Emirsyah Satar Datang Dan Pergi Saat Garuda Indonesia Alami Keadaan Yang Berat
Jan-Sep 2014, Garuda kembali mencatatkan kerugian sebesar $219,5 juta karena melonjaknya biaya bahan bakar, sewa pesawat
Jan-Sep 2014, Garuda kembali mencatatkan kerugian sebesar $219,5 juta karena melonjaknya biaya bahan bakar, sewa pesawat
Bareksa.com - Emirsyah Satar mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) setelah hampir 10 tahun memimpin perusahaan BUMN penerbabngan ini.
Masa kepemimpinan Emir harus berakhir tahun ini, yang juga merupakan tahun yang berat bagi Garuda karena menderita peningkatan kerugian. Dalam periode Januari-September 2014, Garuda tercatat mengalami kerugian $219 juta atau sekitar Rp2,67 triliun akibat bengkaknya biaya bahan bakar dan sewa pesawat.
Terakhir Garuda mengalami kerugian pada tahun 2005 sebanyak $70 juta berdasar data laporan keuangan 2005 yang telah diaudit kembali.
Promo Terbaru di Bareksa
Emirsyah mengawali karirnya di Garuda sebagai Direktur Keuangan pada 1998-2003, sebelum pindah ke Bank Danamon. Baru pada Maret 2005, Menteri BUMN kala itu Sugiharto menarik kembali Emirsyah untuk memimpin Garuda menggantikan Indra Setiawan.
Pada saat itu Garuda masih terlilit hutang yang besar. Dalam laporan tahunan 2005 tercatat pinjaman jangka panjang terbesar pada saat itu yaitu wesel bayar sebanyak Rp1,14 triliun dalam mata uang dolar Amerika dan obligasi konversi senilai Rp1,34 triliun.
Obligasi konversi tersebut diterbitkan Garuda kepada Bank Mandiri, Angkasa Pura I dan Angkasa Pura II sebagai hasil restrukturisasi pinjaman tahun 2001. Per akhir 2005 juga rasio debt-to-equity mencapai 16 kali -- utang Garuda mencapai 16 kali nilai modal -- artinya ketahanan perusahaan dari segi keuangan sangat rentan terhadap risiko kebangkrutan.
Seiring dengan langkah transformasi dan restrukturisasi yang dilakukan Garuda, kondisi keuangan mulai membaik tercermin dari penurunan hutang dan meningkatnya laba bersih. Per akhir tahun 2010, rasio debt-to-equity turun hingga menjadi 1,2 kali.
Namun pada tahun ini Garuda mengalami kerugian yang besar akibat naiknya harga minyak di akhir tahun lalu hingga semester pertama tahun ini serta langkah agresif ekspansi pesawat. Pada akhir September 2014, jumlah pesawat yang dioperasikan Garuda mencapai 160 unit dengan rata-rata pertumbuhan pesawat per tahun 22,5 persen dalam tiga tahun terakhir ini.
Peningkatan jumlah pesawat yang agresif juga turut mendorong rasio utang Garuda. Berdasarkan laporan presentasi per September 2014, net gearing Garuda kembali meningkat menjadi 0,47 kali. Pada Februari 2011, Garuda menerbitkan saham perdana (initial public offering) sehingga modal perusahaan menjadi naik dan membuat rasio net gearing turun hingga 0,05 kali.
Ekspansi yang dilakukan Garuda terutama Citilink untuk segmen low cost carrier terbilang wajar di tengah pesatnya pertumbuhan penerbangan segmen tersebut. Ini tercermin pada perkembangan maskapai seperti AirAsia. Ketatnya persaingan dengan penerbangan budget yang mengakibatkan maskapai full service sulit menaikkan harga tiket.
Pada semester pertama tahun ini, banyak maskapai penerbangan full service lainnya di Asia Pasifik yang mengalami rugi besar karena tingginya harga minyak yang menyebabkan kenaikan pada biaya bahan bakar.
Ternyata kerugian yang dialami Garuda tidak sebanding yang dialami oleh maskapai asal Thailand, Thai Airways International, yang membukukan lonjakan kerugian semester pertama tahun ini 6.501 persen menjadi THB10,29 miliar atau sekitar Rp3,6 triliun.
Kerugian yang diderita Thai Airways juga disebabkan kondisi politik yang tidak stabil akibat adanya kudeta sehingga menyebabkan sektor pariwisata mengalami penurunan. (Baca juga : Ternyata Tak Cuma Garuda (GIAA), Banyak Maskapai Full Service Rugi Besar)
Biaya bahan bakar memang menjadi komponen biaya terbesar yang ditanggung Garuda. Tetapi sepanjang Januari-September 2014 kontribusinya meningkat mencapai 39 persen dari total biaya operasi Garuda. Padahal selama tahun 2005, bahan bakar hanya mengkontribusi 29 persen.
Grafik. Kontribusi biaya bahan bakar dan sewa pesawat terhadap total biaya operasi Garuda
Kepada Bareksa, Emir mengungkapkan Garuda sedang dalam proses recovery secara perlahan dan ini akan berlanjut hingga akhir tahun. (Baca juga : Emirsyah Satar Optimis Kinerja Garuda Membaik; Per September Sudah Peroleh Laba).
Melemahnya harga minyak dunia yang kini telah menembus $63,08 per barel akan membawa angin positif bagi Garuda.
Analis Deutsche Bank Asia Guru, David Hurd, memperkirakan Garuda akan mendapat keuntungan paling besar dengan turunnya harga minyak saat ini.
Jika harga minyak dunia turun 1 persen, laba bersih Garuda berpotensi meningkat sekitar 18 persen, prediksi David. (Baca : Garuda Indonesia Jadi Emiten Paling Diuntungkan Turunnya Harga Minyak Dunia) (qs)
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A | 1.384,88 | 0,21% | 4,05% | 7,72% | 8,08% | 19,46% | 38,34% |
Trimegah Dana Obligasi Nusantara | 1.095,38 | 0,14% | 4,09% | 7,18% | 7,47% | 3,23% | - |
STAR Stable Amanah Sukuk autodebet | 1.084,98 | 0,55% | 4,00% | 7,61% | 7,79% | - | - |
Capital Fixed Income Fund autodebet | 1.853,59 | 0,53% | 3,86% | 7,19% | 7,36% | 17,82% | 41,07% |
Insight Renewable Energy Fund | 2.287,69 | 0,82% | 4,11% | 7,35% | 7,53% | 19,98% | 35,83% |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.