Bareksa.com - Badan Pusat Statistik mengumumkan perekonomian Indonesia yang tercermin dari produk domestik bruto (PDB) mengalami pertumbuhan negatif pada kuartal kedua 2020. Meski secara teknikal ekonomi Indonesia sudah masuk ke dalam kategori resesi, masyarakat investor tidak perlu cemas.
Menurut data BPS yang dirilis hari ini 5 Agustus 2020, secara year on year (YoY) atau dibandingkan kuartal II 2019, ekonomi Indonesia minus 5,32 persen, secara kuartal per kuartal (QtQ) turun 4,19 persen dan secara akumulasi semester I 2020 dibandingkan semester I tahun lalu terkontraksi 1,26 persen.
Sumber : BPS
Dua kontraksi beruntun secara QtQ membuat Indonesia bisa dibilang sudah masuk ke fase resesi teknikal (technical recession). Pasalnya pada Kuartal I 2020 secara QtQ PDB Indonesia minus 2,41 persen.
"Ya, secara teknikal Indonesia sudah masuk resesi," kata Muhammad Nafan Aji Gusta, Analis Binaartha Sekuritas dalam pesannya kepada Bareksa 5 Agustus 2020.
Menariknya, saat rilis data PDB pada Rabu ini (5/8/2020) dilakukan, pasar saham justru merespons positif. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang menjadi acuan pasar modal Indonesia ditutup menguat tipis 8,6 poin (0,17 persen) ke level 5.083,557.
"IHSG dan pasar saham lebih cenderung ke faktor global. Contohnya, sentimen meningkatnya kinerja PMI Manufaktur dari Indonesia, Tiongkok, negara-negara Eropa, bahkan USA," lanjut Nafan.
Grafik Pergerakan IHSG dalam Sehari (Intraday) 5 Agustus 2020
Sumber: Yahoo Finance
Selain itu, dia mengatakan pasar saham juga terdorong oleh pengembangan positif dari penelitian vaksin virus corona Covid-19. Ditambah lagi, program stimulus perekonomian gencar dilakukan pemerintah yang direncanakan hingga tahun depan.
Maka dari itu, Nafan menyarankan para investor pasar modal tidak perlu khawatir. "Sebab nanti ada perbaikan kinerja PDB pada kuartal III dan kuartal IV," kata Nafan.
Optimismenya terkait perkembangan ekonomi ini didasarkan pada stimulus pemerintah terkait penanganan dampak Covid-19 danb stimulus pemulihan ekonomi nasional yang dianggarkan hingga Rp677 triliun baru terserap kurang dari 20 persen. "Maka mulai bulan ini seharusnya ada peningkatan penyerapan stimulus dari pemerintah yang bisa mendorong ekonomi."
Pandangan positif juga dilontarkan oleh Henry Wiranata, Investment Specialist Mandiri Manajemen Investasi. Menurutnya, resesi adalah sebuah siklus atau ibarat musim dalam perkembangan ekonomi, sehingga setelah turun pasti akan kembali naik.
"Ini bukan sesuatu yang harus dikhawatirkan. Resesi adalah sebuah musim, dan di tiap musim ada hal spesifik yang bisa kita lakukan. Kita sebagai investor harus cerdik, memanfaatkan peluang dalam resesi ini," ujarnya dalam webinar Bareksa belum lama ini.
Tips Investasi
Menghadapi kondisi resesi ini, masyarakat investor masih bisa tetap mengelola keuangan dan menyimpannya di dalam produk investasi pasar modal. Sebagai catatan, cara investasi ini harus disesuaikan dengan tujuan keuangan dan profil risiko atau kemampuan toleransi risiko investor.
Nafan mengatakan, untuk investor yang sudah ahli dan memiliki pengetahuan luas mengenai pasar modal dan investasi, tentu bisa memanfaatkan momentum ini untuk membeli saham di bursa saham. Sebab, pasar saham adalah indikator paling awal yang menunjukkan ekspektasi ekonomi ke depan.
Namun, bagi pemula dan investor yang tidak punya banyak waktu memantau asetnya di pasar modal, mereka bisa membeli reksadana yang sudah dikelola oleh manajer investasi profesional. "Kalau untuk orang awam lebih baik serahkan sepenuhnya pada fund manager," tukasnya.
Sementara itu, Henry mengatakan profil risiko orang berbeda-beda sehingga tidak semua orang cocok dengan satu produk yang sama. Secara umum, profil risiko dibagi menjadi tiga.
Pertama, konservatif yang cenderung memilih instrumen investasi aman dengan hasil yang sudah diketahui sebelumnya. Kedua, moderat, yang bisa mulai mengambil sedikit risiko tetapi tetap berhati-hati. Ketiga, tipe agresif cenderung berani mengambil risiko tinggi dan menempatkan pada instrumen berisiko.
Berkaitan dengan tipe profil risiko investor tersebut, terdapat pilihan investasi dari jenis reksadana, yakni reksadana pasar uang, reksadana pendapatan tetap, reksadana campuran dan reksadana saham. Pilihan ini bisa dikombinasikan sesuai dengan tujuan dari investasi tersebut.
Reksadana dengan risiko paling rendah adalah jenis reksadana pasar uang yang portofolionya terdiri dari deposito dan obligasi jatuh tempo kurang dari setahun. Reksadana ini cocok untuk investasi kurang dari 3 tahun.
Lalu, reksadana pendapatan tetap adalah reksadana yang portofolionya terdiri dari minimal 80 persen obligasi atau surat utang, cocok untuk investasi 3-5 tahun.
Kemudian, reksadana campuran yang portofolionya terdiri dari saham atau obligasi yang porsinya tidak melebihi 79 persen. Cocok untuk investasi 3-5 tahun.
Terakhir, reksadana saham adalah yang memiliki risiko paling tinggi karena portofolionya terdiri dari minimal 80 persen saham. Reksadana saham cocok untuk investasi jangka waktu lebih dari 5 tahun.
***
Ingin berinvestasi yang aman di reksadana dan diawasi OJK?
- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Pilih reksadana, klik tautan ini
- Belajar reksadana, klik untuk gabung di Komunitas Bareksa Fund Academy. GRATIS
DISCLAIMER
Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui reksadana mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus sebelum memutuskan untuk berinvestasi melalui reksadana.