Menghitung prospek Steel Pipe Industry

Bareksa • 09 Jun 2014

an image
Sejak listing perdana pada 22 Februari 2013 lalu di harga 295 - (Antaranews.com)

Penurunan harga bahan baku baja mendukung perbaikan kinerja ISSP.

Bareksa.com - Sejak listing perdana pada 22 Februari 2013 lalu di harga 295, saham Steel Pipe Industry of Indonesia, yang sering juga disingkat Spindo (ISSP), sahamnya turun bukannya naik.

Pengamat pasar modal Teguh Hidayat menuturkan, sahamnya terus turun hingga sempat menyentuh 131 sebagai titik terendahnya, meski kemudian mulai naik lagi dan terakhir ditutup di 168. 

Kalau melihat model bisnisnya yang tidak biasa, yakni membuat dan menjual pipa-pipa baja, ISSP memang agak sulit untuk dijadikan pilihan investasi jangka panjang karena kinerja perusahaan kedepannya bisa sangat dipengaruhi oleh fluktuasi harga bahan baku, pelemahan Rupiah.

"However, kalau melihat valuasi sahamnya yang terdiskon, manajemennya yang konservatif, serta kinerja terbaru perusahaan yang jelas-jelas masih oke, maka ISSP ini terlalu menarik untuk diabaikan," ujar Teguh dalam riset edisi Juni 2014.

ISSP adalah perusahaan produsen pipa baja terbesar di Indonesia yang bermarkas di Surabaya, dimana perusahaan menjual produk berupa pipa baja berbagai bentuk dan ukuran untuk pelanggan industri, konstruksi, minyak dan gas, hingga pabrik otomotif. Selain menjual pipa baja jenis stainless steel dan karbon, ISSP juga menyediakan jasa pelapisan dan pemotongan lembaran baja. 

Hingga akhir 2012 perusahaan memiliki lima buah pabrik dimana tiga diantaranya berlokasi di Surabaya, dan dua lainnya di Pasuruan, Jawa Timur, dan Karawang, Jawa Barat. 

Meski sudah berdiri dan beroperasi sejak 1971, hingga saat ini perusahaan hanya fokus pada pembuatan pipa baja saja dan tidak merambah bidang lain yang masih berkaitan seperti mendirikan pabrik baja, atau membuat produk baja lain selain pipa, seperti kawat baja, baja konstruksi.

Namun, dari sudut pandang investor hal ini justru bagus karena itu berarti perusahaannya bisa fokus pada satu jenis bidang usaha saja. Dan meski nama perusahaannya kurang terkenal di mata orang awam, namun dikalangan industri, Spindo sudah cukup dikenal sebagai perusahaan spesialis pipa baja.

"Bisnis pipa baja yang dijalani ISSP ini sangat rentan terhadap kenaikan harga lembaran baja sebagai bahan baku pembuatan pipa, fluktuasi nilai tukar Rupiah (karena sebagian lembaran baja tersebut diperoleh dari impor), dan perkembangan dari pasar pipa baja itu sendiri, yang sangat dipengaruhi oleh perkembangan industri-industri yang membutuhkan pipa baja," paparnya.

Artinya,tidak heran ketika melihat bahwa di 2009 lalu, ISSP menderita kerugian hingga Rp308 milyar akibat pengaruh krisis global. Meski demikian diluar 2009 tersebut, laba bersih serta ekuitas perusahaan senantiasa bertumbuh hingga saat ini.

Kemudian soal prospek kedepannya, ketika perusahaan menggelar IPO kemarin, dananya untuk membangun pabrik anyar di Gresik, dan menambah kapasitas pabrik yang sudah ada di Karawang dan Pasuruan. Namun karena pabriknya belum jadi, maka sejauh ini hasilnya belum kelihatan. 

Kinerja ISSP yang cukup bagus dalam setahunan terakhir ini lebih karena turunnya harga bahan baku baja, sehingga margin laba perusahaan meningkat (dan yang kena dampak negatifnya malah Krakatau Steel/KRAS, yang merupakan salah satu supplier lembaran baja ke ISSP). 

Tapi yang membuat saham ini menarik adalah valuasinya. Kalau anda mengakuisisi 100% saham ISSP pada harga sahamnya saat ini, yakni Rp168 per saham, maka anda akan mengeluarkan dana Rp1,2 trilyun, untuk memperoleh aset bersih senilai total Rp2 trilyun. 

"Dan kabar baiknya, mayoritas aset ISSP merupakan aset lancar seperti piutang usaha, persediaan bahan baku lembaran baja, hingga persediaan pipa baja siap jual, yang bisa dengan mudah dilikuidasi setiap saat," urainya.

Ia menilai,mperusahaan akan terus mencetak laba bersih yang besar seperti sekarang (pada Kuartal I 2014, ROE-nya 17%, cukup besar untuk ukuran perusahaan manufaktur yang marginnya biasanya kecil).

Dan kalau anda membeli 100% saham ISSP pada harga terendahnya, yakni Rp131 per saham, maka anda akan mengeluarkan dana Rp941 milyar untuk memperoleh modal kerja bersih (aset lancar ISSP dikurangi kewajiban lancarnya) senilai Rp951 milyar, belum termasuk aset-aset tetap seperti pabrik, kendaraan, dll. 

Hal ini mengingatkan penulis ketika pada tahun 1962, Warren Buffett membeli Berkshire Hathaway pada PBV 0,8 kali berdasarkan nilai modal kerja bersihnya saja, diluar aset-aset tetap milik perusahaan.

Posisi ISSP saat ini seharusnya berada di level 250 atau diatasnya, dan kalau diatas itu maka barulah saham ini nggak bisa dikatakan murah lagi, karena PBV-nya sudah di atas 1 kali.

"So, meski saham ini mungkin tidak bisa dipegang untuk periode katakanlah 2 – 3 tahun, namun dalam jangka yang lebih pendek ISSP mungkin menawarkan gain yang lumayan," ujarnya. (Sumber : ANTARA News)