Bareksa.com - Mengawali tahun 2015, penjualan semen bulan Januari mulai mengalami kenaikan 3,2 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Ini jauh lebih baik dibanding Januari 2014 yang justru turun 0,3 persen akibat dari perlambatan pertumbuhan industri properti. Menurut kalangan analis, tingginya anggaran pemerintah untuk infrastruktur dapat mendorong kenaikan industri properti sehingga meningkatkan permintaan semen tahun ini.
Penjualan semen bulan Januari 2015 mencapai 4,79 juta ton, dengan kontribusi terbesar masih dari Sumatera dan Jawa menurut data Asosiasi Semen Indonesia (ASI). Tetapi pertumbuhan tahunan dari Jawa hanya 2,6 persen, sedangkan Sumatera justru mengalami pertumbuhan negatif 7,2 persen. Pertumbuhan terbesar justru berasal dari daerah Indonesia Timur -- tumbuh 49,9 persen --, walaupun volumenya kecil yakni 133 ribu ton.
Grafik: Pertumbuhan Penjualan Semen di Indonesia Januari 2015
sumber: asosiasi semen indonesia, diolah
Jika dibandingkan dengan bulan Desember 2014, penjualan bulan Januari 2015 ini memang mengalami penurunan 10,9 persen. Namun secara historikal, berdasarkan data Bareksa memang penjualan bulan Januari selalu lebih rendah dibandingkan dengan bulan Desember.
Dalam laporan riset Credit Suisse yang telah disampaikan kepada nasabah mengatakan bahwa penjualan kuartal pertama selalu lebih kecil dibanding dengan kuartal empat yang disebabkan penurunan aktivitas konstruksi -- menunggu anggaran pemerintah -- serta musim penghujan yang menyebabkan lambatnya proses pembangunan.
Ketua Asosiasi Semen Indonesia (ASI) Widodo Santoso kepada media, Selasa 10 Februari 2015 mengatakan potensi penjualan semen baru meningkat setelah pemerintah mempercepat pembangunan infrastruktur pertengahan Maret mendatang.
Grafik: Perbandingan Penjualan Semen Desember-Januari (dalam juta ton)
sumber: asosiasi semen indonesia, diolah
PT Semen Indonesia (Persero) Tbk (SMGR) masih memimpin pasar semen dengan pangsa pasar 44,1 persen di bulan Januari 2015, diikuti PT Indocement Tunggal Prakasa Tbk (INTP) 29,4 persen dan PT Holcim Tbk (SMCB) 13,6 persen.
Berdasarkan pertumbuhan tahunan, SMGR juga menjadi juara dengan pertumbuhan 2,9 persen disusul INTP 1,4 persen. SMCB justru mengalami penurunan 1,9 persen.
Credit Suisse merekomendasikan saham SMGR dan INTP karena kedua perusahaan ini memiliki keuangan yang sehat serta kapasitas yang cukup untuk memenuhi permintaan.
Sementara dari laporan Deutche Bank yang telah disampaikan kepada nasabah juga masih merekomendasikan beli terhadap tiga saham produsen semen tersebut selain karena anggaran pemerintah terhadap sektor infrastruktur juga melihat adanya potensi penguatan rupiah juga dapat mendorong margin laba produsen semen. Sebagian besar biaya yang berasal dari energi menggunakan mata uang dolar Amerika dalam pembayarannya.
Lain lagi dengan laporan riset Mandiri Sekuritas yang telah disampaikan kepada nasabah. Mereka masih memberikan rekomendasi netral terhadap produsen semen dengan perhatian terhadap ketatnya persaingan di industri semen yang bisa berakibat pada penurunan harga semen. Selain itu juga utilisasi pabrik produsen semen yang tinggi juga menjadi risiko jika tiba-tiba terjadi lonjakan permintaan. Untuk itu produsen yang bisa dengan cepat mengeksekusi ekspansi pabrik maka yang akan memperoleh keuntungan dari peningkatan permintaan semen di masa mendatang. (np)
(baca juga:Ini Reaksi Emiten Terhadap Penurunan Harga BBM dan Semen)