Benarkah Sampoerna bangkrut? Ini analisis kinerja keuanganny

Bareksa • 19 May 2014

an image
A Mild, produk rokok SKM PT HM Sampoerna, Tbk

Sampoerna menutup dua pabrik di Jember dan Lumajang, 49 ribu buruh di-PHK. Ada apa?

Bareksa.com - Jumat kemarin, 16 Mei 2014, muncul berita di Tempo.co dengan judul menggegerkan: "Bangkrut, PT HM Sampoerna PHK Ribuan Karyawan". Ternyata, setelah ditelusuri lebih lanjut, faktanya tidaklah sesensasional itu. Diberitakan sejumlah media lain, PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk (HMSP) "hanya" akan menghentikan produksi di dua pabrik mereka, yakni di Jember dan Lumajang, Jawa Timur. Buntutnya, pada 30 Mei nanti 49 ribu karyawan kedua pabrik ini akan di-PHK. Hingga saat ini, manajemen HMSP  belum memberikan tanggapan resmi.

Pertanyaannya: bagaimanakah dampak kabar ini pada saham HMSP?

HMSP berdiri sejak tahun 1913 dan tercatat mengoperasikan dua pabrik SKM (Sigaret Kretek Mesin) di Pasuruan dan Karawang serta tujuh pabrik SKT (Sigaret Kretek Tangan) yang tersebar di sejumlah lokasi. Tiga di Surabaya serta masing-masing satu pabrik di Malang, Probolinggo, Lumajang dan Jember.

SKM merupakan jenis rokok yang proses produksinya menggunakan mesin. SKM Sampoerna dijual dengan merek A Mild, U Mild serta rokok putih yakni Marlboro. Adapun SKT merupakan jenis rokok yang seluruh proses produksinya menggunakan tenaga manusia. Dalam kategori ini, HMSP memiliki merek yang mendominasi pasar, yakni Dji Sam Soe.

Dalam paparan publik HMSP pada 9 Mei 2014 lalu di Surabaya, disebutkan terjadi tren penurunan pada segmen SKT yang disebabkan oleh adanya perubahan preferensi konsumen, dari SKT beralih ke SKM. Berdasarkan laporan tahunannya, pada 2013 total volume penjualan HMSP mencapai 111,3 miliar batang -- naik 3,3 persen dibandingkan 2012. Dari total volume tersebut, produk SKM A Mild dan U Mild naik 6 persen dibandingkan tahun 2012, dan rokok putih Marlboro meningkat 11 persen dibandingkan tahun 2012. Sebaliknya, volume produk SKT turun 1 persen dibandingkan tahun 2012.

Sementara itu, laporan kuartal HMSP menyebutkan pada kuartal pertama 2014 ini total volume penjualan anjlok 5,5 persen dibandingkan dengan kuartal pertama 2013, yakni hanya mencapai 27 miliar batang. Hal tersebut didorong oleh penurunan volume dari segmen SKT di mana pangsa pasarnya melorot dari 24,8 persen di kuartal pertama 2013 menjadi 21,7 persen di kuartal pertama 2014. 

Selain faktor perubahan preferensi pasar, produsen rokok ini juga terhimpit kenaikan cukai. Di tahun 2014 ini mulai berlaku pajak daerah dengan besaran 10 persen dari tarif cukai. Diberitakan media, pada 11 November 2013 lalu, Menteri Keuangan Agus Martowardojo mengumumkan pemerintah memutuskan untuk kembali menaikkan cukai sebesar 15 persen mulai Januari 2014. Langkah ini diambil pemerintah di atas tujuan untuk menurunkan konsumsi rokok. Disebutkan dalam laporan tahunan HMSP 2013, pendapatan cukai tembakau nasional 2013 mencapai Rp103,6 triliun dan pembayaran cukai HMSP mencapai Rp30,7 triliun (29,6 persen).

Berbeda dengan produsen rokok lain, kontribusi segmen SKT sangat besar di HMSP, mencapai 43 persen dari nilai penjualan di tahun 2013. Maka itu, tren penurunan jangka panjang segmen SKT ini -- jika tidak diimbangi dengan kenaikan volume penjualan SKM -- akan mengancam merosotnya kinerja keuangan HMSP.

Terlihat, penjualan bersih di kuartal pertama 2014 memang masih mengalami kenaikan sebesar 7,4 persen dibandingkan dengan kuartal pertama 2013, karena ditolong segmen SKM. Namun, marjin laba operasi di kuartal pertama 2014 turun menjadi 33,63 persen dibandingkan dengan kuartal pertama 2013 yang 35 persen. Ini karena marjin produk SKM lebih kecil dari SKT.

Untuk itulah, langkah-langkah efisiensi rupanya langsung ditempuh untuk menjaga profitabilitas HMSP -- salah satunya dengan mengurangi biaya tenaga kerja itu.

Dari segi kinerja saham, saham HMSP memiliki hambatan di sisi likuiditas. Ini karena pada bulan Mei 2005, Philip Moris International mengakuisisi 97,75 persen saham HMSP senilai USD4,8 miliar dari keluarga Sampoerna. Hal ini menyebabkan investor kesulitan membeli saham HMSP di pasar sekunder karena terbatasnya jumlah lembar saham yang tersedia.

Dari sisi fundamental nilai sahamnya, jika ditelaah berdasarkan matriks saham Bareksa.com, terlihat bahwa dibandingkan dengan emiten produsen rokok lain, HMSP termasuk memiliki ROE serta PER yang lebih tinggi. Dilihat dari kriteria tersebut, saham HMSP saat ini masih masuk ke dalam kategori wajar -- ceteris paribus ke depan HMSB berhasil mengatasi sejumlah tantangan di atas.

Grafik Matriks Saham

Sumber : Bareksa.com

Menggunakan alat analisis Bareksa.com yang lain, yakni Price-Earning Band -- yang menunjukkan valuasi suatu saham berdasarkan kinerja valuasi historikal -- harga saham HMSP saat ini masih relatif menarik karena berada di bawah nilai 1 x standar deviasi Price earning Ratio dalam periode tiga tahun terakhir -- lagi-lagi jika faktor-faktor kendala di atas berhasil diatasi.

Grafik Price Earning Band

Sumber : Bareksa.com

Berdasarkan laporan riset yang kami pelajari, terdapat fakta yang menarik di industri rokok. Pada periode pemilihan presiden, penjualan rokok secara historis cenderung mengalami pertumbuhan yang pesat. Pada tahun 2004, volume produksi meningkat 13,6 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Di tahun 2009, volume produksi meningkat 14,2 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Jika dirata-ratakan selama 10 tahun, dari 2003 sampai 2012, pertumbuhan volume produksi rokok per tahun hanya 6,74 persen.

Akankah tren itu berlanjut pada pemilu presiden 2014 ini? (kd)

*Ni Putu Kurniasari adalah Head of Research Bareksa.com