Ekonom Peringati Pelonjakan Defisit Anggaran Bila BBM Tidak

Bareksa • 14 Aug 2014

an image
Truk tangki pengangkut bahan bakar menuju Stasiun pengisian BBM di Depo Pertamina Madiun, Jatim, Senin (21/7) - (ANTARA FOTO/Fikri Yusuf)

Tim Jokowi-Jusuf Kalla menginginkan adanya kenaikan harga bahan bakar Premium sebesar Rp1.500 menjadi Rp8.000 per liter

Bareksa.com - Beberapa ekonom memperkirakan defisit anggaran akan melebar akhir tahun ini jika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tidak segera menaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi, karena beban subsidi terus membengkak akibat naiknya harga minyak serta melemahnya nilai tukar rupiah.

Pemerintah telah mematok kuota konsumsi BBM sebesar 46 juta kiloliter untuk tahun 2014, tetapi dengan tingginya jumlah permintaan domestik, beban subsidi meningkat pesat, sementara diperkirakan alokasi kuota tahun ini untuk Solar akan habis akhir November dan Premium pada tanggal 19 Desember.

Ekonom PT Bank Mandiri (persero) Tbk, Destry Damayanti mengingatkan kemungkinan kenaikan defisit anggaran, namun untuk mengatasi hal tersebut pemerintah dapat memotong pengeluran yang lain. "Kami perkirakan defisit hanya mencapai 2,5 persen hingga akhir tahun 2014."

Untuk menghindari kehabisan kuota konsumsi BBM, Pertamina sudah mulai memberlakukan pembatasan penjualan BBM subsidi antara lain di jalan tol dan di Jakarta Pusat.

Tim Jokowi-Jusuf Kalla menginginkan adanya kenaikan harga bahan bakar Premium sebesar Rp1.500 menjadi Rp8.000 per liter di bulan September untuk menghindari membengkaknya defisit anggaran terlalu besar, menurut sumber Bareksa.com.

Rangga Cipta, ekonom PT Samuel Sekuritas, mengingatkan bahwa ketersediaan BBM adalah hal yang tidak bisa ditawar.

"Tidak bisa ada hari dimana benar-benar tidak ada BBM bersubsidi karena akan menimbulkan kepanikan di masyarakat," ujar Rangga kepada Bareksa.com.

Saat ini nilai subsidi minyak yang dianggarkan sebesar Rp245 triliun. Menurut perhitungan Rangga jika nilai tersebut membengkak hingga lebih dari Rp280 triliun maka defisit anggaran dapat mencapai 3 persen dari PDB.

Mengutip Bloomberg, Bambang Brodjonegoro, Wakil Menteri Keuangan akan mengusulkan kepada tim Jokowi-Jusuf Kalla ketika periode transisi sudah dimulai untuk mengubah sistem subsidi BBM secara struktural.

Subsidi harus dibatasi pada harga dan volume tertentu, tambah Bambang. Saat ini harga bensin bersubsidi Rp6.500 per liter sehingga jika harga minyak dunia meningkat, subsidi meningkat.

Asumsi harga minyak dunia Rp10.000 per liter, kemudian nilai subsidi sudah dipatok misalnya hanya Rp3.000 per liter maka harga BBM bersubsidi Rp7.000 per liter.

Ketika harga minyak naik ke Rp11.000 per liter, nilai subsidi tidak akan berpengaruh karena harga BBM bersubsidi naik mengikuti, yakni sebesar Rp8.000 per liter.

Rangga menyambut positif usulan tersebut karena perbaikannya lebih struktural dan dapat mengurangi konsumsi karena masyarakat ikut merasakan fluktuasi harga minyak dunia.

"Implikasi negatifnya inflasi di Indonesia juga akan menjadi fluktuatif. Tetapi dalam jangka panjang dapat menjaga anggaran sehingga pemerintah dapat fokus pada peningkatan infrastruktur," tambah Rangga. (QS)

 

*oleh Ni Putu Kurnia Sari