Manulife AM : Melemah di Januari, Ini Prospek Pasar Saham dan Obligasi Hingga Akhir 2021
Secara fundamental, rilis data ekonomi di bulan Januari masih sesuai dengan ekspektasi pasar
Secara fundamental, rilis data ekonomi di bulan Januari masih sesuai dengan ekspektasi pasar
Bareksa - Sepanjang bulan pertama di 2021 yakni bulan Januari, bursa saham Tanah Air harus rela mengalami koreksi. Periode di mana biasanya menguntungkan bagi pelaku pasar atau biasa dikenal dengan January Effect, justru berakhir dengan kekecewaan akibat anjloknya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di pekan terakhir Januari 2021.
Padahal di awal bulan lalu, IHSG sempat tancap gas dengan penguatan yang menyentuh 7,63 persen sepanjang tahun berjalan/year to date (YtD) pada 13 Januari 2021. Namun semuanya buyar karena IHSG mengalami penurunan beruntun selama 7 hari perdagangan sejak 21 Januari 2021. Alhasil, IHSG menutup Januari 2021 dengan koreksi 1,95 persen YtD.
Adapun kinerja sepanjang Januari 2021, kinerja obligasi berhasil tumbuh 0,69 persen secara YtD. Sementara itu, kinerja obligasi pemerintah turun 0,65 persen YtD. Kinerja pasar yang melemah di awal tahun itu, menurut Katarina Setiawan, Chief Economist & Investment Strategist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia, secara fundamental, rilis data ekonomi di bulan Januari masih sesuai dengan ekspektasi pasar.
Promo Terbaru di Bareksa
"Sehingga menurut kami pelemahan di bulan Januari bukan disebabkan karena terjadi perubahan faktor fundamental. Volatilitas pasar di bulan Januari lebih disebabkan oleh faktor teknikal," ungkapnya dalam laporan Seeking Alpha edisi Februari 2021 yang dirilis hari ini (23/2/2021).
Menurut Katarina prospek pemulihan ekonomi 2021 akan didukung oleh program vaksinasi sehingga menjadi kunci bagi normalisasi aktivitas ekonomi secara global. Karena itu, kondisi tersebut berpeluang menghasilkan iklim yang kondusif bagi pasar saham dan obligasi tahun ini.
Seperti apa pandangan Katarina tentang prospek ekonomi, pasar saham dan obligasi hingga akhir tahun? Serta apa saran bagi investor ritel pemula yang kini membanjiri pasar modal sejak 2020 lalu dalam berinvestasi? Beriikut paparan Katarina dalam laporan Seeking Alpha selengkapya :
Bagaimana pandangan Anda untuk kondisi ekonomi di 2021?
Kami memandang 2021 sebagai tahun pemulihan didukung oleh vaksinasi secara global yang menjadi kunci untuk normalisasi aktivitas ekonomi. Di bulan Januari Dana Moneter Internasional (IMF) merevisi naik proyeksi pertumbuhan ekonomi 2021 dari sebelumnya 5,2 persen menjadi 5,5 persen didukung oleh ketersediaan vaksin yang lebih cepat dari perkiraan sebelumnya.
Potensi perbaikan ekonomi juga didukung oleh kebijakan moneter dan fiskal yang tetap akomodatif. Tingkat suku bunga diperkirakan masih dipertahankan pada level rendah dan program pembelian aset skala besar (quantitative easing) juga masih akan dipertahankan sehingga tingkat likuiditas tetap tinggi dan mendukung pemulihan ekonomi. Dinamika kondisi ini berpotensi untuk menghasilkan iklim yang kondusif bagi pasar saham dan obligasi.
Berbagai negara mengeluarkan kebijakan stimulus besar-besaran, apakah langkah ini meningkatkan risiko melonjaknya inflasi yang dapat menekan bank sentral untuk menaikkan suku bunga?
Dalam pandangan kami inflasi akan tetap di level terjaga di tahun ini dan belum akan mendorong bank sentral untuk melakukan pengetatan kebijakan. Inflasi di semester I 2021 diperkirakan meningkat karena faktor low base di semester I 2020. Namun inflasi berpotensi mengalami moderasi di semester II 2021.
Tingkat pengangguran secara global, termasuk di Indonesia belum kembali pada level full employment sehingga stimulus yang dikeluarkan tidak memberikan tekanan inflasi tinggi. Stimulus saat ini lebih bersifat menopang daya beli, bukan sebagai booster tingkat pengeluaran yang dapat menyebabkan inflasi.
Pasar saham dan obligasi mencatat kinerja negatif di bulan Januari, bagaimana pandangan Anda terkait kondisi ini?
Secara fundamental, rilis data ekonomi di bulan Januari masih sesuai dengan ekspektasi pasar, sehingga menurut kami pelemahan di bulan Januari bukan disebabkan karena terjadi perubahan faktor fundamental. Volatilitas pasar di bulan Januari lebih disebabkan oleh faktor teknikal, di mana pasar sudah menguat berturut-turut di periode Oktober – Desember sehingga rawan terhadap aksi ambil untung.
Di bulan Februari juga akan dirilis data pertumbuhan ekonomi Indonesia dan emiten akan mulai merilis laporan keuangan kuartal IV 2020, sehingga ini juga dapat menjadi faktor bagi pasar untuk konsolidasi dan mencerna rilis data tersebut lebih dulu.
Pada masa pandemi peran investor ritel dalam pasar saham membesar. Apakah ini menjadi kekhawatiran, terutama setelah fenomena saham Gamespot di Amerika Serikat yang sempat menyebabkan volatilitas di pasar saham Amerika Serikat?
Fenomena meningkatnya partisipasi investor ritel terjadi di seluruh dunia pada 2020. Mungkin karena lebih banyak aktivitas di rumah, akses informasi dan platform online trading yang tersedia memudahkan masyarakat untuk berinvestasi di pasar saham.
Menurut kami meningkatnya minat untuk berpartisipasi merupakan hal yang positif, karena ini akan mendukung pendalaman dan pertumbuhan pasar modal. Semakin banyak investor yang berpartisipasi maka mekanisme pasar akan menjadi lebih efisien dan lebih resilien terhadap risiko keluarnya dana asing dari pasar.
Di sisi lain edukasi investor juga menjadi faktor penting untuk menekankan berinvestasi berdasarkan analisa dan tidak hanya sekedar ikut-ikutan saja. Terdapat risiko herd mentality yang dapat menyebabkan meningkatnya volatilitas pasar jangka pendek apabila investor sekedar ikut-ikutan dan tidak melakukan analisa dengan baik.
Kasus Covid-19 Indonesia meningkat di awal tahun ini. Apakah kondisi ini mempengaruhi outlook untuk pemulihan ekonomi tahun ini?
Penanganan pandemi merupakan salah satu risiko yang harus dicermati. Peningkatan kasus yang signifikan membuka risiko lockdown yang dapat berdampak negatif bagi pemulihan ekonomi. Tapi di sisi lain kami melihat program vaksinasi sudah dimulai, dan Indonesia sudah mengambil langkah baik dengan melakukan diversifikasi sumber vaksin sehingga meminimalisir risiko tertundanya produksi vaksin.
Karena itu kami memandang positif program vaksinasi secara luas dapat dijalankan dengan baik oleh pemerintah dan memitigasi risiko meningkatnya kasus Covid-19.
Bagaimana pandangan Anda terhadap pasar obligasi tahun ini? Apakah ada prospek menarik bagi pasar obligasi setelah mencatat kinerja kuat di 2020?
Prospek pasar obligasi sangat erat hubungannya dengan kondisi makroekonomi terutama terkait suku bunga, inflasi dan stabilitas nilai tukar rupiah. Pasar obligasi secara historis mencatat kinerja baik pada tren suku bunga rendah dan inflasi tetap terjaga.
Menurut kami dinamika kondisi makroekonomi tahun ini akan tetap suportif bagi pasar obligasi, di mana suku bunga diperkirakan tetap rendah dan inflasi tetap pada level yang terjaga. Selain itu kami juga melihat ada potensi meningkatnya minat investor asing terhadap pasar obligasi Indonesia, karena pasar Indonesia merupakan negara dengan peringkat investment grade yang menawarkan tingkat imbal hasil obligasi tinggi, ehingga dapat menarik minat investor asing di tengah era suku bunga rendah saat ini.
Investor dapat mempertimbangkan pilihan investasi di pasar obligasi apabila menginginkan instrumen investasi dengan tingkat volatilitas lebih rendah dari pasar saham.
Di tengah meningkatnya minat masyarakat terhadap investasi di pasar saham adakah saran bagi investor ingin mulai berinvestasi di pasar saham?
Beberapa prinsip dasar yang harus diperhatikan bagi investor baru :
- Lakukan perencanaan keuangan yang baik sebelum mulai berinvestasi. Rencanakan pengeluaran apa yang kita butuhkan ke depannya dan kapan kita butuhkan dana tersebut, jangan sampai kita menggunakan dana untuk kebutuhan penting jangka pendek sebagai dana investasi di pasar saham.
- Kenali saham yang hendak dibeli dan lakukan analisa fundamental, jangan membeli saham karena ikut-ikutan atau saran semata.
- Monitor fundamental saham yang kita miliki. Prospek suatu saham dapat berubah sejalan dengan perubahan tren industri atau perubahan internal perusahaan.
- Investor dapat memanfaatkan reksadana saham apabila tidak memiliki waktu atau kapabilitas untuk mengelola portofolio sendiri. Reksadana dikelola oleh manajer investasi profesional yang selalu mencermati perkembangan terakhir di pasar.
***
Ingin berinvestasi sekaligus bantu negara?
SR014 adalah satu seri Surat Berharga Negara (SBN) ritel yang bisa dipesan online di Bareksa selama masa penawaran.
Belum memiliki akun Bareksa tetapi ingin berinvestasi di SBN? Segera daftar melalui aplikasi Bareksa sekarang, gratis hanya dengan menyiapkan KTP dan NPWP (opsional).
Bagi yang sudah punya akun Bareksa untuk reksadana, lengkapi data berupa rekening bank untuk mulai membeli SBN di Bareksa. Bagi yang sudah pernah membeli SBR, ORI atau Sukuk di Bareksa sebelumnya, Anda bisa menggunakan akun di Bareksa untuk memesan SR014 saat penawaran dibuka.
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A | 1.384,88 | 0,21% | 4,05% | 7,72% | 8,08% | 19,46% | 38,34% |
Trimegah Dana Obligasi Nusantara | 1.095,38 | 0,14% | 4,09% | 7,18% | 7,47% | 3,23% | - |
STAR Stable Amanah Sukuk autodebet | 1.084,98 | 0,55% | 4,00% | 7,61% | 7,79% | - | - |
Capital Fixed Income Fund autodebet | 1.853,59 | 0,53% | 3,86% | 7,19% | 7,36% | 17,82% | 41,07% |
Insight Renewable Energy Fund | 2.287,69 | 0,82% | 4,11% | 7,35% | 7,53% | 19,98% | 35,83% |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.