BeritaArrow iconBelajar InvestasiArrow iconArtikel

Strategi Ditjen Dukcapil Cegah Kebocoran dan Penyalahgunaan Data Kependudukan

Abdul Malik03 Maret 2021
Tags:
Strategi Ditjen Dukcapil Cegah Kebocoran dan Penyalahgunaan Data Kependudukan
Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dirjen Dukcapil) Kemendagri Zudan Arif Fakrulloh. (Dok. pribadi/Barksa Anggie)

Kemendagri melakukan langkah-langkah pengamanan sistem dengan standar terukur, guna memastikan akses pemanfaatan data tidak diselewengkan

Bareksa.com - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat jumlah investor di pasar modal terus meningkat pada awal 2021. Pada Januari 2021, jumlah investor pasar modal mencapai 4,22 juta orang yang didominasi oleh investor ritel dan milenial.

Jumlah investor tersebut meningkat signifikan dibandingkan akhir 2020 yang mencapai 3,9 juta orang. Investor ritel dan milenial tercatat mendominasi masing-masing 99 persen dan lebih dari 50 persen.

Peningkatan jumlah investor ini seiring dengan peningkatan aktivitas di pasar modal. Pada Februari 2021, frekuensi transaksi di pasar modal mencapai 1,49 juta kali per hari. Melonjaknya jumlah investor salah satunya didorong oleh nasabah melalui agen penjual perusahaan teknologi finansial (fintech). Selain itu juga ditopang oleh kemudahan proses pendaftaran nasabah atau pembukaan rekening pasar modal yang bisa dilakukan secara online.

Promo Terbaru di Bareksa

Kemudahan ini tidak lepas dari kerja sama pemanfaatan data kependudukan antara otoritas, pelaku usaha pasar modal dengan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Ditjen Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang sudah berlangsung sejak 2016 lalu.

Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Dirjen Dukcapil) Zudan Arif Fakrulloh, menyatakan metode pemanfaatan data kependudukan untuk fintech termasuk fintech pinjalan online (Pinjol), Ditjen Dukcapil mengirimkan respons berupa notifikasi “SESUAI” atau “TIDAK SESUAI” atas elemen data penduduk yang dikirimkan pengguna (fintech) ke Ditjen Dukcapil.

"Sebagai ilustrasi, seorang penduduk bernama Budi ingin melakukan pinjaman online di salah satu perusahaan fintech peer-to-peer lending. Maka Budi memberikan data pribadinya berupa NIK, nama, tempat lahir dan tanggal/bulan/tahun lahir kepada perusahaan melalui aplikasi pinjaman online," ungkap Zudan kepada Bareksa, akhir pekan lalu.

Menurut Zudan, data-data sebagaimana telah diberikan oleh Budi tersebut kemudian dilakukan verifikasi oleh perusahaan dengan database kependudukan dari Kemendagri. Dari proses verifikasi dengan data Kemendagri tersebut, kemudian perusahaan aplikasi pinjaman online mendapatkan respons berupa notifikasi “SESUAI” atau ”TIDAK SESUAI”.

Cegah Kebocoran Data

Lantas bagaimana cara Ditjen Dukcapil Kemendagri mencegah terjadinya kebocoran data? Zudan menyatakan Kemendagri selalu melakukan langkah-langkah pengamanan sistem dengan standar terukur, guna memastikan akses pemanfaatan data tidak diselewengkan untuk hal-hal yang tidak dapat dipertanggungjawabkan dan tidak sampai terjadi kebocoran data kependudukan.

Beberapa cara itu di antaranya pertama, dilakukannya proof of concept (PoC), hal ini untuk menjamin kesesuaian implementasi petunjuk teknis dan perjanjian kerja sama. Hal ini bertujuan untuk memastikan sistem pelayanan pengguna yang digunakan aman, memastikan IP yang digunakan pengguna adalah IP client/server yang telah ditentukan, mengetahui siapa yang menggunakan hak akses beserta lokasinya, dan sebagainya.

"Kedua, pengamanan sistem telah dilakukan baik dari sisi hak akses data kependudukan yaitu dengan menggunakan user dan password, maupun dari sisi jarkomdat (jaringan komunikasi dan data) yaitu dengan menggunakan jaringan tertutup (VPN)," ungkapnya.

Dengan demikian, menurut Zudan, dapat dijelaskan bahwa kebocoran data tidak terjadi, kemungkinan yang terjadi adalah penyalahgunaan data kependudukan yang didapatkan dengan sangat mudah di internet misalnya pada saat masyarakat mengetikkan KTP-el dan Kartu Keluarga (KK).

"Data kependudukan dapat dimanfaatkan oleh lembaga pengguna dengan melakukan perjanjian kerja sama (PKS) terlebih dahulu," ungkap Zudan.

Selain itu, metode pemanfaatan data kependudukan untuk lembaga pengguna fintech telah diterapkan dengan mengirimkan respons berupa "SESUAI" atau "TIDAK SESUAI" terhadap elemen data kependudukan yang dikirimkan dari lembaga pengguna (fintech) ke Ditjen Dukcapil.

Pengamanan sistem tersebut, kata Zudan, telah dilakukan dari sisi hak akses pemanfaatan data kependudukan dengan menggunakan user dan password. Kemudian dari sisi jaringan komunikasi data telah menggunakan jaringan tertutup virtual private network (VPN).

Ancaman Pidana Pelanggaran Penyalahgunaan Data

Zudan menjelaskan apabila terjadi pelanggaran atas penyalahgunaan data kependudukan diatur dalam beberapa pasal yakni :

Pertama, pasal 95A UU Nomor 24 Tahun 2013 bahwa setiap orang yang tanpa hak menyebarluaskan data kependudukan dan data pribadi dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak 25 juta

Kedua, berdasarkan pasal 58 PP Nomor 40 Tahun 2019, maka lembaga pengguna akan dikenai sanksi administratif berupa pencabutan hak akses pengguna, pemusnahan data yang sudah diakses dan denda administratif Rp10 miliar

"Hal ini juga diatur di dalam substansi PKS yaitu adanya kewajiban pengguna untuk menjamin kerahasiaan, keutuhan dan kebenaran data kependudukan yang telah diakses walaupun jangka waktu PKS telah berakhir dan tidak memberikan data kependudukan yang telah diakses kepada pihak lain, yang apabila dilanggar akan dilakukan pencabutan hak akses dengan mengakhiri PKS," Zudan memaparkan.

Guna menjawab pertanyaan masyarakat terkait dasar logika apa yang digunakan oleh Kemendagri dalam memberikan hak akses pemanfaatan data kependudukan, kata Zudan, maka jelas Kemendagri melakukan pemberian hak akses pemanfaatan data ini sebagai bentuk layanan publik yang berlandaskan pada asas-asas umum pemerintahan yang baik.

"Pemberian hak akses pemanfaatan data dilakukan dengan cermat, akuntabel, mempertimbangkan kemanfaatan bagi publik dan dilakukan sesuai dengan ketentuan Perundang-Undangan," dia mengungkapkan.

(Martina Priyanti/AM)

​​***

Ingin berinvestasi aman di reksadana yang diawasi OJK?

- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Pilih reksadana, klik tautan ini
- Belajar reksadana, klik untuk gabung di Komunitas Bareksa. GRATIS

DISCLAIMER​
Semua data kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini adalah kinerja masa lalu dan tidak menjamin kinerja di masa mendatang. Investor wajib membaca dan memahami prospektus dan fund fact sheet dalam berinvestasi reksadana.

Pilihan Investasi di Bareksa

Klik produk untuk lihat lebih detail.

Produk EksklusifHarga/Unit1 Bulan6 BulanYTD1 Tahun3 Tahun5 Tahun

Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A

1.382,65

Up0,56%
Up4,26%
Up7,54%
Up8,69%
Up19,21%
-

Trimegah Dana Obligasi Nusantara

1.093,4

Up0,43%
Up4,43%
Up6,99%
Up7,44%
Up2,54%
-

STAR Stable Amanah Sukuk

autodebet

1.079,4

Up0,60%
Up3,98%
Up7,06%
Up7,74%
--

Capital Fixed Income Fund

1.844,45

Up0,53%
Up3,89%
Up6,66%
Up7,38%
Up17,02%
Up40,39%

Insight Renewable Energy Fund

2.270,42

Up0,81%
Up3,88%
Up6,54%
Up7,20%
Up20,19%
Up35,64%

Video Pilihan

Lihat Semua

Artikel Lainnya

Lihat Semua