Rupiah Melemah, Jokowi Manjakan Industri Ekspor dengan Insentif Pajak

Bareksa • 17 Dec 2014

an image
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Sofjan Wanandi (kiri) memdampingi Presiden terpilih Joko Widodo (tengah) dan Wakil Presiden terpilih M. Jusuf Kalla (kanan) berjalan menuju podium ketika peluncuran Roadmap Perekonomian Apindo di Jakarta (ANTARA FOTO/Reno Esnir)

Jusuf Kalla melihat level stabil rupiah di posisi Rp12.500 per dolar AS.

Bareksa.com - Presiden Joko Widodo mengatakan akan mengambil kesempatan dari pelemahan rupiah untuk memberi insentif pada industri yang berorientasi ekspor. Hal itu diungkapkan Presiden pada rapat kabinet terbatas bidang perekonomian, Rabu 17 Desember 2014.

Wakil Presiden Jusuf Kalla di tempat yang sama juga mengatakan pelemahan rupiah ini menopang kebijakan yang diambil pemerintah sebelumnya untuk mengurangi dana subsidi BBM. Defisit neraca perdagangan juga akan lebih cepat mengecil dan mendorong terjadinya stabilitas ekonomi.

"Rupiah stabil di Rp12.500 per dolar akan mendorong tumbuhnya ekspor dari Indonesia," kata Jusuf Kalla.

Berdasarkan data yang diolah Bareksa.com, angka defisit perdagangan pada tahun ini membaik dibandingkan tahun sebelumnya. Jika diakumulasi sepanjang Januari-Oktober 2014, neraca perdagangan hanya defisit Rp1,1 triliun. Ini jauh lebih rendah dibandingkan pada periode yang sama tahun sebelumnya di mana defisit masih menganga sebesar Rp6,37 triliun.

Grafik: Neraca Perdagangan Periode Januari 2011 - Oktober 2014

Sumber: Bareksa.com

Menteri Keuangan Bambang Brojonegoro mengatakan pemerintah akan memberikan insentif dalam bentuk tax allowance. "Selain dari fiskal, insentif yang diberikan juga termasuk kemudahan perizinan," ia menambahkan.

Produsen minyak kelapa sawit (crude palm oil, CPO) menanggapi positif rencana pemberian insentif itu. Akan tetapi, mereka masih menunggu informasi lebih mendetail soal pajak mana yang akan dikurangi.

Michael Kesuma, pejabat investor relations PT Sampoerna Agro Tbk (SGRO) kepada Bareksa.com  menyampaikan pemberlakuan pajak ekspor sebesar nol persen oleh pemerintah sebelumnya memang mendorong produsen untuk melakukan ekspor. Sebelumnya, produsen lebih untung menjual CPO di dalam negeri karena faktor adanya permintaan yang lebih tinggi ketimbang di luar negeri.

"Sampoerna Agro sendiri tahun ini hampir seluruhnya menjual CPO ke domestik. Tapi, pelemahan rupiah dan tambahan insentif pajak dapat membuat harga jual lebih kompetitif sehingga akan meningkatkan permintaan investor asing," kata Michael melalui saluran telepon. (np)