Koalisi Prabowo Tekuk Lagi Jokowi di Parlemen, Investor Asing Terus Keluar RI

Bareksa • 02 Oct 2014

an image
(kiri kanan) Setya Novanto, Fadli Zon, Agus Hermanto Taufik Kurniawan, dan Fahri Hamzah diambil sumpah sebagai Pimpinan DPR periode 2014-2019 usai sidang paripurna pemilihan pimpinan DPR - (ANTARA FOTO/Rosa Panggabean)

IHSG masih menunggu pembentukan kabinet 20 Oktober mendatang. Bagaimana para analis melihat perkembangan ini?

Bareksa.com - Sentimen positif yang merebak sejak Rabu siang kemarin, 1 Oktober 2014, ternyata pupus begitu saja. Kabar akan terjalin koalisi baru dengan masuknya Partai Demokrat ke Koalisi Indonesia Hebat gagal menjadi kenyataan. Penyebabnya oleh banyak kalangan dianggap kelewat sepele serta terlalu emosional dan personal: SBY dan Megawati belum juga bisa bertemu dan saling berbicara untuk kepentingan bangsa yang lebih luas. Buntutnya telah banyak diperkirakan, setelah kekalahan telak dengan golnya UU MD3 (MPR, DPR, DPRD, dan DPD) dan UU Pilkada, pada Kamis dini hari tadi, Koalisi Merah Putih pimpinan Prabowo menyapu bersih pemilihan kelima pimpinan DPR RI.

Pada penutupan sesi pagi tadi IHSG anjlok 1,9% ke level 5.044, rupiah sempat merosot menjadi Rp12.180./USD. Bagaimana para analis  merespons hal ini?

Laporan Citi Group yang telah disampaikan kepada nasabah menyatakan kekalahan berikutnya kubu Jokowi-JK itu bukan suatu hal yang mengejutkan. Namun demikian, investor masih menunggu apakah sejumlah partai di Koalisi Merah Putih berhasil ditarik masuk Jokowi-JK melalui mekanisme pembentukan kabinet dalam 18 hari ke depan.

Sikap wait and see ini tercermin dari IHSG yang masih bertahan di level 5.000 di tengah mencuatnya ketidakpastian politik yang semakin menghantui, data neraca perdagangan yang kembali mengalami defisit USD318 juta, serta melonjaknya yield obligasi. Menurut analisis Citi, IHSG masih menunggu pembentukan kabinet setelah Jokowi dan JK dilantik pada 20 Oktober mendatang.

Namun demikian, tekanan terhadap IHSG sebenarnya sudah semakin berat. Dalam sebulan terakhir ini investor asing terus melakukan penjualan secara masif.

Berdasarkan data Bareksa.com, sejak 8 September hingga kemarin terjadi arus keluar (outflow) dana investor asing dari pasar saham sebesar Rp9,17 triliun. Ini menyebabkan secara year-to-date jumlah dana asing yang masuk (inflow) terus tergerus menjadi hanya sebesar Rp39,67 triliun.

Pergerakan IHSG dan Arus Dana Asing Periode Year-To-Date

 

Sumber: Bareksa.com

Hal senada digarisbawahi laporan Credit Suisse Indonesia. Menurut analisis CS, keberhasilan sapu bersih Koalisi Merah Putih di pemilihan pimpinan DPR RI semalam menjadi faktor penentu pergerakan IHSG hari ini. Politik akan terus menjadi fokus perhatian pelaku pasar di tengah kecenderungan IHSG yang terus melorot.

On the latest Bank Indonesia data release, we see Indonesia trade balance returned to deficit while inflation crept up again. Also fueled by uncertainty in political condition, USD/IDR rate went up to 12,200 intraday after the announcement. With this, we see growing possibility of fuel price hike to come at higher rate of IDR3,000 per liter (+46% to IDR9,500 per liter), which will push inflation higher up for the next 6-12 months after subsidy removal but will ease the pressure on currency, in our view.
 
Laporan riset Maybank KE juga begitu. Ketidakpastian politik yang semakin tinggi dilihat sebagai salah satu faktor yang menjadi ancaman serius buat perekonomian Indonesia ke depan. Faktor politik menambah buruk berbagai faktor lain yang saat ini sudah memberikan sentimen negatif, yakni defisit neraca perdagangan dan inflasi. Selain itu, meski bagus di jangka panjang, rencana pemerintahan Jokowi-JK menaikkan harga BBM bersubsidi Rp3.000/liter juga tak terhindarkan akan mendongkrak inflasi 6-12 bulan ke depan, meski akan melonggarkan tekanan pada rupiah. "Kami mempertahankan pandangan kami bahwa akan terjadi perlambatan dalam periode jangka pendek ini di sektor konsumsi di Indonesia," demikian laporan itu menyimpulkan.

Riset Mandiri Sekuritas juga menyoroti kegagalan Koalisi Indonesia Hebat dan Jokowi dalam menggalang dua partai politik dari Koalisi Merah Putih. Mereka menekankan pembentukan kabinet menjadi sangat penting karena merupakan kesempatan terakhir agar Jokowi-JK memperoleh dukungan mayoritas di parlemen. Mandiri Sekuritas melihat peluang sejumlah partai anggota Koalisi Merah Putih ditarik masuk ke dalam kabinet cukup besar.

Adapun Deutsche Bank dalam laporannya melihat peta dukungan anggota DPR RI saat ini jelas akan membatasi banyak agenda ekonomi Jokowi-JK. Akan tetapi, pemerintahan baru dipandang masih bisa mendorong reformasi di tingkat pemerintah dan BUMN. Namun, untuk itu dibutuhkan kepemimpinan yang tegas dan anggota kabinet yang kredibel. Investor sedang melihat apakah Jokowi-JK benar akan berani menaikkan harga BBM bersubsidi Rp2.000-3.000 per liter pada November mendatang. Jika ini benar dilakukan, Deutsche Bank menilai, investor akan merespons positif. (kd)