Inflasi dan Resesi Global Bakal Dongkrak Jumlah Orang Miskin? Atasi dengan Jurus Ini
BPS menyatakan lonjakan inflasi berpotensi menambah jumlah orang miskin di Indonesia, jika pendapatan masyarakat tidak bertambah
BPS menyatakan lonjakan inflasi berpotensi menambah jumlah orang miskin di Indonesia, jika pendapatan masyarakat tidak bertambah
Bareksa.com - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, inflasi pada September 2022 mencapai 1,17% secara bulanan (MOM). Dengan demikian, inflasi tahunan Indeks Harga Konsumen (IHK) mencapai 5,95% MOM dan inflasi tahun kalender di level 4,84% sepanjang tahun berjalan (YTD).
Kepala BPS Margo Yuwono mengatakan lonjakan inflasi berpotensi menambah jumlah orang miskin di Indonesia, jika pendapatan masyarakat miskin tetap atau tidak bertambah. “Kalau harga naik dan pendapatan orang miskin tidak naik, maka orang miskin akan bertambah. Jadi, orang miskin akan naik bila tidak diimbangi dengan kenaikan pendapatan,” ujar Margo dilansir Kontan.co.id (5/10/2022).
Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual bahkan sudah melihat potensi peningkatan jumlah orang miskin di 2022 akibat lonjakan inflasi. Menurut perhitungannya, kenaikan jumlah orang miskin sekitar 1-2% dari basis perhitungan.
Promo Terbaru di Bareksa
Meski begitu, David melihat ini tak akan terlalu besar. Sebab pemerintah sudah memberikan uluran tangan berupa bantuan langsung tunai (BLT) dan berbagai bantuan lain hingga akhir 2022. “Ekspektasinya memang ada dampak terhadap angka kemiskinan yang naik, tetapi tidak signifikan karena ada buffer berupa BLT hingga akhir tahun ini,” David memaparkan.
Sedangkan untuk tahun 2023, David melihat dampak inflasi ke jumlah orang miskin akan lebih minim. Ini dengan asumsi ada kenaikan upah para pekerja di awal tahun depan, sehingga daya beli tetap terjaga.
Tren lonjakan inflasi ini tak hanya dialami Indonesia, melainkan juga negara-negara lain di dunia. Bank sentral negara-negara di dunia kemudian menerapkan kebijakan moneter ketat dan agresif menaikkan suku bunga acuan untuk menjinakkan inflasi. Namun kebijakan ini justru bisa mengakibatkan resesi akibat pelemahan ekonomi.
Kombinasi antara inflasi yang tinggi dan pertumbuhan ekonomi yang rendah mengakibatkan stagflasi. Tren inilah yang saat ini sedang menjadi perhatian utama para pemangku kebijakan dan ekonom-ekonom di dunia.
Jurus Jitu Berinvestasi untuk Melawan Inflasi
Agar nggak jatuh miskin, atau jadi makin miskin akibat tingginya inflasi, Smart Investor perlu menerapkan strategi jitu untuk mengantisipasinya. Selain kenaikan pendapatan, salah satu jurus ampuh untuk melawan lonjakan inflasi adalah investasi. Sebab dengan berinvestasi, aset yang dimiliki Smart Investor bisa berkembang, bahkan berpeluang mengalahkan angka inflasi.
Ada beberapa instrumen investasi yang bisa dipertimbangkan Smart Investor untuk melawan inflasi. Salah satunya reksadana pasar uang. Tren kenaikan suku bunga acuan justru jadi sentimen positif bagi reksadana pasar uang karena mayoritas portofolionya berinvestasi di instrumen pasar uang dan surat utang jangka pendek. Selain itu, instrumen ini relatif stabil dan aman dari dampak gejolak pasar modal akibat sentimen ancaman resesi global.
Reksadana jenis ini cocok untuk Smart Investor dengan profil risiko konservatif karena aman, stabil dan cuan menarik. Bagi Smart Investor dengan profil risiko moderat dan agresif, reksadana pasar uang bisa dipilih sebagai bagian dari diversifikasi investasi atau strategi mengamankan portofolio aset saat pasar sedang bergejolak seperti saat ini.
Reksadana pasar uang berpotensi memberikan imbal hasil lebih tinggi dari tabungan dan deposito perbankan, namun juga tetap likuid. Imbal hasil reksadana pasar uang juga bebas pajak, karena bukan merupakan objek pajak. Sedangkan bunga deposito terkena pajak 20%.
Berdasarkan data Bareksa, top 10 reksadana pasar uang dengan imbal hasil tertinggi di Bareksa berhasil membukukan cuan antara 3,9% hingga 4,6% per tahun setahun terakhir (per 5 Oktober 2022). Atau jika dirata-ratakan imbal hasil top 10 reksadana pasar uang tersebut sekitar 4,13% setahun.
Top 10 Reksadana Pasar Uang Imbalan Tertinggi 1 Tahun (per 5/10/2022)
Sumber : Bareksa
Adapun rata-rata bunga deposito rupiah bank nasional sekitar 3,4% per tahun (Pusat Data Kontan per 4/10/2022). Setelah dipotong pajak, bunga bersih deposito hanya 2,72%. Sedangkan untuk bunga tabungan bank nasional nilainya lebih rendah lagi rata-rata 0-1%.
Salah satu bank terbesar nasional bahkan memberlakukan bunga 0% untuk simpanan Rp1 juta hingga Rp50 juta. Untuk tabungan di atas Rp50 juta hingga Rp500 juta baru mendapatkan bunga 0,1% dan tabungan Rp1 miliar ke atas bunganya 0,6% per tahun. Sama seperti deposito, bunga tabungan juga dikenakan pajak 20%, sehingga bunga bersih hanya sekitar 0,08% untuk tabungan Rp50 juta hingga Rp500 juta.
Sebagai simulasi, berikut perhitungan sederhana perbandingan imbal hasil antara reksadana pasar uang, deposito dan tabungan :
No | Instrumen | Nilai Investasi | Potensi Imbal Hasil /bunga | Pajak | Imbal hasil bersih Setahun |
1 | Rp50 juta | 4,13% | - | Rp2,06 juta | |
2 | Deposito | Rp50 juta | 3,4% | 20% | Rp1,36 juta |
3 | Tabungan | Rp50 juta | 0,1% | 20% | Rp40.000 |
Sumber : berbagai sumber, diolah Bareksa
Dari hasil simulasi terlihat, dengan berinvestasi di reksadana pasar uang memiliki potensi imbal hasil lebih tinggi, sehingga bisa dipertimbangkan untuk jadi salah satu senjata untuk melawan dampak inflasi.
Untuk diketahui, reksadana adalah wadah untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal (investor). Dana yang telah terkumpul tersebut nantinya akan diinvestasikan oleh manajer investasi ke dalam beberapa instrumen investasi seperti saham, obligasi, atau deposito.
Reksadana juga diartikan sebagai salah satu alternatif investasi bagi masyarakat pemodal, khususnya pemodal kecil dan pemodal yang tidak memiliki banyak waktu dan keahlian untuk menghitung risiko atas investasi mereka.
(AM)
***
Ingin berinvestasi aman di emas dan reksadana secara online yang diawasi OJK?
- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Beli emas, klik tautan ini
- Download aplikasi reksadana Bareksa di App Store
- Download aplikasi reksadana Bareksa di Google Playstore
- Belajar reksadana, klik untuk gabung Komunitas Bareksa di Facebook. GRATIS
DISCLAIMER
Kinerja masa lalu tidak mencerminkan kinerja di masa mendatang. Investasi reksadana mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus dan fund fact sheet dalam berinvestasi reksadana.
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A | 1.382,96 | 0,58% | 4,31% | 7,57% | 8,73% | 19,20% | - |
Trimegah Dana Obligasi Nusantara | 1.094,08 | 0,44% | 4,48% | 7,05% | 7,51% | 2,61% | - |
STAR Stable Amanah Sukuk autodebet | 1.079,18 | 0,60% | 3,97% | 7,04% | 7,74% | - | - |
Capital Fixed Income Fund | 1.844,13 | 0,53% | 3,89% | 6,64% | 7,38% | 16,99% | 40,43% |
Insight Renewable Energy Fund | 2.269,81 | 0,81% | 3,87% | 6,51% | 7,19% | 20,23% | 35,64% |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.