Begini Rekomendasi JP Morgan Agar Dapat Cuan Gede dari Investasi
Strategi investasi memang beragam tapi pada akhirnya tergantung dari risk appetite dan target cuan
Strategi investasi memang beragam tapi pada akhirnya tergantung dari risk appetite dan target cuan
Bareksa.com - Dampak pendemi Covid-19 menghantam berbagai sektor ekonomi, termasuk sektor keuangan di seluruh dunia. Pemulihan ekonomi termasuk di Indonesia, diyakini akan berlangsung pada tahun ini seiring adanya vaksinisasi.
Bagi investor, tentu dibutuhkan strategi yang tepat dalam berinvestasi agar bisa memperoleh cuan meski dampak pandemi Covid-19 masih membayangi. Melansir CNBC Indonesia, agar investasi bisa memberikan keuntungan yang maksimal maka pengetahuan terhadap kondisi dan siklus ekonomi yang komprehensif dibutuhkan, terutama untuk meramu strategi penempatan alokasi aset yang ingin diinvestasikan.
JP Morgan, dalam laporan terbarunya yang bertajuk Outlook 2021 The Global Economy Will Heal Embrace Optimism, menyebutkan tren kenaikan harga barang dan jasa (inflasi) akan meningkat pada tahun ini didukung oleh bauran kebijakan fiskal dan moneter yang mendukung. Untuk itu, investor perlu memilih aset-aset yang mampu memberikan kinerja baik saat inflasi terjadi.
Promo Terbaru di Bareksa
Menurut JP Morgan, investor tidak direkomendasikan untuk memegang uang tunai (cash) dan disarankan untuk mengalokasikan dananya ke aset-aset riil seperti saham, properti, infrastruktur hingga komoditas. Sementara itu valuasi saham yang premium dinilai memiliki justifikasi jika investor melihat imbal hasil di aset lainnya, terutama obligasi. Ketika berinvestasi di aset yang bersifat utang atau pendapatan tetap investor akan cenderung melihat imbal hasilnya (yield).
Imbal Hasil SBN
Yield ini tercermin dari harga yang harus dibayar oleh investor untuk mendapatkan surat utang tersebut relatif terhadap kupon yang diberikan dalam periode tertentu. Misalnya, pemerintah atau perusahaan menerbitkan obligasi senilai Rp1 triliun dan memberikan kupon 7,5 persen per tahun, maka yield-nya sama dengan kupon.
Hanya saja, karena harga obligasi juga berfluktuasi lantaran ditransaksikan di pasar, investor dapat memperoleh yield lebih tinggi maupun lebih rendah. Namun dengan kebijakan bank sentral yang terus berupaya untuk menurunkan biaya pinjaman (cost of borrowing) dengan mengintervensi pasar lewat program pembelian aset-aset terutama obligasi pemerintah, yield adalah suatu hal yang langka.
Dalam beberapa kasus, yield bisa jatuh ke teritori negatif ketika inflasi lebih tinggi dari imbal hasil yang diberikan (real yield). Fenomena yield negatif sangat mudah dijumpai saat pandemi Covid-19.
Apabila menggunakan metrik imbal hasil dividen saham secara global terhadap imbal hasil hingga jatuh tempo agregat obligasi global, pun masih di zona positif dengan valuasi yang sudah terbilang kemahalan ini. Jika melihat fenomena tersebut, artinya memegang aset berupa saham masih memberikan cuan yang menarik ketimbang aset lain seperti surat utang.
Tren pelemahan dolar AS juga diperkirakan berlanjut, sehingga JP Morgan menyarankan investor untuk mendiversifikasi eksposurnya ke mata uang lain untuk mendapatkan keuntungan.Melihat tren pelemahan dolar AS yang kemungkinan berlanjut di tahun ini, maka yang akan 'ketiban' berkahnya adalah negara-negara emerging market seperti Indonesia.
Dengan imbal hasil nominal SBN tenor 10 tahun yang berada di angka 6,2 persen dan inflasi 1,6 persen, maka imbal hasil riil dari berinvestasi di aset pendapatan tetap ini masih positif 4,6 persen. Jauh melampaui negara-negara maju yang sudah negatif dan negara berkembang lainnya.
Nah, imbal hasil riil yang masih positif ini akan menarik dana asing masuk ke dalam negeri. Indonesia diperkirakan bakal mendapat banjir aliran dana asing (inflow) dan akan berdampak pada terdongkraknya harga aset-aset di dalam negeri.
SBN 10 Tahun
Sementara itu menurut Riset Mandiri Sekuritas, yield obligasi pemerintah bertenor 10 tahun berpotensi akan tertekan ke kisaran 5,75 persen-6 persen dan akan memberikan return 6 persen-8 persen. Sementara itu riset JP Morgan menyebut rupiah berpeluang menguat ke Rp13.500 per dolar AS dan IHSG diramal bisa tembus 6.800 tahun ini.
Artinya, memegang aset-aset keuangan apapun di Indonesia masih lebih menarik ketimbang memegang berbagai aset finansial secara global. Namun, jika Anda adalah tipe investor yang agresif maka berinvestasi di saham adalah pilihan yang tepat untuk mencari cuan maksimal.
Perlu menjadi perhatian adalah Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Sudah melaju dengan sangat kencang di awal tahun di mana secara year to date, IHSG telah terapresiasi 6,6 persen ditopang oleh mulainya vaksinasi Covid-19 di dalam negeri dan fenomena January Effect. Menurut CNBC Indonesia, apabila mengacu pada tren historisnya, harga saham yang sudah melesat dan masuk bulan Februari IHSG berpeluang mencatatkan koreksi sehat.
Momentum koreksi inilah yang perlu dimanfaatkan oleh para investor untuk 'menyerok' saham-saham yang perusahaannya mendapat berkah dari siklus ekonomi secara umum. Tapi, jangan lupa juga untuk memperhatikan kinerja dan fundamental perusahaan. Investor disarankan untuk memilih perusahaan berfundamental kokoh yang masih mampu menjaga arus kas tetap sehat dengan utang (leverage) yang aman untuk berinvetsasi.
Selain saham, investor juga bisa memanfaatkan peluang era suku bunga rendah untuk membeli aset-aset seperti properti. Bank Indonesia (BI) sudah memangkas suku bunga acuan sampai 125 basis poin (bps). Di mana, pemangkasan suku bunga acuan akan ditransmisikan menjadi semakin rendahnya biaya kredit. Apalagi saat pandemi Covid-19 merebak kenaikan harga properti di Tanah Air cenderung melambat. Hal ini adalah momentum yang tepat untuk membeli properti dan untuk investasi yang jangkanya bisa lebih panjang.
Strategi investasi memang beragam tapi, pada akhirnya tergantung dari risk appetite dan target cuan yang dipatok oleh masing-masing investor. Iya, sebelum berinvestasi jangan lupa pastikan dulu tujuan keuangan dan profil risiko investasi kamu.
(Martina Priyanti/AM)
***
Ingin berinvestasi aman di reksadana yang diawasi OJK?
- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Pilih reksadana, klik tautan ini
- Belajar reksadana, klik untuk gabung di Komunitas Bareksa. GRATIS
DISCLAIMER
Semua data kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini adalah kinerja masa lalu dan tidak menjamin kinerja di masa mendatang. Investor wajib membaca dan memahami prospektus dan fund fact sheet dalam berinvestasi reksadana.
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A | 1.384,88 | 0,21% | 4,05% | 7,72% | 8,08% | 19,46% | 38,34% |
Trimegah Dana Obligasi Nusantara | 1.095,38 | 0,14% | 4,09% | 7,18% | 7,47% | 3,23% | - |
STAR Stable Amanah Sukuk autodebet | 1.084,98 | 0,55% | 4,00% | 7,61% | 7,79% | - | - |
Capital Fixed Income Fund autodebet | 1.853,59 | 0,53% | 3,86% | 7,19% | 7,36% | 17,82% | 41,07% |
Insight Renewable Energy Fund | 2.287,69 | 0,82% | 4,11% | 7,35% | 7,53% | 19,98% | 35,83% |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.