Tantangan dan peluang sektor perbankan di 'tahun politik'

Bareksa • 21 Mar 2014

an image
Bank BJB - (Antaranews)

Sektor kredit yang diperkirakan masih akan tumbuh adalah konsumsi, properti, kendaraan bermotor, makanan, dan hiburan.

Bareksa.com – Laporan tahunan emiten sektor perbankan untuk FY2013 kembali menunjukkan hasil yang mengesankan dan berpotensi kembali berlanjut di tahun 2014 ini. Analis Jisawi Finance, Hendri Prasetyo yang kami hubungi, mengatakan bahwa kinerja industri perbankan untuk tahun 2013 secara keseluruhan tumbuh sesuai ekspektasi pasar.

Kinerja sektor perbankan keseluruhan di 2013 lalu tergolong baik walau ada tekanan di kuartal keempat 2013. Rata-rata pertumbuhan industri ini tahun lalu mencapai 15 persen, seiring dengan pertumbuhan kredit. Walaupun untuk tahun ini pertumbuhan kredit diperkirakan akan melambat apabila dibandingkan tahun lalu, namun beberapa bank tampaknya masih optimistis akan mencapai pertumbuhan kredit 20 persen. Karena itu, pertumbuhan sektor ini diperkirakan masih akan tetap positif.  

Sektor kredit yang diperkirakan masih akan tumbuh adalah konsumsi, properti, kendaraan bermotor, makanan, restoran dan hotel. Area ini masih akan dilirik karena terkait langsung dengan kebutuhan masyarakat sehari-hari dan akan menjadi tumpuan perbankan dalam menyalurkan kredit untuk menopang perlambatan pertumbuhan kredit dari sektor lainnya.

Soal emiten perbankan mana saja yang memiliki potensi bagus, Hendri memperkirakan bank-bank yang banyak menyalurkan KPR memiliki ruang pertumbuhan yang lebih tinggi. PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), PT Bank Tabungan Negara (BBTN), dan PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) adalah bank-bank yang tercatat memiliki porsi KPR cukup besar.

BMRI perlu diberi catatan khusus soal ini. Soalnya, selain penyaluran kreditnya ke sektor KPR merupakan salah satu yang terbesar dengan pertumbuhan di atas industri, Bank Mandiri juga memiliki bisnis yang sangat solid dan terdiversifikasi di berbagai sektor. Sektor-sektor tersebut antara lain konsumen, UKM, dan komersial. Dengan diversifikasi tersebut BMRI akan sangat diuntungkan oleh penurunan inflasi dan suku bunga.

Untuk bank daerah, PT Bank Jawa Timur Tbk (BJTM) dan PT Bank Jawa Barat Tbk (BJBR) juga memiliki potensi untuk bersaing di wilayah ini. Hendri mengatakan bank-bank pembangunan daerah umumnya menyalurkan kredit ke sektor UMKM. Ini salah satu sektor kredit yang masih bisa bertumbuh di kisaran 20 persen pada tahun ini. Karena itulah, pertumbuhan bank-bank daerah ini masih stabil sebagaimana di tahun-tahun sebelumnya.

Mengenai tantangan dan risiko yang akan dihadapi sektor perbankan di tahun 2014, Hendri melihat itu ada di faktor perlambatan ekonomi Indonesia yang diproyeksikan hanya akan bertumbuh 5,2 persen. Artinya, risiko ini dapat menekan laju sektor perbankan. Ditambah lagi, posisi neraca perdagangan dan transaksi berjalan yang masih defisit berpotensi memicu BI untuk kembali menaikkan suku bunga, meskipun tingkat inflasi sedang menurun. Selain itu, likuiditas yang semakin ketat akan menjadi tantangan utama perbankan tahun depan. Ada banyak aliran dana nasabah institusi yang keluar dari sistem perbankan dan masuk ke pasar surat utang negara (SUN) demi mendongkrak yield. Alhasil, likuiditas semakin seret dan persaingan memperebutkan dana pihak ketiga (DPK) makin ketat, diwarnai perang suku bunga simpanan. Hal ini diperkirakan masih akan berlangsung hingga tahun depan.

Sekilas kinerja perbankan pada 2013

Buana Capital memberikan rekomendasi jual pada PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dengan TP Rp9.600, karena PBV BBCA saat ini mencapai 3,4x atau berada di atas rata-rata industri di kisaran 2,5x. Terlebih lagi, pertumbuhan kredit perseroan (13-15 persen) lebih rendah dari industri yang 15-17 persen.

Laba bersih perseroan FY2013 naik 21,6 persen YoY menjadi Rp 14,2 triliun, atau 10 persen di atas perkiraan Buana dan 3 persen di atas konsensus. Laba tersebut ditopang oleh pendapatan bunga yang tumbuh 24 persen (YoY) menjadi Rp26,4 triliun, yang berasal dari pertumbuhan kredit yang mencapai 21,6 persen dan peningkatan NIM sebesar 60 bps menjadi 6,2 persen. Sementara itu, NPL berhasil dijaga pada tingkat 0,4 persen (gross) dan TPF tumbuh 11 persen YoY -- terendah dalam 5 tahun terakhir. BCA juga berhasil mendongkrak porsi deposito dengan menaikkan suku bunga deposito sebesar 350 bps pada tahun 2013. Namun, naiknya suku bunga tersebut tidak serta merta mendongkrak CoF, karena CASA mengalami pertumbuhan yang lebih besar.

Adapun PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) berhasil membukukan kinerja cukup mengesankan di tahun 2013. Kredit tumbuh 26 persen YoY dan laba bersih naik 28 persen YoY -- tertinggi untuk sektor perbankan. Buana Capital melihat, dengan PBV saat ini yang sebesar 1,6x dan 8,7x PE, BBNI tergolong murah. Karena itu, Buana merekomendasikan beli untuk BBNI dengan TP Rp 6.510.

Dalam lima tahun terakhir, terbukti kualitas profitabilitas BBNI terus melaju (CAGR pertumbuhan EPS mencapai 32 persen), diiringi membaiknya kualitas kredit (NPL turun 250 bps) di atas kinerja rata-rata industri. Laba bersih BBNI meningkat 28 persen YoY menjadi Rp9,05 triliun, ditopang peningkatan pendapatan bunga sebesar 23 persen YoY menjadi Rp19 triliun (109 persen dari proyeksi Buana). Pertumbuhan pinjaman BBNI pada 2013 tumbuh 25 persen YoY menjadi Rp251 triliun -- jauh di atas pertumbuhan industri yang 21 persen. Sementara itu, porsi kredit terhadap total aset adalah 65 persen. Ini lebih tinggi dari angka tiga tahun sebelumnya yang rata-rata sebesar 57 persen. LDR pun naik menjadi 85 persen, yang merupakan rekor tertinggi sepanjang sejarah BBNI. Tren peningkatan kualitas pinjaman terus berlanjut, yang ditunjukkan dengan berkurangnya gross NPL sebesar 60 bps menjadi 2,2 persen.

Untuk PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), sebuah laporan riset lain yang kami pelajari merekomendasikan beli untuk BBRI dengan TP Rp10.600. Pertimbangannya: tingginya pertumbuhan pinjaman, meningkatnya kualitas aset perseroan, dan naiknya net interest margin (NIM) sehingga menopang pertumbuhan laba perseroan. BBRI sepanjang 2013 berhasil mencatatkan pertumbuhan laba bersih sebesar 14 persen YoY menjadi Rp21,3 triliun. Namun, tantangan yang akan dihadapi ke depan adalah prediksi turunnya tingkat pertumbuhan kredit menjadi sebesar 19 persen p.a. untuk tiga tahun ke depan, dari posisi 24 persen per 2013 lalu.  

Laporan yang sama merekomendasikan beli PT Bank Jawa Timur Tbk (BJTM) dengan TP Rp 500, setelah berhasil mencatatkan laba bersih sebelum audit sebesar Rp916 miliar, atau tumbuh sebesar 26 persen YoY. Faktor-faktor yang mendukung kinerja tersebut antara lain naiknya NIM, sebagai akibat naiknya suku bunga pinjaman dan tingginya rasio CASA menjadi 77 persen dari keseluruhan jumlah simpanan. Juga, tumbuhnya pinjaman sebesar 19 persen yang disertai turunnya NPL dari 3 persen pada akhir 2012 menjadi 2,9 persen pada akhir 2013. (ma/kd)