2014, ekonomi Indonesia sarat tantangan. Apa peluangnya?

Bareksa • 27 Dec 2013

an image
Panorama belasan gedung bertingkat (Investor Daily/ANTARA FOTO/Wahyu Putro A)

Membaiknya ekonomi negara-negara maju juga bisa mendorong ekspor Indonesia di tahun depan.

Bareksa.com - Ekonomi Indonesia diperkirakan akan terus melambat pada tahun 2014. Pemerintah mengharapkan rata-rata  pertumbuhan  sebesar 6 persen pada tahun 2014. Akan tetapi, menurut konsensus, produk domestik bruto (PDB) diproyeksikan cuma akan meningkat 5,3-5,5 persen, tahun depan. Perlambatan tersebut disumbang oleh pelemahan permintaan domestik dan investasi.

Karena itulah, menurut analis Ciptadana Securities, Syaiful Adrian, 2014 akan menjadi tahun tantangan yang belum pernah dialami negeri ini sebelumnya. Ketegangan politik menjelang pemilu, ditambah tantangan eksternal dari defisit neraca berjalan (current accout deficit, CAD) , dan kebijakan normalisasi moneter secara bertahap di Amerika Serikat, menimbulkan risiko jangka pendek yang niscaya mempengaruhi gambaran ekonomi makro Indonesia di tahun 2014.

Masih menurut Syaiful, pertumbuhan konsumsi di tahun depan bakal moderat. Ini telah tercermin pada penurunan angka penjualan ritel sejak Agustus lalu. Meski demikian, belanja untuk pemilu diperkirakan dapat mendorong konsumsi domestik. Sejak kuartal kedua 2013, kepercayaan konsumen Indonesia menunjukkan tren menurun, memberi sinyal pada industri konsumsi untuk berhati-hati.

Melemahnya outlook investasi disebabkan beberapa faktor. Sebagian besar, ini disebabkan anjloknya investasi asing di industri mesin dan peralatan berbarengan dengan stagnannya investasi pembangunan gedung. Kebijakan moneter yang ketat, meningkatnya biaya tenaga kerja, depresiasi Rupiah, dan intensifikasi politik merupakan isu-isu yang berpotensi menciptakan tekanan yang signifikan terhadap investasi pada 2014. Selain itu, bottlenecking pembangunan infrastruktur telah menjadi isu struktural yang secara kronis telah menghambat pertumbuhan investasi di negeri ini dalam satu dekade terakhir.

Ekspor komoditas juga diperkirakan masih akan menjadi tantangan berat di tahun 2014. Harga komoditas dunia masih rendah, namun  volume ekspor secara keseluruhan diharapkan akan mulai pulih--sejalan dengan kecenderungan pulihnya ekonomi global dan permintaan dari negara-negara mitra dagang utama Indonesia. Depresiasi Rupiah akan memberikan dorongan jangka pendek untuk menggenjot daya saing ekspor. Di sisi impor, volume diperkirakan akan melambat, dipengaruhi oleh moderasi permintaan domestik dan kegiatan investasi.

Badan Moneter Internasional (IMF) memproyeksikan pertumbuhan global akan naik, dari 2,9 persen pada 2013 menjadi 3,6 persen pada 2014. Namun, pertumbuhan ini utamanya akan didorong laju ekonomi negara-negara maju. Namun demikian -- jangan kelewat pesimistis dulu -- kembali membaiknya ekonomi negara-negara maju juga bisa mendorong ekspor Indonesia di tahun depan. IMF mengharapkan pertumbuhan Amerika Serikat akan berakselerasi dari 1,5 persen pada 2013 menjadi 2,5 persen 2014, dan zona euro pada 2014 akan bertumbuh 1 persen, dari -0.4 persen di tahun ini.

IMF juga memperkirakan perekonomian India -- tujuan utama ekspor CPO Indonesia -- akan tumbuh 5,1 persen pada 2014, naik dari 3,8 persen pada 2013. Lima negara ASEAN (Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam) pada 2014 juga diproyeksikan akan mengalami percepatan pertumbuhan menjadi 5,4 persen, dari 5 persen pada 2013.

Hanya saja perlu digarisbawahi, meskipun jelas pertumbuhan GDP global diperkirakan akan meningkat di tahun 2014, profil ekspor Indonesia akan ditentukan oleh kebijakan pemerintah dalam mengelola kerja sama dengan China dan Jepang -- dua mitra dagang utama Indonesia yang pertumbuhan ekonominya diperkirakan akan melambat pada 2014. Pada Agustus 2013, dari total ekspor Indonesia, 23,3 persennya adalah ke kawasan ASEAN, diikuti Jepang sebesar 15,6 persen, China 12,5 persen, Amerika Serikat 9,6 persen, India 5,7 persen, dan negara-negara lainnya 24,3 persen.

Bakal melambatnya pertumbuhan ekonomi nasional di tahun depan juga diamini ekonom Universitas Gadjah Mada (UGM), Dr. Sri Adiningsih. Pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2014 menurut hemat dia -- sebagaimana dikutip Analisa Daily -- akan menurun karena dropnya nilai investasi dan manufaktur. Meski tingkat konsumsi bakal terus tumbuh, namun faktor ini tidak akan banyak membantu. Menurut Sri, struktur ekonomi Indonesia lebih mengandalkan konsumsi dan impor. Padahal besaran makro ekonomi yang terkait kondisi keuangan global masih stagnan. Sri memproyeksikan inflasi tahun depan di kisaran 6,5 persen dan nilai Rupiah terhadap dolar AS berada di atas Rp11 ribu (selengkapnya klik di sini). (kd)