indonesia: Peluang dan Tantangan Industri Semen. Di Ritz Calton, Jakarta. Selasa, 17 Februari 2014.

Menurutnya, tingginya inflasi saat ini karena adanya komponen yang sangat sensitif terhadap ketersediaan infrastruktur

Bareksa.com – Pemerintahan Jokowi-JK optimis tingkat inflasi dapat ditekan menjadi sekitar dua sampai tiga persen per tahun pada beberapa tahun ke depan. Namun ini baru akan terlaksana setelah proyek-proyek infrastruktur termasuk jalan dan pelabuhan rampung.

Ketua Tim Ahli Menko Perekonomian, Mohammad Ikhsan, dalam presentasinya Infrastruktur di Indonesia dalam Jangka menengah: Kebutuhan dan Strategi Pemenuhan, Selasa, 17 Februari 2015 berharap ini bisa membantu menurunkan biaya logistik di Indonesia. 

“Kalo kita bagi-bagi sumber inflasi di Indonesia, ada komponen “stubbornly” yang sangat sensitif terhadap ketersedian dan kualitas dari infrastruktur. Jadi kalau infrastruktur dibangun, mudah-mudahan inflasi pada dua hingga empat tahun mendatang bisa dua sampai tiga persen.”

Komponen yang termasuk dalam “stubbornly” adalah komponen bahan makanan dan transportasi yang selama ini termasuk komponen yang memberikan kontribusi terbesar bagi inflasi.

Grafik Inflasi Berdasarkan Kelompok Pengeluaran Periode 2004-2015

Sumber: Bareksa

Ekonom Senior Mandiri Sekuritas Aldian Taloputra menilai kondisi inflasi yang rendah akan memberikan sentimen positif bagi kondisi nilai tukar rupiah dan juga suku bunga.

“Harusnya positif, Rupiah akan stabil dan suku bunga lebih rendah karena masalah logistik tidak terganggu. Jadi, resiko untuk investor yang megang aset dalam bentuk Rupiah juga jadi lebih kecil,” ungkap Aldian melalui sambungan telepon kepada Bareksa.

Aldian juga sependapat masalah infrastruktur harus secepatnya diselesaikan. Mensalah supply side. Inflasi terjadi kerap kali bukan dikarenakan permintaan yang tinggi melainkan supply yang terganggu. 

"Contohnya jika ada banjir, atau masalah logistik. Jadi kalo itu bisa diselesaikan (permasalahan infrastruktur), meskipun permintaannya besar, maka akan menurunkan inflasi,” katanya.

Tingginya inflasi dari kedua komponen ini disebabkan biaya logistik yang tinggi akibat infrastruktur yang kurang memadai. Biaya logistik Indonesia saat ini mencapai 26,8 persen terhadap PDB, nilainya jauh lebih besar bahkan dibandingkan Thailand yang tercatat 20,4 persen.

Grafik Perbandingan Biaya Logistik di Indonesia dengan 6 Negara Lainnya

Sumber: M.Ikhsan

Besarnya biaya logistik juga tercermin dari lamanya waktu yang diperlukan untuk menempuh jarak 100 km. Dibandingkan negara lain, Indonesia membutuhkan waktu lebih dari 2,5 jam untuk menempuh jarak 100km di jalan. Padahal untuk menempuh jarak yang sama di Malaysia dan China hanya dibutuhkan waktu kurang dari 1,5 jam.(al)

Perbandingan Waktu Tempuh Yang Diperlukan Untuk 100km (dalam Jam)

Sumber: M.Ikhsan

 

 

 

Selain itu, waktu tunggu (dwelling) di pelabuhan Indonesia juga tercatat yang paling lama dibandingkan Thailand, Malaysia, dan negara lainnya. Tidaklah mengherankan jika posisi Indonesia hanya menempati posisi ke 72 dalam Global Competitiveness Index 2014-2015, kalah jauh dibandingkan Malaysia yang menempati posisi 20.

Perbandingan Waktu Dwelling Pelabuhan Tanjung Priok dengan Pelabuhan Utama Negara Lainnya

Sumber: M.Ikhsan

 

Berdasarkan data Kementerian Keuangan yang telah diolah Bareksa.com, nilai anggaran infrastruktur jauh lebih tinggi dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Anggaran ini meningkat sekitar 52 persen Jika dibandingkan dengan APBN 2015 yang sebelumnya dibuat Susilo Bambang Yudhoyono di akhir masa jabatannya yakni senilai Rp189,7 triliun.

Pada tahun ini pula, anggaran untuk infrastruktur melebihi alokasi untuk subsidi energi. Angka subsidi dipangkas lebih dalam lagi menjadi hanya Rp158 triliun. Padahal dari tahun 2012, subsidi energi selalu dianggarkan lebih dari Rp300 triliun.

Perkembangan Anggaran Infrastruktur (dalam triliun rupiah)

Sumber: Bareksa